“Bagi bangsa kita, tanah terjanji adalah bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kalau demikian, maka salah satu pesan Paskah yang selalu penting untuk kita rawat dan dicari wujudnya secara kreatif adalah Rasa Cinta Tanah Air.”
Mengapa demikian? tanya Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo dalam homili Misa Minggu Paskah Pontifikal di Katedral Jakarta, 4 April, dengan konselebran Vikjen KAJ Pastor Samuel Pangestu Pr, Vikep KAJ Pastor Edy Mulyono SJ, Kepala Paroki Katedral Jakarta Pastor Hani Rudi Hartoko SJ, Bendahara KAJ Pastor Stef Winarto Pr. Setiap bangku di katedral hanya digunakan oleh tiga umat, namun yang mengikuti lewat Youtube tercatat lebih dari 23.500.
Kardinal Suharyo menjawabnya dengan mengatakan, “karena pengamatan sepintas menunjukkan kepada kita bahwa sekarang ruang bersama semakin terasa dibanjiri oleh arus-arus kecil di dalam kesempitan sektoral, yang berpijak pada keakuan atau kekamian, artinya kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok, belum pada kekitaan, artinya kepentingan bersama, bangsa dan negara.”
Hal itu, kata kardinal, amat jelas dalam narasi-narasi negatif yang dalam berbagai bentuk dilontarkan begitu saja, seakan-akan tanpa mempertimbangkan akibatnya bagi kebaikan bersama. Semestinya, tegas Kardinal Suharyo, “kalau orang sadar bahwa setiap warga negara mempunyai tanggungjawab sejarah untuk merawat dan mengembangkan Rasa Cinta Tanah Air, yang disebarkan adalah narasi-narasi positif, yang memuliakan martabat manusia, mempererat persaudaraan sejati, dan mendorong setiap warga untuk membangun kebaikan bersama.”
Menyinggung Lilin Paskah yang selalu menulis tahun Paskah dirayakan. Yang tertulis sekarang, 2021. “Maksudnya, perayaan Paskah mesti punya makna dan pesan relevan untuk tahun ini.” Lalu, perbuatan baik apa yang perlu diusahakan di tengah masyarakat, bangsa dan negara saat ini. Kardinal menjawab berdasarkan pewartaan Petrus, “Yesus berkeliling sambil berbuat baik karena Allah menyertai Dia.”
Menurut kardinal, umat Katolik di Indonesia yakin Allah yang membebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir dan membawanya ke tanah terjanji sebagai orang-orang merdeka, Allah yang mengutus Yesus untuk membebaskan kita dari dosa dan menjadikan kita anak-anak Allah yang merdeka, adalah Allah yang sama “yang menuntun bangsa kita bebas dari penjajahan dan bertumbuh menjadi bangsa yang semakin merdeka di dalam sejarah yang panjang. Sebagaimana dulu Allah menuntun umat-Nya keluar dari tanah perbudakan dan membawanya ke tanah terjanji, demikian juga Allah yang sama telah membebaskan bangsa kita dari penjajahan dan membawa bangsa kita menjadi bangsa yang merdeka.”
Bahkan, jelas Kardinal Suharyo, keyakinan itu terungkap dalam Doa Prefasi Tanah Air Indonesia, yang berbunyi, “Sepanjang sejarah, Engkau mencurahkan kasih sayang yang besar kepada bangsa kami. Berkat jasa begitu banyak pahlawan, Engkau menumbuhkan kesadaran kami sebagi bangsa. Kami bersyukur kepada-Mu atas bahasa yang mempersatukan, dan atas Pancasila, dasar kemerdekaan kami.”
Yang disyukuri dalam Doa Prefasi untuk Tanah Air Indonesia “adalah sejarah perjuangan bangsa kita, yang dirangkum dalam tiga tonggak sejarah paling penting yakni Kebangkitan Nasional (1908), Sumpah Pemuda (1928) dan Dinyatakannya Pancasila sebagai Dasar Negara kita, 18 Agustus 1945.”
Landasan untuk terus merawat dan bertumbuh di dalam Rasa Cinta Tanah Air ini, menurut Kardinal Suharyo, sudah diletakkan oleh para bapa bangsa yang mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Para tokoh Gereja Katolik pun menanamkan nilai-nilai yang sama. Rasa Cinta Tanah Air, dalam diri tokoh-tokoh Gereja Katolik, dibuktikan antara lain adanya pahlawan nasional dan revolusi, lengkap.”
Kardinal sebut para pahlawan itu, dari hierarki (Albertus Sugiyopranoto), dari lingkungan awam (Ignatius Kasimo), dari lingkungan TNI AD (Ignatius Slamet Rijadi), dari TNI AL (Yos Sudarso), dari TNI AU (Agustinus Adisoetjipto), dan (Karel Sadsuit Tubun) mewakili Polri. Lengkap. “Mereka contoh-contoh bagi kita semua di dalam merawat, mengembangkan Rasa Cinta Tanah Air,” kata Kardinal Suharyo. (PEN@ Katolik/Konradus R Mangu)
Semua foto di bawah ini dibuat secara screenshot dari Youtube Komsos Katedral Jakarta oleh PEN@ Katolik/pcp