Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) ada untuk menjadi sarana Gereja dalam kaitannya dengan pewartaan. Jadi pewartaan tidak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan terhadap orang-orang yang diperlakukan secara tidak adil. Sementara bidang-bidang perhatian Komisi PSE sendiri banyak, pendidikan, pengembangan sosial ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat memanfaatkan sumber daya alam.
Ketua Komisi PSE Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Samuel Oton Sidin OFMCap mengatakan hal itu dalam wawancara dengan PEN@ Katolik saat Pertemuan Komisi PSE se-Regio Papua, yakni Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Agats, Keuskupan Jayapura, Keuskupan Timika dan Keuskupan Manokwari-Sorong di Merauke, 25-28 Februari 2019.
Pertemuan itu dihadiri juga oleh Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI Pastor Ewaldus Pr serta ketua Komisi PSE masing-masing keuskupan, Pastor Miller Senduk MSC (Merauke), Beny Meo (Timika), Pastor Lewi Iboni OSA (Manokwari-Sorong), Pastor Roni Guntur SVD (Jayapura), Aji Sayekti (Agats) dan para anggota dari masing-masing keuskupan.
Dalam wawancara di Rumah Bina Pankat, Merauke, tempat pertemuan itu dilaksanakan, Mgr Oton Sidin menegaskan, yang dilakukan PSE adalah “pewartaan melalui perbuatan konkrit.” Dalam setiap kegiatan PSE, lanjut Uskup Sintang itu, selalu diberikan penjelasan dengan nuansa kateketis, “sehingga selain memperoleh manfaat jasmani, umat memperoleh manfaat rohani, dua hal yang harus berjalan seimbang.”
Melalui PSE, lanjut uskup, Gereja “berupaya, tentu yang utama untuk umat Katolik, tetapi juga untuk banyak orang. Contohnya, Gereja mendirikan Credit Union, tetapi yang menjadi anggotanya juga orang non-Katolik.”
Dalam pertemuan di Merauke itu, kata Mgr Oton Sidin, dibicarakan beberapa program yang akan dilaksanakan oleh Komisi PSE di setiap keuskupan dalam waktu dekat. “Ada dua program yang disusun dalam pertemuan ini, yaitu kaderisasi dan pemanfaatan dana di dalam Gereja seperti dana Aksi Puasa Pembangunan (APP). Ini tentu ada kaitannya dengan tema APP tahun ini, yaitu “Pembangunan Ekonomi yang Bermartabat,” meskipun tidak dibicarakan secara langsung.(PEN@ Katolik/Yakobus Maturbongs)