Santa Maria Magdalena adalah tokoh kontroversial karena perbedaan penafsiran. Khotbah Paus Gregorius Agung yang mengasosiasikan dia sebagai pelacur menimbulkan banyak pendapat sejak abad kelima. Namanya baru diperbaiki lewat penelitian Kitab Suci setelah Konsili Vatikan II, dan Ordo Dominikan memilihnya sebagai pelindung.
Studi online Persaudaraan Dominikan Awam (PDA) se-Indonesia bertema “Mengenal Pelindung Ordo Praedicatorum (Pewarta, Dominikan, OP) yang dilaksanakan di Surabaya, 22 Juli 2020, dengan aplikasi YouTube jadi sarana untuk menggali bagaimana Maria Magdalena bisa jadi pelindung Ordo dan semangat apa yang diwariskan kepada para imam, bruder, frater, suster dan awam Dominikan.
Pembicara studi yang dibuka oleh Presiden PDA Chapter Thomas Aquinas Surabaya Welem Hemfri Elim Kusuma OP adalah Pembina PDA Chapter Surabaya Pastor Joseto Bernadas Jr OP, Suster Maria Teresa OP, Frater Robertus Silveriano OP, dan anggota PDA Surabaya Yovita Imelda Yunita Kusumadewi (Lie Yin) OP. Florensia Jab OP dari PDA Surabaya memoderatori studi dengan 406 pemirsa.
“Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka” (Lukas 8:1-3).
Berdasarkan itu, banyak orang menyebut Maria Magdalena pendosa, apalagi kemasukan tujuh roh jahat. “Tapi, banyak juga mengatakan dia benar-benar suci, orang kudus, kerasukan roh jahat karena penyakit epilepsi, dan bagaimana pelacur melayani para rasul dengan uang,” kata Pastor Joseto Bernadas Jr OP.
Kalau benar pendosa lalu bertobat, merubah arah hidup dan jadi pewarta, itu menambah nilai, tegas imam Filipina itu. Bahkan, Maria Magdalena menemani Yesus bukan hanya saat Yesus hidup tapi saat meninggal, seperti ditulis dalam Yoh 19: 25, “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.”
Berarti, “dia sangat setia kepada Yesus, bahkan sampai Yesus bangkit. Di situ mulai ada koneksi dengan Ordo, karena Markus 16: 9-10 mengatakan,”Setelah Yesus bangkit pagi-pagi pada hari pertama minggu itu, Ia mula-mula menampakkan diri-Nya kepada Maria Magdalena. Dari padanya Yesus pernah mengusir tujuh setan. Lalu perempuan itu pergi memberitahukannya kepada mereka yang selalu mengiringi Yesus, dan yang pada waktu itu sedang berkabung dan menangis.”
Jadi, lanjut imam itu, “Ternyata Maria Magdalena saksi nyata kebangkitan Yesus. Bukan hanya saksi, tetapi disuruh pergi mewartakan itu. Maka, dia disebut ‘rasulnya para rasul’ atau ‘pewarta kepada para rasul’, karena dia mewartakan pesan “Kebangkitan Yesus” bukan kepada orang biasa tetapi kepada para rasul yang biasa menemani Yesus saat masih hidup.” Dia disebut pewarta luar biasa, tertinggi, terbesar, dan pesan itu bukan dia baca dari buku atau dengar dari orang lain, tapi “dia benar-benar melihat Yesus.”
Ordo Dominikan adalah Ordo Pewarta. “Itu identitas kita!” Tapi ada identitas lain. “Menjadi pewarta harus pendoa, suka berkomunitas, belajar, dan melayani. Semua ini kebiasaan Maria Magdalena. Dia pendoa, dan kalau berdoa dan bersaksi benar-benar melihat Yesus, kalau melayani dia juga pelayan, dan kalau berkomunitas, komunitasnya adalah para rasul. Maka dia dipilih sebagai pewarta dan pelindung Ordo Pewarta,” jelas Pastor Joseto.
