Cinta kepada Allah dan sesama merupakan tema besar yang kiranya ingin diangkat dalam bacaan Injil hari ini (Markus 7: 1-13).
Pertama, cinta kepada Allah, seperti jawaban Yesus kepada orang Farisi dan beberapa ahli Taurat, “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”
Melalui perkataan-Nya ini, Yesus ingin menegaskan bahwa cinta kepada Allah tidak hanya cukup diungkapkan melalui kata-kata (doa) saja, tapi perlu direalisasikan dalam perbuatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Allah itu sendiri. Sehingga, kita hendaknya juga harus memberi contoh dan melakukan apa yang kita katakan.
Kedua, cinta kepada sesama, yaitu seperti kata Yesus, “Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban, yaitu persembahan kepada Allah, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya.
Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu.”
Demikian pula, melalui perkataan-Nya ini, Yesus ingin mengingatkan kita semua bahwa kasih kepada Allah pun perlu untuk diwujudkan melalui apa yang kita perbuat terhadap sesama, terutama terhadap orang tua dan keluarga kita. Sebab, bagaimana mungkin kita dapat mengasihi Allah yang tidak kelihatan, apabila kita tidak dapat mengasihi mereka yang berada di sekitar kita.
Sebagai penutup, ada ilustrasi singkat tentang dua orang kakak beradik. Sang kakak sudah menjadi janda tanpa memiliki anak. Kini, di masa tuanya ia hidup dengan pas-pasan di rumah kecil yang ia kontrak. Si adik, yang tahu kondisi sang kakak pun, tidak pernah membantu. Padahal, ia memiliki kekayaan berlebih dan tinggal di rumah besar, namun tak pernah sedikit pun terbersit dalam benaknya untuk mengajak kakaknya tinggal bersama.
Meski begitu, si adik terkenal sangat dermawan di kalangan Gereja. Setiap bulan ia memberi donasi yang cukup besar untuk Gereja dan bahkan tidak sedikit uang yang ia keluarkan untuk membeli bunga-bunga untuk menghias altar dan patung Bunda Maria.
Kini, jika boleh kita renungkan sejenak. ‘Sudah tepatkah yang dilakukan oleh si adik dalam ilustrasi di atas? Dan, jika kita menjadi sang adik, apa sebaiknya kita perbuat terhadap sang kakak?’
Semoga, semua ini dapat menginspirasi agar hidup keagamaan atau rohani yang kita jalani bukan dilakukan demi kepentingan diri sendiri atau berdasarkan pemahaman kita yang belum tentu tepat, melainkan terutama bagaimana amal ibadah kita dapat menyenangkan hati Tuhan dan juga membawa kebaikan bagi sesama.
Karenanya, kita perlu untuk terus belajar, bersekutu dan hidup dalam komunitas rohani, supaya iman dan pengetahuan kita dapat semakin bertumbuh dan berkembang dalam semangat cinta kasih Ilahi.
Frater Agustinus Hermawan OP