“Paroki-paroki di pedalaman dan pegunungan hendaknya lihat situasi. Umat bisa berkumpul di gereja seperti biasa kalau tidak ada orang yang tiba dari tempat lain dalam empat belas hari terakhir dan tidak menjalani periode isolasi diri di rumahnya.”
Ketetapan itu dikeluarkan oleh Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM dalam Penetapan untuk Perayaan Misa dan Ibadat Sabda Hari Minggu, 22 Maret 2020. Namun ketetapan itu berlaku sampai 4 April, dan akan ditinjau kembali kalau otoritas menetapkan status lebih tinggi daripada status darurat seperti sekarang ini, tulis uskup itu.
Sementara untuk paroki-paroki kota yang bisa mengusahakan sarana siaran langsung (live streaming), uskup itu minta agar mereka mengusahakannya dan mengumumkan jam dan cara menangkap siaran “agar sebanyak mungkin orang bisa ikut dari rumah.”
Seperti halnya di keuskupan lain, Misa Minggu dan Ibadat Sabda bersama umat di gereja sudah ditiadakan dan umat diminta tinggal di rumah dan berdoa bersama sekeluarga, dengan mengikuti tata ibadat sabda yang ada dalam Madah Bakti atau buku-buku liturgi lainnya. “Bapak atau ibu hendaknya memimpin ibadat atau doa bersama itu,” tulis uskup.
Dalam ketetapan itu Mgr Laba Ladjar belum menulis tentang liturgi Pekan Suci. “Kalau suasana dianggap belum normal, maka akan kita lihat bagaimana cara kita merayakan Pekan Suci, Tri Hari Suci dan Paskah,” tulis Uskup Jayapura itu.
Sebelumnya, dalam surat 16 Maret, Mgr Laba Ladjar minta umatnya mengikuti petunjuk-petunjuk Pemerintah untuk membendung dan menangani dampak virus corona. “Jangan bersikap masa bodoh dan hanya mengeluh serta mengeritik Pemerintah yang dianggap lamban dan sebagainya,” minta uskup.
Uskup bahan minta umat untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat. “Kebersihan tubuh, rumah dan lingkungan hidup pasti bisa menghambat virus itu untuk masuk ke tubuh kita sendiri dan tubuh orang lain. Makanan yang sehat dan irama hidup yang tertib meningkatkan kekebalan tubuh kita sehingga mampu menolak virus corona,” tulis uskup.
Uskup juga berharap agar salam damai diungkapkan dengan ungkapan keramahan lainnya, serta memperhatikan etiket umum waktu berada dan berbicara dengan orang lain, misalnya agar air liur atau cairan flu tidak menyembur ke orang lain. “Penggunaan masker dan saputangan untuk menutup mulut waktu bicara dan bersin pasti tidak melanggar sopan-santun dalam situasi kini,” tulis uskup.
Uskup Jayapura juga minta umat untuk menghindari pertemuan dan perkumpulan dengan orang banyak, dan tidak bepergian ke tempat yang sudah terjangkit corona. “Perkumpulan untuk Misa dan ibadat lainnya tetap kita jalankan sambil memantau situasi dan mendengarkan petunjuk dari Pemerintah. Tetapi mereka yang merasa kurang sehat dengan gejala yang mencurigakan sebaiknya berdoa di rumah saja dan tidak harus ke gereja,” tegas Mgr Laba Ladjar.
Tapi, uskup menegaskan, agar perhatian kepada virus corona dan cara-cara membendung serta menanganinya “jangan sampai membuat kita lupa bahwa ada virus lain yang masih merupakan ancaman serius, misalnya HIV, Demam Berdarah, dan Malaria. Demam berdarah, 12 Maret, sudah ada 17.820 kasus dengan kematian 104. Malaria masih endemi, terus bercokol di daerah-daerah kita. HIV-AIDs Papua masih nomor atas.”
Cara mencegah dan mengatasinya, menurut uskup, sudah berulang kali disosialisasikan. “Tapi semuanya masih mewabah. Maka perlu perbarui lagi tekad untuk membendungnya: kebersihan rumah dan lingkungan dari sampah dan genangan air agar nyamuk tidak bersarang dan berkembang; jauhkan diri dari pergaulan bebas yang membawa ke pelanggaran moral dan pencemaran kekudusan tubuh.”
Puasa dan pantang dalam masa tobat ini, tegas Mgr Laba Ladjar, “adalah saat berahmat untuk melatih diri dalam kesucian dan kekudusan.” Menurut uskup itu, ada jenis virus yang hanya bisa dikalahkan dengan puasa dan doa.”(PEN@ Katolik/Abdon Bisei)