Home KEGEREJAAN Pelayanan jadi kata kunci ‘sapa virtual’ Dubes RI untuk Tahta Suci jelang...

Pelayanan jadi kata kunci ‘sapa virtual’ Dubes RI untuk Tahta Suci jelang berakhir masa tugas

0
Dubes RI untuk Tahta Suci Agus Sriyono mohon pakit kepada rohaniwan-rohaniwati di Italia @ KBRI untuk Tahta Suci Vatikan
Dubes RI untuk Tahta Suci Agus Sriyono mohon pakit kepada rohaniwan-rohaniwati di Italia @ KBRI untuk Tahta Suci Vatikan

Pelayanan menjadi target ucapan terima kasih para imam, suster dan frater, di Italia, khususnya regio Toscana, Umbria, Marche, dan Lazio, terhadap Dubes RI untuk Tahta Suci Agus Sriyono dalam acara “sapa virtual” 6 Juni 2020, yang diselenggarakan kantornya menjelang berakhirnya masa tugasnya.

Dalam pembicaraan dengan PEN@ Katolik setelah program Zoom Meeting, Agus Sriyono yang akan kembali ke Indonesia 1 Juli 2020 setelah empat tahun setengah bertugas membenarkan, “pelayanan adalah kata kunci tugas saya yang terinspirasi dari Injil, sebagaimana Kristus yang datang ke dunia untuk melayani dan tidak untuk dilayani.”

Dengan pelayanan tanpa menuntut imbalan, atau pelayanan tanpa pamrih, Agus Sriyono mengaku mendapatkan hasil terbaik yakni, “menguatnya rasa kekeluargaan dan ikatan persaudaraan antara kami (saya dan istri) dengan para rohaniwan-rohaniwati dari berbagai daerah atau suku di Indonesia.”

Dalam segala pelayanan, misalnya surat ijin, penandatanganan ijazah, paspor, dan visa bermasalah, “kami bantu dan secepat mungkin selesaikan tanpa minta satu Euro pun.” Itu tentu untuk hal tidak resmi, “kalau resmi, misalnya bikin paspor tentu harus bayar pada negara.” Tapi, “saya katakan kepada teman-teman di sini, jangan pernah minta, no way! Kami melayani bukan untuk mendapatkan uang. Itu tugas kami.”

Bahkan Dubes Sriyono berjanji, dalam pertemuan dengan moderator, Ferdien, yang juga dia pegawai kedutaan itu, akan meminta penerusnya menerapkan hal sama dan meningkatkan frekuensi pertemuan dengan rohaniwan-rohaniwati “mengingat saya belum mampu menjangkau semua.” Pandemi Covid-19, jelasnya, adalah salah satu alasannya.

Namun, pertemuan, kunjungan, bantuan memecahkan persoalan membuat Dubes Sriyono dekat dengan rohaniwan-rohaniwati. Lebih dari itu, ia mengaku kedekatan itu “karena kami mencintai mereka dan menghargai pilihan hidup membiara yang tentu tidak mudah.”

Baru kali ini dubes dekat dengan biarawan-biarawati, maka kami merasa mereka orangtua kami, bapa dan ibu pengganti orangtua kami.” Demikian komentar seorang imam yang sudah mengalami masa jabatan tiga Dubes RI untuk Tahta Suci. “Ya, Dubes Sriyono dan istri telah menjadi “kebanggaan” dan “orang tua kami sendiri,” lanjut seorang suster.

Semua kesan memberi penghargaan dan terima kasih atas “pelayanan” Agus Sriyono bersama istri, yang pada acara itu sering disapa “papa-mama.” Pelayanan langsung untuk selesaikan masalah, pelayanan di luar jam kerja, pelayanan spiritual dan pribadi bukan sekedar profesional, pelayanan sederhana, pelayanan penuh senyum, dan pelayanan penuh cinta, juga terucap. Dubes Sriyono, menurut seorang suster, “sudah lebih dari prodiakon” maka kado yang diberikan tidak ada, “hanyalah doa.”

Dalam pengantar, Dubes Sriyono yang akan bertugas hingga 30 Juni mengatakan “doakan semoga tes saya sebagai prodiakon di paroki lulus, dan kalau lulus tentunya akan menjadi pelayan seperti para romo, karena menjadi prodiakon itu adalah cita-cita saya.” Dan kepada PEN@ Katolik, dikatakan “Belum tahu persis apa yang akan dilakukan setelah tugas sebagai dubes selesai. Prodiakon hanya salah satu opsi,” tegasnya.

Menurut informasi, jumlah rohaniwan-rohaniwati Indonesia di Italia saat ini sekitar 1600 orang, termasuk yang belajar. “Puji Tuhan, dari 1600, saya dan ibu selama empat setengah tahun sudah berkunjung di hampir 80 kongregasi atau tarekat. Ini membesarkan hati kami. Sebagai pelayan Tuhan dan sebagai pelayanan bangsa dan negara saya sempat bertemu para imam, suster, bruder dan frater sekalian.”

Dalam kunjungan, lanjutnya, “saya bersedia mendengarkan aspirasi, keluh kesah, dan berita baik serta mencoba mencari solusi jika ada permasalahan di kongregasi.” Satu satu cerita yang tak pernah dilupakan adalah ketika diundang ke suatu kota dengan perjalanan mobil tiga dari Roma. “Di sana kami bertemu 20 suster Indonesia yang bermasalah dengan pimpinannya. Kita duduk bersama sampai pukul dua malam,” ceritanya.

“Yang tak bisa saya lupakan, pertama, suster yang perlu sharing bersedia menghubungi saya; kedua, ketika saya menelpon pimpinan kongregasi, dia tidak mau menerima, tetapi setelah tekan tiga empat kali, akhirnya dia mau menerima saya dan kami membuka diri mencari solusi terhadap 20 suster itu. Puji Tuhan, sampai hari ini suasana lebih baik dan masalah bisa terselesaikan,” jelas Dubes Sriyono.

Sriyono membuat “Indonesia terasa tidak jauh” bagi imam, suster, frater, bruder di Italia, karena pelayanan dan kunjungannya “ada senyum Indonesia.“ Tapi, “ketika keinginan untuk masih membuat cerita baru tumbuh tapi tugas dan kewajiban memanggil, maka semua harus ditinggalkan,” kisah seorang imam. “Ke Jakarta aku ‘kan kembali,” dia bernyanyi dan berkata “tunggu kami juga di Jakarta.”

Ternyata, ada suster akan pulang dan ada suster mau berlibur di Jakarta. Mereka ingin tahu apakah bisa bersama Sriyono bertemu Paus Fransiskus di Jakarta. Kepada mereka Dubes Sriyono mengatakan, “Ketika, tanggal 9 Mei, saya pamit kepada Paus Fransiskus, saya menanyakan kepada beliau, ‘apakah Bapa Suci masih berkeinginan ke Indonesia?’ Dengan senyum yang tulus beliau mengatakan di depan saya, ‘Ya, saya ingin tetap ke Indonesia, jika suasana nanti sudah membaik. Saya ingin ke Indonesia.” Doakan semuanya, pinta Dubes Sriyono. “Semoga tahun depan.”(PEN@ Katolik/paul c pati)

Dubes Sriyono sedang menjelaskan bahwa Paus Fransiskus masih ingin berkunjung ke Indonesia @ KBRI ungtuk Tahta Suci Vatikan
Dubes Sriyono ketika pamit kepada Paus Fransiskus

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version