Pen@ Katolik

Tiga perawat Palang Merah, yang diperkosa, disiksa, dan ditembak, dibeatifikasi

Happy Max I Shutterstock
Happy Max I Shutterstock

Saat itu tahun 1936 dan Perang Saudara di Spanyol berkecamuk. Klerus Katolik dan umat Katolik aktif lainnya adalah target utama milisi. Tiga perawat muda Palang Merah dikira biarawati dan dipenjara oleh tentara pemberontak. Nama mereka adalah Maria Pilar Gullon Yturriaga, 25 tahun, Octavia Iglesias Blanco, 42 tahun, dan Olga Perez-Monteserin Nunez, 23 tahun.

Para perempuan yang memang beragama Katolik itu datang membantu dan merawat orang sakit dan sekarat, tidak peduli di pihak mana mereka berada. Terinspirasi oleh kasih mereka kepada Yesus dan umat manusia, mereka hanya mengikuti jalan-Nya, dan menunjukkan kasih dan kebaikan, jalan yang diajarkan Yesus. Meskipun mereka bukan biarawati, mereka sangat mencintai iman mereka dan tidak akan melepaskannya.

Pagi hari 27 Oktober 1936, pusat kesehatan mereka diserang. Para perawat itu punya peluang untuk melarikan diri, tetapi mereka tidak meninggalkan pasien mereka. Namun demikian, para penyerang menembak para pasien itu, dan menangkap petugas kesehatan.

Tiga perawat itu dipukuli, diperkosa, disiksa, dan diperlakukan dengan cara sangat merendahkan dan keji. Perlakuan kejam itu berlanjut sepanjang malam. Para milisi berusaha agar para perawat itu melepaskan keyakinan mereka. Mereka tidak mau.

Seraya melakukan tindakan merendahkan dan menyakitkan terhadap para perempuan itu, para penyiksa menuntut agar mereka meninggalkan iman Katolik mereka. Namun, mereka menunjukkan keberanian luar biasa dan berulang-ulang mengatakan “Viva Cristo Rey” (Hidup Kristus Sang Raja).

Tengah hari, 28 Oktober, mereka digiring telanjang ke sebuah padang rumput, dan ditembak mati oleh para anggota milisi perempuan (yang membagikan pakaian mereka di antara mereka). Tubuh mereka diseret ke kuburan massal. Saat itu orang-orang di sekitar mengolok-olok mereka. Gereja mengakui bahwa mereka meninggal karena kebencian terhadap iman.

Sebelum Upacara Beatifikasi mereka, 29 Mei 2021, Uskup Astorga Mgr Jesus Fernandez Gonzalez berkata, “Para martir ini tidak terkait dengan pihak apa pun. Palang Merah pergi ke mana pun ia dipanggil, tanpa memandang siapa yang memegang kendali. Mereka juga tidak membawa senjata atau bahkan menggunakan kata-kata untuk menyerang siapa pun. Mereka hanya tergerak oleh belas kasih manusia dan kemurahan Kristen, dan tahu risiko dan bahaya kalau mendaftar sebagai relawan.”

Ketiga perempuan itu, lanjut Mgr Gonzalez, berpegang teguh pada salib mereka dan memaafkan para algojo mereka, dan memberikan “model panggilan awam Kristen.” Meskipun mereka diberi kesempatan mengingkari iman mereka, lanjut uskup itu, mereka tidak melakukannya.

Perayaan beatifikasi berlangsung Sabtu, 29 Mei 2021, di Katedral Santa Maria di Astorga. Selebran yang mewakili Paus Fransiskus adalah Prefek Kongregasi Vatikan untuk Penggelaran Kudus Kardinal Marcello Semeraro. Para perempuan yang baru dibeatifikasi itu awalnya dimakamkan di kuburan massal di tempat eksekusi mereka. Mereka dikebumikan kembali di Katedral di Astorga tahun 1948.

Tanggal 30 Mei 2021, Paus berbicara tentang mereka setelah Angelus tengah hari, “Dengan meneladani Orang Samaria Yang Baik Hati, ketiga perempuan awam yang berani ini mengabdikan diri untuk merawat orang-orang terluka dalam perang, tanpa meninggalkan mereka pada saat bahaya. Mereka ambil risiko, dan mereka dibunuh karena kebencian terhadap iman mereka. Mari kita memuji Tuhan atas kesaksian Injil mereka. Tepuk tangan meriah untuk para beata baru.

Hampir 2.000 umat Katolik dari Perang Saudara Spanyol 1936-1939 telah dibeatifikasi atau dikanonisasi sebagai martir. Dalam perang itu, 12% klerus bangsa itu tewas.(PEN@ Katolik/paul c pati/Larry Peterson/Aleteia)