Home VATIKAN Kardinal Parolin: Perjanjian Sementara Tahta Suci-Cina hanya tentang pengangkatan uskup

Kardinal Parolin: Perjanjian Sementara Tahta Suci-Cina hanya tentang pengangkatan uskup

0
Umat Katolik berdoa di Basilika Bunda Kaita dari Sheshan di Shanghai
Umat Katolik berdoa di Basilika Bunda Kaita dari Sheshan di Shanghai

Perjanjian Sementara yang ditandatangani Tahta Suci dengan Republik Rakyat Cina, mengenai pengangkatan para uskup, “hanyalah sebuah titik awal,” yang telah membuahkan hasil. “Dialog perlu dilanjutkan agar dapat menghasilkan buah yang lebih substansial,” kata Sekretaris Negara Vatikan Kardinal Pietro Parolin dalam pidato pembukaan konferensi bertema “Cina yang Lain: Waktu Krisis, Waktu Perubahan.”

Konferensi yang diselenggarakan Pusat Misionaris PIME di Milan itu untuk merayakan 150 tahun kehadiran para misionaris Institut Kepausan untuk Misi Asing (PIME) di Cina. Dalam pidatonya, 3 Oktober 2020, Kardinal Parolin menjelaskan sejarah Gereja di Cina, dan menunjukkan, sejak masa Pius XII, Tahta Suci sudah “merasakan perlunya berdialog, walaupun keadaan saat itu membuat dialog sangat sulit dilakukan.”

Kardinal menjelaskan, semua Paus dari Santo Paulus VI hingga Paus Fransiskus telah mengupayakan apa yang digambarkan oleh Benediktus XVI sebagai mengatasi situasi yang sulit, “kesalahpahaman dan ketidakpercayaan” yang tidak menguntungkan “baik Otoritas Cina maupun Gereja Katolik di Cina. ” Paus Benediktus XVI sendiri, kata Parolin, menyetujui “draf kesepakatan tentang pengangkatan para uskup di Cina,” yang baru ditandatangani tahun 2018.

Kardinal Parolin mengklarifikasi posisi Tahta Suci dengan sekali lagi menolak bacaan bersifat politik dari kesepakatan yang murni pastoral. “Telah muncul beberapa kesalahpahaman,” kata kardinal itu. Beberapa di antaranya, jelas kardinal, dari hubungan tujuan-tujuan itu dengan Perjanjian Sementara yang tidak berlaku untuk itu; yang lainnya, dari hubungan Perjanjian itu dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Gereja di Cina yang asing bagi Perjanjian itu, atau dengan masalah-masalah politik yang tidak ada hubungannya dengan Perjanjian itu.

“Saya ingatkan sekali lagi bahwa Perjanjian 22 September 2018 itu hanya menyangkut pengangkatan para uskup,” kata Kardinal Parolin.

Sekretaris Negara itu mengakui “adanya banyak masalah lain yang berkaitan dengan kehidupan Gereja Katolik di Cina. Tapi belum bisa menangani semuanya bersama-sama,” kata kardinal. “Kami tahu bahwa jalan menuju normalisasi penuh masih akan panjang, seperti yang diramalkan oleh Paus Benediktus XVI tahun 2007. Namun, persoalan pengangkatan para uskup sangatlah penting. Faktanya, persoalan itu yang menyebabkan Gereja Katolik di Cina paling menderita dalam enam puluh tahun terakhir.”

“Untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade,” kata Kardinal Parolin, “hari ini semua Uskup di Cina berada dalam persekutuan dengan Uskup Roma.” Yang tahu sejarah Gereja di Cina, lanjut kardinal itu, “tahu betapa pentingnya semua uskup China berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja universal.”

Hingga dua tahun lalu, selalu terbuka kemungkinan tahbisan-tahbisan baru yang tidak sah. Karena itu, Sekretaris Negara itu menekankan, perlulah “menghadapi dan menyelesaikan masalah peka ini secara definitif” dengan kesepakatan yang bertujuan “membantu Gereja-Gereja lokal menikmati kebebasan, otonomi dan organisasi lebih besar, sehingga mereka bisa mengabdikan diri untuk misi pewartaan Injil dan berkontribusi pada perkembangan integral pribadi dan masyarakat.”

Seraya menekankan bahwa Perjanjian Sementara itu hanyalah “titik awal”, Kardinal Parolin mencatat bahwa bagaimanapun, “dalam dua tahun ini,” dia telah melihat “tanda-tanda bertumbuhnya kedekatan di antara umat Katolik Cina, yang telah lama terpecah belah dalam banyak masalah.” Ini penting, kata kardinal, karena justru dengan cara khusus Paus kepada umat Katolik di Cina “komitmen untuk menjalani semangat rekonsiliasi otentik di antara saudara dan saudari, dan membuat gerakan konkret yang membantu mengatasi kesalahpahaman masa lalu, bahkan di masa yang baru berlalu. Dengan cara ini umat beriman, umat Katolik di Cina, akan bisa memberi kesaksian tentang iman mereka, cinta yang tulus, dan juga membuka diri untuk dialog dengan semua orang dan meningkatkan perdamaian.”(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version