Negara perlu keterlibatan masyarakat juga Gereja untuk bangun kesetaraan gender

0
2253
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Bintang Puspayoga mengingatkan sumbangsih perempuan yang dicontohkan oleh RA Kartini (PEN@ Katolik/screenshot)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Bintang Puspayoga mengingatkan sumbangsih perempuan yang dicontohkan oleh RA Kartini (PEN@ Katolik/screenshot)

Ketimpangan gender masih terjadi di Indonesia dalam rupa stereotif negatif terhadap perempuan, antara lain ketidakadilan akses sosial-budaya-pendidikan-ekonomi-politik, regulasi diskriminatif. Kualitas hidup keluarga perlu dibenahi, antara lain relasi dalam keluarga, kekerasan dalam rumah tangga. Pelanggaran penghargaan martabat manusia antara lain perdagangan manusia, perbudakan, kekerasan dalam segala bentuk masih terjadi, di tengah penurunan aktivitas ekonomi dan seluruh dampak pandemi.

Masalah-masalah itu, “sungguh serius dan berdampak buruk bagi keluarga-keluarga dan seluruh masyarakat. Karena itu, negara memerlukan keterlibatan masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, dan sebagainya, termasuk di dalamnya Gereja Katolik untuk membangun keadilan dan kesetaraan gender, dan inklusi sosial.”

Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam edaran yang ditandatangani moderator SGPP KWI Mgr Kornelius Sipayung OFMCap dan sekretaris Suster Maria Natalia OP, 20 April.

Edaran itu merangkum pembicaraan webinar yang dilakukan di hari yang sama oleh SGPP KWI dalam rangkaian Hari Kartini dengan tema “Membangun Sinergi Gerakan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial dalam Gereja Katolik dan Masyarakat”. Webinar diikuti 330 orang pada ruang Zoom dan 78 orang pada chanel youtube dari berbagai keuskupan, kongregasi, lembaga mitra dan badan pengurus SGPP KWI.

Semua peserta, semua sambutan, keynote speech, paparan narasumber dan diskusi, tulis edaran itu, menguatkan ide bahwa perjuangan kesetaraan gender dan inklusi sosial tidak mungkin dikerjakan sendiri. “Gerakan hanya bisa dilakukan bersama dengan bentuk dialog, jejaring, kolaborasi dan sinergi untuk mewujudkan kesetaraan gender dan inklusi sosial yang melibatkan semua pihak, yaitu pemerintah, Gereja, akademisi, praktisi, lembaga atau komunitas sampai lini terkecil yaitu keluarga dan pribadi,” lanjutnya.

Webinar itu berharap agar Gereja sebagai promotor kesetaraan martabat, “mendorong terciptanya kerjasama di semua kalangan” dan seluruh umat sebagai bagian Gereja Katolik terlibat di dalamnya, “dimulai dengan pemahaman yang benar dan terupdate.”

Sekretaris Jenderal KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC pada acara itu memberikan landasan Ajaran Sosial Gereja bahwa “Sumber tertinggi hak asasi manusia tidak ditentukan dalam kehendak manusia semata-mata, dalam realitas Negara, dan kekuasaan-kekuasaan publik, tetapi dalam diri manusia itu sendiri dan dalam Allah Penciptanya” (Kompendium ASG 153). Maka, lanjut uskup, “hak itu melekat pada semua orang, tanpa pengecualian waktu, tempat dan orang, tidak dapat diganggu gugat dan dicabut.”

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Bintang Puspayoga mengingatkan sumbangsih perempuan yang dicontohkan RA Kartini, perjalanan pergerakan perempuan Indonesia dan perkembangan kiprah perempuan masa kini. Keseluruhan situasi itu, katanya, menguatkan komitmen pemerintah Indonesia untuk perjuangan kesetaraan gender yang diyakini bukan hanya berimbas pada kualitas SDM tapi juga sampai pada kemajuan Negara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Para narasumber adalah akademisi dan pakar pendidikan Anita Lie yang berbicara tentang “Gerakan Gender dan Inklusi Sosial di Indonesia,” Sekretaris Eksekutif Komisi Keluarga KWI Pastor Yohanes Aristanto Setiawan MSF tentang Menerjemahkan Ajaran ke Praksis ‘Perjalanan Gereja Katolik dalam Membangun Martabat dan Peran Wanita’, dan akademisi dan praktisi Elisabeth Dewi tentang “Tantangan Perempuan dan Keluarga Masa Kini dalam Struktur Gereja dan Masyarakat.”

Setelah diskusi yang dimoderatori Norberta Yati Lantok dan Theresia Triza Yusino, Mgr Sipayung mengajak peserta melihat kembali iman Kristen yang berawal dan berpuncak pada Paskah: “Dia tidak ada di sini. Dia telah bangkit.” (Lih. Lukas 24 : 1-12).” Kabar gembira itu, kata Uskup Agung Medan itu, disampaikan di kubur Yesus oleh malaikat pertama-tama kepada perempuan. “Berbahagialah perempuan karena menjadi yang pertama, dan didorong oleh malaikat untuk menyebarkan kabar suka cita itu kepada para rasul.”(PEN@ Katolik/paul c pati)

SGPP 1

Mgr Antonius Subiando Bunjamin OSC
Mgr Antonius Subiando Bunjamin OSC

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here