(Renungan berdasarkan Injil Hari Raya Penampakan Tuhan atau Hari Raya Epiphani, 5 Januari 2020: Matius 2:1-12)
Ketika melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka (Matius 2:10)
Perjalanan tiga orang bijak dari Timur menjadi simbol dari kerinduan terdalam manusia untuk kehidupan bermakna dan kebahagiaan sejati. Balthazar, Melchior dan Gaspar, sebagaimana disebutkan oleh tradisi, bukanlah orang Yahudi atau pun Kristiani. Dalam naskah kuno Yunani dari Injil, kata yang digunakan untuk mendeskripsikan mereka adalah ‘magos‘, yang berarti ‘seseorang dengan kekuatan magis’ atau ‘penyihir’, dan melakukan magis atau sihir adalah kejahatan di mata orang-orang Yahudi (2 Taw 33:6). Meskipun kita tidak bisa memastikan apakah mereka sungguh penyihir apa bukan, satu hal yang pasti bahwa mereka membaca tanda-tanda zaman dan mengikuti sang bintang. Karena itu, mereka sering dituduh sebagai astrolog, pembaca bintang untuk memprediksi perilaku manusia dan masa depan, hal yang dilarang banyak agama. Tapi saya berpendapat, mereka sebenarnya adalah astronom. Seperti pelaut yang menatap bintang-bintang dan berharap bintang-bintang ini akan membimbing mereka pulang, orang majus ini juga melihat bintang dan percaya bahwa mereka akan berjalan di jalan yang benar.
Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai “bangsa-bangsa lain” atau “kafir”, orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang Tuhan, dan orang-orang yang dipercaya akan binasa karena mereka jauh dari Hukum Allah. Namun, Tuhan tidak akan menutup mata-Nya terhadap mereka yang dengan tulus mencari Dia. Sungguh, tiga majus ini menjadi salah satu dari antara orang-orang pertama yang Allah pilih untuk menampakkan diri-Nya. Bersama-sama mereka adalah para gembala sederhana. Anehnya, orang-orang istimewa ini bukanlah orang Yahudi yang terpelajar, bangsawan kaya raya atau pun Raja Herodes yang agung.
Perjalanan orang-orang bijak secara tepat bisa kita anggap sebagai perziarahan karena mereka memiliki Tuhan sebagai tujuan akhir mereka. Ini bukanlah sekedar piknik untuk menyegarkan diri sendiri. Ini bukanlah wisata pendidikan untuk menambah pengetahuan. Tentunya, ini bukanlah perjalanan bisnis untuk membuat mereka kaya. Injil menyatakan, mereka mencari “Raja orang Yahudi yang baru lahir” dan berniat untuk memberi penghormatan. Namun, mengapa mereka harus memberikan hormat kepada bayi lemah ini sementara ada banyak raja yang lebih berkuasa di sekitar mereka? Hal ini karena mereka sadar bahwa Raja ini bukanlah panglima perang maupun politisi yang haus kekuasaan, tapi Raja yang akan memenuhi keinginan hati: kepenuhan hidup dan kebijaksanaan sejati. Mereka memang mencari Allah dan ini membuat mereka benar-benar bijaksana.
Jauh di lubuk hati, selalu ada kerinduan untuk kebahagiaan sejati dan kepenuhan sempurna. Tapi, kita sering seperti Herodes Agung yang mengunci diri sendiri dalam istana buatan manusia karena kita mencari jawaban dalam diri kita sendiri, dalam kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan sesaat. Hal ini hanya membawa kita pada kekosongan dan frustrasi. Perziarahan tiga orang bijak dari Timur harus menjadi perziarahan kita juga. Tiga orang majus ini memberi kita contoh otentik dengan melihat jawabannya tidak dalam diri kita sendiri tetapi hanya kepada Allah, dan hanya kepada-Nya kita dapat menemukan sukacita sejati.
Pastor Valentinus Bayuhadi Ruseno OP