Komite Tinggi untuk Persaudaraan Manusia menyelenggarakan webinar tentang “Momen Persaudaraan Manusia: Dampak dari kunjungan bersejarah Paus Fransiskus ke Irak.” Acara itu mempertemukan para pemimpin agama dan sipil seluruh Timur Tengah untuk berbagi wawasan tentang pentingnya Perjalanan Apostolik Paus ke Irak, dan memberikan pemikiran tentang langkah selanjutnya dalam membangun kembali Irak, dan bagaimana negara itu bisa meningkatkan stabilisasi, rekonsiliasi, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Sekjen komite itu, Hakim Mohamed Abdelsalam, membuka webinar itu dan menjelaskan, “Kita berkumpul di sini hari ini untuk memikirkan bersama bagaimana bisa investasikan kunjungan Paus itu dan membantu saudara-saudara kita di Irak tercinta, negara yang merupakan tatanan sosial indah dan mosaik mengagumkan untuk hidup bersama manusia.”
Namun, gambaran indah ini telah dirusak oleh perang, konflik dan terorisme, yang “meninggalkan luka besar di tubuh Irak.” Perjuangan Irak itu “menggerakkan Bapa Suci, yang tidak bisa melihat air mata orang-orang ini tanpa ingin menghapusnya.”
Hakim Abdelsalam meyakinkan peserta bahwa komite itu akan “melakukan yang terbaik untuk membangun berdasarkan kunjungan bersejarah Bapa Suci,” seraya menambahkan harapannya agar Imam Besar Al-Azhar bisa juga mengunjungi Irak, untuk “melengkapi gambaran Persaudaraan Manusia.”
Pembicara utama webinar itu antara lain Kardinal Luis Raphaël I Sako, Patriark Babel dan kepala Gereja Katolik Kasdim. Kardinal itu berharap agar peserta “mencapai visi dan rencana kerja untuk implementasi apa yang Paus tunjukkan dalam pidato-pidato dan pertemuan-pertemuannya.”
Paus, yang datang ke Irak di tengah konflik, ekstremisme, dan pandemi virus corona, jelas Kardinal Sako, membawa “satu pesan berpengaruh” yaitu “Kita semua bersaudara terlepas dari perbedaan-perbedaan kita, kita harus menghormati keragaman kita dan bergandengan tangan membangun masyarakat yang lebih baik.” Patriark itu mencatat, Paus juga tunjukkan “satu-satunya cara untuk menempuh jalan mencapai perdamaian, stabilitas, kebebasan, dan martabat bagi setiap manusia adalah dengan menahan senjata.”
Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Kardinal Miguel ngel Ayuso Guixot mengatakan, “Seluruh perjalanan ke Irak sangat penting. Setiap momen ditandai dengan gerakan dan kata-kata yang meninggalkan bekas.” Bersamaan dengan penandatanganan Dokumen tentang Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi tahun 2019, kunjungan ke Irak itu adalah “tonggak penting langkah dialog antaragama.”
Sesuai yang dikatakan Patriark itu, Kardinal Ayuso mengatakan bahwa Paus, “datang ke Irak sebagai pastor untuk memberitahukan kepada rakyat Irak: kalian semua bersaudara.” Ini bukan sekadar “persaudaraan teoretis,” jelas Kardinal Ayuso. Sebaliknya, itu panggilan bagi setiap orang “untuk berkomitmen ‘agar impian Allah itu menjadi kenyataan: bahwa keluarga manusia bisa menjadi ramah dan menerima dengan baik semua anak-anaknya, yang, dengan memandang langit yang sama, berjalan dalam damai di bumi yang sama’.”
Kardinal Ayuso menyoroti kunjungan kehormatan Paus ke Grand Ayatollah Sayyid Ali al-Husayni al-Sistani sebagai kontribusi “sangat penting” untuk membangun persaudaraan di antara umat Kristen dan Muslim.
Demikian pula, pertemuan doa di Dataran Ur, rumah Abraham, bapa dari tiga agama monoteistik besar, “adalah kesempatan untuk berdoa bersama umat beriman dari tradisi-tradisi agama lain … untuk menemukan kembali alasan hidup bersama di antara saudara-saudara, untuk membangun kembali tatanan sosial melampaui faksi-faksi dan suku-suku bangsa, dan untuk mengirim pesan ke Timur Tengah dan ke seluruh dunia.” Di Ur, lanjut kardinal itu, Paus menjelaskan bahwa “religiusitas sejati” adalah yang “menyembah Allah dan mencintai sesama.”
Webinar itu juga diikuti Asisten Direktur Jenderal UNESCO, Ernesto Ottone Ramirez yang, bersama Pastor Olivier Poquillon OP (Dominikan), menyoroti inisiatif “Bangkitkan Semangat Mosul” dari UNESCO.
Menteri Kebudayaan Irak dan Menteri Kebudayaan UEA menekankan tantangan bersama yang dihadapi masyarakat wilayah itu. Juga berbicara pada acara itu perwakilan umat Islam Irak, Dr Sayyed Jawad Al-Khoei, salah satu pendiri Dewan Irak untuk Dialog Antaragama, dan Sheich Abdel-Wahab Taha Al-Sammerai yang merupakan Imam Masjid Abu Hanifa di Baghad.(PEN@ Katolik/paul c pati/Christopher Wells/Vatican News)