Misionaris Maryknoll Pastor Robert FX Astorino, yang memelopori penyebaran media gereja di Asia, meninggal di rumah sakit New York, Kamis, 25 Juni 2020. Dia berusia 77 tahun. Berita itu dikonfirmasi oleh saudara perempuan imam itu, Jeanette Astorino Fitch. “Saya mohon doa untuk saya dan keluarga saya,” katanya dalam sebuah posting di media sosial.
Pastor Astorino lahir di New York 27 Mei 1943. Tahun 1970, ia ditahbiskan imam di lembaga misionaris Maryknoll dan dikirim ke Hong Kong tahun berikutnya untuk bekerja dengan orang-orang muda, yang sebagian besar anak-anak pengungsi dari Tiongkok.
Pastor lulusan sosiologi dari Fordham University dan jurnalisme dari Columbia University itu terlibat dalam komunikasi sosial tahun 1974. Ia bantu meluncurkan Kantor Komunikasi Sosial Katolik Hong Kong dan menjadi asisten direkturnya sambil membantu organisasi-organisasi media Katolik internasional mendapatkan pijakan di wilayah tersebut.
Dari 1975 hingga 1977, Pastor Astorino mengajar jurnalisme di The Chinese University of Hong Kong sambil secara aktif membantu pekerjaan Asosiasi Pers Katolik Asia Timur.
Karena percaya bahwa Gereja Asia harus berkomunikasi dengan dunia melalui wartawan-wartawan Asia, pastor itu meluncurkan Kantor Berita Gereja Katolik Asia dengan nama Union of Catholic Asian News (UCAN) di tahun 1979.
Untuk mewujudkan visinya tentang organisasi media Katolik yang profesional, Pastor Astorino yang dikenal dengan panggilan “Father (Pastor) Bob,” mengabdikan waktunya untuk melatih kaum muda Asia untuk menjadi jurnalis.
(Catatan redaksi, Father Bob beberapa kali datang ke Indonesia untuk mencari wartawan dan mendidik para wartawan UCAN di Jakarta serta mendirikan kantor UCAN di Indonesia. Orang-orang yang pernah menerima pelatihannya juga kini bekerja di berbagai media di Indonesia, termasuk media ini. Red)
“Dia seorang pelopor pada masanya,” kata Chainarong Monthienvichienchai, mantan ketua UCAN. “Dia memberikan kepemimpinan dan inspirasi yang luar biasa kepada UCAN selama masa perubahan besar,” katanya.
Monthienvichienchai mengatakan bahwa di bawah kepemimpinan imam itu, mereka yang menulis untuk UCAN termotivasi “bukan semata-mata karena keuntungan finansial atau profesional, tetapi oleh rasa misi yang begitu jelas menjadi fokus kehidupan [Pastor Astorino] sendiri.”
“Saya berharap kepergiannya akan menjadi pengingat bagi mereka yang bekerja di media hari ini untuk berani menghadapi perubahan seperti dia ketika kita bergerak maju melalui periode yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah dunia ini,” kata mantan pejabat UCAN itu.
Banyak dari orang-orang yang pernah mengikuti pelatihan jurnalistik di bawah Pastor Astorino kemudian menjadi profesional media terkemuka tidak hanya di Gereja di Asia tetapi bahkan di media sekuler.
“Sebagai pelatih yang terampil, dia mengajar orang cara melihat, mendengarkan, dan merasakan segalanya … dan mengucapkannya dengan baik dan efektif,” tulis Rock Ronald Rozario, seorang jurnalis dari Bangladesh.
“Dia membuat kesan abadi pada hidupku…. Dia figur yang sederhana, suci, dan kebapakan bagi semua yang bertemu dan menghubunginya,” kata jurnalis itu menghormati imam itu. Rozario mengatakan, Pastor Astorino “mendorong orang-orang untuk berkomitmen pada kebenaran dan melihat hal-hal luar biasa dalam hal-hal biasa.”
“Ketika Anda mengubah cara Anda memandang sesuatu, hal-hal yang Anda lihat berubah,” kenang Rozario seraya menambahkan, “Saya ingat bagaimana dia melatih kami untuk mencintai dan melihat hal-hal baik pada orang non-Kristen, terutama Muslim.” “Pastor Bob adalah karunia untuk Gereja di Asia dan dunia,” lanjutnya.
Imam itu adalah penasihat Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial. Tahun 1998, ia menerima “Bishop John England Award” dari Asosiasi Pers Katolik Amerika Serikat dan Kanada untuk kontribusinya dalam pembelaan hak mempraktikkan agama di wilayah itu.(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan Jose Torres Jr./LICAS.news)