Perpecahan umat Kristiani terjadi sejak zaman Rasul Paulus karena alasan-alasan duniawi. Sikap tidak bersatu dalam Gereja terjadi hingga Gereja Reformasi. Ada yang mengklaim dirinya golongan Martin Luther, ada yang mengklaim dirinya golongan Calvin dan sebagainya. Perpecahan ini berdampak juga ketika penyebaran Injil dari wilayah Belanda ke tanah Papua. Untuk Misi (Katolik) wilayah penyebaran Injilnya di wilayah Selatan dan pegunungan, untuk Zending (Protestan) wilayahnya di daerah Utara dan Pantai. Tujuan pembagian wilayah ini agar tidak terjadi perpecahan dalam kekristenan di Papua.
Sejarah itu diungkapkan Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM dalam Misa Pemberkatan Gereja Stasi Santo Agustinus Entrop yang merupakan bagian dari Paroki Santo Petrus dan Paulus Argapura, Jayapura, 26 Januari 2020.
Namun, menurut Mgr Laba Ladjar, sejarah itu memicu kelompok-kelompok Kristen untuk mengklaim masing-masing sebagai kelompok benar dan yang lain musuh. “Hal ini bertentangan dengan Misi Kristus. Misi Kristus ialah agar semua umat bersatu. Karena itu, umat harus menjaga kesatuan dan kerukunan di komunitas Kristiani dan membangun kesatuan dengan umat yang beragama lain,” minta uskup.
Dalam melaksanakan tugas pewartaan Injil, lanjut Uskup Jayapura, Yesus memilih 12 rasul mewakili 12 suku bangsa Israel “dengan tujuan memelihara kesatuan,” dan saat ini “agar umat melihat, percaya, memelihara kesatuan dan kerukunan serta kedamaian.”
Itulah iman kita, tegas uskup. “Iman yang diajarkan Yesus yaitu kesatuan, kerukunan, dan bersaudara. Dengan demikian kita jadi satu yang disebut Gereja. Gereja yang dipahami sebagai bangunan harus dipahami juga sebagai Umat Allah. Karena itu, umat Stasi Entrop yang telah membangun gereja ini tetap bersatu. Sebab, situasi saat ini adalah situasi penuh perpecahan dan konflik,” kata Mgr Laba Ladjar.
Di tempat lain, kata uskup, ada pembangunan gereja belum selesai karena percekcokan, entah antara panitia pembangunan dengan pastor paroki, atau antara panitia dengan umat. Maka, uskup berharap “kesatuan yang dibangun umat sejak awal pembangunan gereja dipertahankan, bukan hanya kesatuan untuk pembangunan gereja secara fisik tetapi juga kesatuan untuk pembangunan secara rohani.”
Sebelum Misa, gereja itu diresmikan oleh Walikota Jayapura Benhur Tomi Mano dengan pengguntingan pita dan penyerahan kunci dari panitia pembangunan kepada Uskup Jayapura dan diteruskan kepada Kepala Paroki Santo Petrus dan Paulus Argapura Pastor Paulus Tumayang Tandilintin OFM.
Gereja Stasi Santo Agustinus Entrop yang lama dibangun tahun 1997 dan diresmikan pada pesta Santo Agustinus, 28 Agustus 1997. Karena umat stasi itu makin banyak dan gedung gerejanya kecil, maka umat Entrop bersama Pastor Tumayang meminta izin kepada Uskup Jayapura untuk merenovasi gedung gereja yang lama. “Namun dalam perjalanannya, yang dilakukan bukan renovasi melainkan pembangunan gereja baru,” kata Pastor Tumayang dalam sambutannya.
Pastor Tumayang dan pengurus stasi membentuk panitia pembangunan dan gereja lama dibongkar. Batu pertama pembangunan diletakkan oleh Benhur Tomi Mano, Februari 2017. Proses pembangunan, yang berlangsung sekitar dua tahun, menghabiskan dana sekitar 4,6 milyar rupiah yang diusahakan umat dengan sumbangan wajib dari umat stasi dan penggalangan dana dari berbagai suku yang ada di Stasi Entrop serta bantuan donatur, Walikota Jayapura, dan tokoh-tokoh Katolik di pemerintahan dan swasta. Gereja baru itu berukuran panjang 28 meter dan lebar 17 meter dengan daya tampung sekitar 500 umat.
Sesudah Misa, Uskup dan Walikota menekan tombol sirene sebagai tanda resminya Gereja Entrop. Namun, umat masih mengenang homili Mgr Laba Ladjar dari Bacaan Kedua hari itu, I Kor. 1:10-13.17.
Surat itu, kata uskup, ditulis oleh Paulus untuk mengungkapkan kekecewaan dan teguran, karena umat di Korintus mengalami perpecahan. Masing-masing memiliki tokoh idola. Ada jemaat mengatakan dari golongan Apolos dan ada mengatakan dari golongan Kefas (Petrus). Ada juga mengatakan dari golongan Paulus dan ada mengatakan dari golongan Kristus.”
Maka, Uskup Jayapura bertanya seperti pertanyaan Paulus, “Apakah Kristus itu terbagi-bagi?”(PEN@ Katolik/Frater Daniel Lau OFM)