Tapi, bukan melindungi kita untuk melawan musuh seperti Malaikat Mikael. “Dia melindungi kita supaya tidak tersesat. Bagaimana menjadi pewarta kalau bingung. Kalau mulai tersesat dan tenaga berkurang, lihat saja Maria Magdalena, dan kita akan diarahkan lagi ke jalan benar.” Bahkan ada yang mengatakan Maria Magdalena adalah ‘pewarta dan saksi’ kedua sesudah Bunda Maria. “Dia sumber dan inspirasi untuk Ordo, supaya kita benar-benar terinspirasi, bersemangat dan diarahkan ke jalur tepat,” tegasnya.
Suster Maria Teresa OP baru tahu bahwa Maria Magdalena adalah pelindung Ordo Pewarta setelah tujuh tahun menjadi suster. “Bisa jadi karena keterbatasan saya!” Tetapi ketika tahu itu, “saya langsung mencari sumber dan alasannya.” Dan ternyata, “tiga hal yang saya hidupi dalam hidup membiara sama dengan orang kudus itu, pemberani, setia, penuh cinta kasih.”
Menurut suster, “orang berani, pasti setia, kesetiaan membuatnya semakin memahami dan berani melakukan yang baik, dan kesetiaan tidak mungkin terjadi kalau tidak ada cinta kasih. Orang yang setia pasti penuh cinta kasih. Dan saya melihat keutamaan luar biasa itu dalam dirinya. Kerapuhannya adalah juga kerapuhan saya, namun ketiga hal dalam diri Maria Magdalena itu menginsirasi saya.”
Suster itu tertantang, “Kalau Maria Magdalena yang dibebaskan dari tujuh roh jahat, dan dikatakan pendosa, bisa mengambil keputusan penuh keberanian untuk melakukan hal baik, mengapa saya tidak?” Suster yakin bisa “kalau saya memohon dengan segala upaya dan keterbukaan” membebaskan diri “dari pingin enak,” serta “ego” dan “kenyamanan.” Ketidaktahuan tentang santa itu sebagai pelindung Ordo, “menuntun saya mengenali diri dan mengikuti nilai-nilainya yang melindungi saya agar tidak melenceng.”
Bagi Frater Robertus Silveriano OP, Maria Magdalena adalah inspirator pribadinya dengan empat spesifikasinya, disembuhkan dari tujuh roh jahat, yang mengikuti Yesus, saksi penyaliban, dan orang pertama yang diberi kabar tentang kebangkitan.
“Kita juga pengikut Yesus dalam jalan panggilan sebagai anggota OP, entah biarawan, biarawati dan awam. Motivasi kita mengikuti Yesus pasti beragam, jubah lucu, rosario panjang, khotbah bagus, diajak teman, tambah OP di belakang nama, dan banyak lagi. Semua boleh-boleh saja. Namun dalam formasi sebagai Dominikan semua berproses lewat peristiwa salib. Dan, itu yang dialami Maria Magdalena,” cerita Frater Veri.
Persoalannya, bagaimana reaksi kita di hadapan salib atau penderitaan, misalnya komunitas tidak sempurna, cacat celah, banyak disakiti. “Di situlah salib kita. Apakah kita tetap berdiri di bawah kayu salib?” Maria Magdalena adalah salah satu yang memilih diam di bawah kayu salib, merangkul realitas salib. “Apakah kita bersedia dimurnikan dalam salib-salib yang kita terima dalam hidup Dominikan?” tanya frater mengenang belajar yang bikin nangis, skripsi berdarah-darah, dan cekcok dalam komunitas. “Semakin lama semakin banyak cekcok. Tapi karena sering cekcok, maka kita pintar khotbah!”
