Menyusul pembunuhan masyarakat adat di Pulau Panay, Filipina, para uskup Visayas Barat meminta pemerintah mendengar teriakan menentang proyek bendungan raksasa. Dalam surat gembala 15 Januari, delapan uskup di wilayah itu mencela kekejaman baru-baru ini dan menyerukan penyelidikan independen atas insiden itu. Orang-orang yang terbunuh, kata para uskup, memimpin perjuangan melawan pembangunan bendungan raksasa Jalaur yang akan menggusur mereka dari tanah leluhurnya.
Demi mencegah pertumpahan darah lebih lanjut, para uskup mendesak pemerintah untuk “mendengarkan teriakan orang Tumandok terhadap pembangunan bendungan raksasa Jalaur itu.” Para uskup mengatakan dalam surat gembala yang akan dibacakan di semua Misa di semua gereja di Visayas Barat 24 Januari, “Kami serukan kepada semua orang untuk sungguh membela kesucian hidup dan menghormati serta melindungi hak-hak semua orang.”
Setidaknya sembilan warga suku Tumandok desa hulu provinsi Capiz dan Iloilo tewas dan sejumlah lain ditangkap dalam penggerebekan dini hari 30 Desember. Pihak berwenang menuduh korban tewas adalah pemberontak komunis yang melawan operasi gabungan polisi dan militer untuk mencari senjata api bahan peledak ilegal. Tetapi keluarga dari mereka yang terbunuh membantah klaim polisi seraya menambahkan bahwa senjata api yang diduga ditemukan sudah ditanam. Berbagai kelompok HAM yakin, orang Tumandok yang terbunuh ditandai merah karena mereka sangat menentang proyek bendungan itu.
Pernyataan itu ditandatangani Uskup Agung Capiz Kardinal Jose Advincula, Uskup Agung Jaro Mgr Jose Lazo, Uskup San Jose de Antique Mgr Marvyn Maceda, Uskup Bacolod Mgr Patricio Buzon, Uskup San Carlos Mgr Gerardo Alminaza, Uskup Kabankalan Mgr Louie Galbines, Uskup Kalibo Mgr Jose Corazon Tala-oc, Uskup Romblon Mgr Narciso Abellana.
“Mari bersama-sama memberikan sumbangan apa pun guna menghentikan pembunuhan, menghormati hak orang untuk hidup damai, dan menghentikan militerisasi umat suku adat,” kata para uskup, seraya meminta umat “menggunakan kamera tubuh” agar terhindar dari tuduhan palsu dan bisa melindungi warga sipil dari penggunaan kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan.(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan CBCPNews)