“Rantai kekerasan yang kadang melembaga serta mentradisi adalah kegagalan dan kerapuhan kita. Sudah saatnya kita saling berjabatan tangan, berhadapan muka dan berpeluk erat dalam semangat kasih.”
Uskup Maumere Mgr Edwaldus Martinus Sedu Pr mengatakan hal itu dalam Misa di Kapela Seminari Bunda Segala Bangsa (BSB) Maumere, 5 Maret 2020. Pemimpin Seminari BSB Pastor Deodatus Du’u Pr, kepala SMP Seminari BSB Pastor Felix Dari Pr, Kepala SMA Seminari BSB Pastor Raymond Minggu Pr, Bapak Asrama SMP Seminari Pastor Frem Maget OCarm, Bapak Asrama SMA Seminari Pastor Agustinus Pitang Pr dan Ketua Yayasan Persekolahan Umat Katolik Pastor Domi Dange Pr menjadi konseleban Misa itu.
Di hadapan orang tua dari 77 peserta didik korban kasus 19 Pebruari 2020, perwakilan pemerintahan dari kelurahan hingga Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Sikka, Polres Sikka, Kodim 1603 Sikka, dan undangan, Mgr Edwal mengatakan, sebagai pribadi dan lembaga pasti pernah dan akan jatuh dalam kelemahan, kerapuhan dan kegagalan, “namun dalam semangat iman kita semua terpanggil untuk terus melangkah maju dengan kepala tegak dan berani mengakui kelemahan dan kerapuhan.”
Harapan uskup itu ditanggapi dengan doa rekonsiliasi di depan patung Bunda Maria oleh wakil orang tua, korban, pelaku, guru dan pendamping dengan lilin bernyala di tangan, serta pembacaan surat pernyataan oleh wakil orang tua bahwa orang tua murid kelas VII yang anaknya menjadi korban dan orang tua kelas XII sepakat menuntaskan kasus itu secara kekeluargaan dan tidak akan menuntut secara hukum.
Pihak orang tua juga meminta agar proses pemurnian batin korban melalui pola asah, asuh, asih, dan agar pendidikan seminari tidak lagi mengangkat kakak kelas sebagai socius baik di asrama maupun di sekolah.
Menurut Ketua Komisi Pendidikan KWI itu, lembaga pendidikan hendaknya mewartakan cinta kasih injil sebagaimana diamanatkan oleh visi misi Komisi Pendidikan KWI. “Sebuah kritikan yang amat pedas pasti datang pada monolitik kecerdasan yang kaku dan ketegasan yang menekan dan masuk dalam lingkaran agresi diri yang tidak terkontrol.”
Maka, lanjut mantan pemimpin Seminari Tinggi Ritapiret itu, “Lembaga pendidikan seperti seminari hendaknya terus-menerus melakukan hari refleksi bersama atas dokumen-dokumen Gereja, mulai dari para pendamping di seminari maupun guru-guru di sekolah. Sharing Kitab Suci dan sharing ajaran Paus Fransiskus menjadi sangat penting untuk lembaga sebesar ini.”
Uskup Edwal juga mengajak dalam semangat pembaharuan sejati untuk menjadi murid Yesus dengan hati penuh sukacita injili. Marilah belajar untuk senantiasa mengampuni dan belajar dari kesalahan. “Hanya hati yang terbuka dan rahim sajalah yang sanggup mengampuni serentak mampu mengakui segala kesalahan, kekurangan, kegagalan dan kejatuhan dalam hidup,” tegas uskup.
Tanggal 19 Februari 2020, dua siswa kelas XII yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan unit kelas VII menemukan kotoran manusia yang dimasukkan dalam kantong plastik dan disembunyikan di sebuah lemari kosong. Karena semua siswa kelas VII tidak mengakuinya, akhirnya karena marah salah seorang kakak kelas mengambil kotoran itu dengan senduk makan lalu menyentuhkannya pada bibir atau lidah para siswa kelas VII.
Peristiwa itu, menurut Pastor Deodatus Du’u Pr, “kami sadari sebagai tantangan sekaligus berkat bagi lembaga ini untuk berbenah diri membangun kebersamaan baru menuju cita-cita pendidikan yang lebih baik.” (PEN@ Katolik/Yuven Fernandez)
Artikel Terkait:
DPRD Sikka datangi seminari Maumere untuk tahu duduk persoalan makan feses