Hidup doa tidak selalu menyenangkan, karena kadang harus berdoa saat tidak mau berdoa, atau di saat kering. “Ini juga salib!” kata Frater Veri yang bertanya, “bagaimana bisa mewawartakan apa tidak mau kita miliki?” Mungkin tidak suka mengurus ini dan itu “tetapi saya dipaksa dan karena ketaatan saya ikut.”
“Salib memurnikan kita,” tegas frater yang melihat kisah hidup indah Maria Magdalena saat ditanya oleh Yesus, “Siapa yang kamu cari?” Dia menjawab, “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Lalu kata Yesus, “Maria!” Di situ Maria tergerak, terkejut dan mengenali orang di hadapannya sebagai, “Rabuni!” (Guru).
Maria Magdalena mengenal Yesus saat Yesus memanggil dia dengan namanya. “Semoga ini jadi pengharapan kita bahwa suatu saat nanti, semakin lama kita bertumbuh dan berproses dalam hidup Dominikan, kita dimurnikan dan menemukan bahwa Tuhan memanggil kita supaya tinggal di komunitas ini, dalam spiritualitas keluarga Dominikan, sehingga tidak ada alasan lain selain melakukan yang Tuhan perintahkan.” Dalam panggilan sebagai Dominikan, lanjut frater, “Tuhan memanggil kita dengan nama kita masing-masing. Dan inilah cinta Tuhan, dan kita diajak mencintai Tuhan sebagai balasannya.”
Bacaan-bacaan hari itu yang semuanya tentang cinta, “mendorong kita memahami cara menghidupi cinta dalam panggilan kita,” kata Frater Veri seraya mengutip perkataan Santo Agustinus bahwa seseorang yang mencintai Yesus tidak dapat mencintai dosa.
“Ajakan menghidupi cinta dalam panggilan masing-masing sebagai Dominikan dan umat Kristiani adalah bertumbuh dalam cinta. Caranya, pertama dan terutama, pertobatan terus-menerus sehingga kita menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, sebagai ungkapan cinta kita kepada Tuhan,” demikian Frater Veri yang baru menyelesaikan kuliah filsafatnya.
Sebagai Dominikan Awam, Lie Yin OP terkejut membaca tentang Maria Magdalena. “Ternyata dia luar biasa. Tak heran dia jadi pelindung Ordo!” Bayangkan, sebagai pendosa dia terus ikuti Yesus sampai di salib bahkan di kubur. “Kalau saya pribadi melihat pendosa, saya berusaha tidak dekat orang itu, apalagi Maria Magdalena yang sampai dirasuki 7 (angka sempurna) roh jahat, semua yang jelek numpuk di dia.” Tapi Yesus memperlakukannya dengan sangat luar biasa.
Semua orang hidup ada tujuannya, dan tujuan kita, surga. “Tuhan minta kita mengikuti dia, dan Maria Magdalena telah mengikuti Dia, hidup, mati, dan bangkit.Apa saya bisa?” Anggota PDA yang sudah kaul kekal itu percaya, semua “senang dan tidak senang” bahkan semua “cekcok” harus dijalani, “kalau kita ingin dapat goal, surga!”
Sebagai pegiat Kerasulan Keluarga, dia bercerita tentang remaja putri yang “salah jalan” dan “hamil di luar nikah.” Cowoknya tidak mau menikahinya. Keluarga cowok mendukung. Maka, seluruh anggota keluarga putri “bingung” dan memilih “menggugurkan kandungan.” Tapi, seorang bibi mengajak dia rekoleksi. Di sana puteri itu menerima “panggilan” dan “masukan dari para suster” bahwa bayi dalam kandungannya tidak berdosa dan adalah berkat dan rahmat. Puteri itu pun mengambil resiko dan “dengan cinta mempertahankan bayi dalam kandungan.” Kemudian dia mendapat suami yang mau menerima keadaan dirinya. Kini mereka hidup bahagia dan jadi berkat bagi semua anggota keluarga dan sesama.(PEN@ Katolik/paul c pati)