WASHINGTON, Pena Katolik – Pada acara doa bersama di Washington, DC, pada tanggal 5 Februari 1994, Ibu Teresa berdiri di hadapan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton dan Ibu Negara, Hillary. Selain itu, hadir juga Wakil Presiden Al Gore dan istrinya. Acara itu dhadiri setidaknya 4.000 orang.
Pada saat itu, Bunda Teresa menyampaikan bahwa aborsi adalah pembunuhan.
“Saya merasa bahwa perusak perdamaian terbesar saat ini adalah aborsi, karena ini adalah perang melawan anak, pembunuhan langsung terhadap anak yang tidak bersalah, pembunuhan oleh ibu sendiri. Dan jika kita menerima bahwa seorang ibu dapat membunuh bahkan anaknya sendiri, bagaimana kita dapat memberitahu orang lain untuk tidak membunuh satu sama lain? Bagaimana kita membujuk seorang wanita untuk tidak melakukan aborsi?”
Seruan Bunda Teresa ini cukup keras menentang aborsi. Bunda Teresa menyampaikan, bahwa cinta berarti rela memberi sampai sakit. Yesus bahkan memberikan nyawa-Nya untuk mengasihi. Jadi, ibu yang berpikir untuk aborsi, harus dibantu untuk mencintai, yaitu memberi sampai tersakiti atau waktu luangnya, untuk menghormati kehidupan anaknya. Ayah dari anak itu, siapa pun dia, juga harus memberi sampai sakit.
“Dengan aborsi, ibu tidak belajar untuk mencintai, tetapi bahkan membunuh anaknya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya. Dan, melalui aborsi, ayah itu diberitahu bahwa dia tidak harus bertanggung jawab sama sekali atas anak yang telah dia lahirkan ke dunia. Sang ayah kemungkinan akan menempatkan wanita lain ke dalam masalah yang sama. Jadi aborsi hanya menyebabkan lebih banyak aborsi. Negara mana pun yang menerima aborsi tidak mengajarkan rakyatnya untuk mencintai, tetapi menggunakan kekerasan apa pun untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Inilah sebabnya mengapa penghancur terbesar cinta dan perdamaian adalah aborsi.”
Dia mengakhiri pidatonya dengan kata-kata harapan, dan pengingat bahwa setiap orang dipanggil untuk menggunakan kebebasan kita untuk tujuan yang lebih tinggi daripada pembunuhan
“Jika kita ingat bahwa Tuhan mengasihi kita, dan bahwa kita dapat mengasihi orang lain seperti Dia mengasihi kita, maka Amerika dapat menjadi tanda perdamaian bagi dunia. Dari sini, tanda kepedulian terhadap yang terlemah dari yang lemah — anak yang belum lahir — harus keluar ke dunia. Jika Anda menjadi cahaya keadilan dan perdamaian yang membara di dunia, maka Anda benar-benar akan setia pada apa yang diperjuangkan para pendiri negara ini. Tuhan memberkati Anda!”
Kini, lima tahun setelah kanonisasinya, kata-kata berani St. Teresa dari Calcutta ini tetap dibutuhkan, bahkan melebihi masa-masa sebelumnya. Sudah sepantasnya bahwa pada ulang tahun kelima kanonisasinya, setiap orang kembali mengenang seruannya, dan menyerukan bahwa aborsi adalah perbuatan jahat.