“Kami anak-anak Nusantara berikrar: Setia mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, menghormati dan menyayangi orangtua, guru dan sesama dalam kebhinekaan, tekun belajar dan menjadi inspirator kedamaian di mana pun berada.”
Ikrar Anak Nusantara itu diucapkan bersama-sama dengan suara lantang di Pelabuhan Muara Djati Cirebon oleh 1865 orang yang terdiri dari 1300 pelajar Persekolahan Santa Maria Cirebon dan sisanya warga sekitar sekolah itu serta siswa-siswa Muhammadiyah dan mahasiswa-mahasiswi IAIN Kota Cirebon dalam Konser Kebhinekaan Suluh Nusantara, 14 Desember 2019.
Sekitar 2000 penonton menghadiri konser itu, termasuk Walikota Cirebon Nashrudin Azis, Wakil Walikota Cirebon Eti Herawati, Pejabat Sekda Kota Cirebon Anwar Sanusi, dan Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Muhammad Lutfi.
Setelah memekikkan ikrar itu, para pemain konser yang berada di atas tongkang maupun di dermaga menyanyikan lirik Tahun Pewarta Persekolahan Santa Maria Cirebon, “Ada seorang manusia inspirasi dunia, Dominikus namanya. Dialah sang pewarta. Contemplare Et Contemplata Aliis Tradere, bagikan buah kontemplasi. Mari kita semua wartakan Dia yang dikontemplasikan, bawa sukacita kebenaran untuk kebhinekaan sesama, jadilah seorang pewarta yang berikan kebaikan, menyelamatkan jiwa-jiwa. Semua untuk Tuhan.”
Ketika berbicara dengan wartawan termasuk PEN@ Katolik, Sutradara Dedi Kampleng Setiawan (Dedi Kampleng) mengatakan, dengan konser itu “kita ingin mewartakan kepada semua bahwa Indonesia termasuk Cirebon berada dalam kondisi aman, damai, rukun, saling berbagi kasih sayang dan kehidupan.”
Jumlah 1865 pemain, jelasnya, untuk memperingati berdirinya Pelabuhan Muara Djati Cirebon, “yang kami pilih karena di sini tempat bertemunya budaya air dengan tanah, air bersilaturahmi menyalami tanah, lalu kembali lagi ke tempatnya, mereka saling hidup berdampingan dan tidak saling mengganggu.”
Di Pelabuhan Muara Djati, lanjutnya, dulu bangsa-bangsa di dunia menginjakkan kami pertama di Indonesia. “Maka bicara tentang pluralisme dan kebhinekaan, Cirebon dari dulu sudah melakukan itu.” Pementasan konser itu menggambarkan bagaimana warga Cirebon menerima dan merayakan kedatangan orang dari berbagai negara, antaralain India, Cina dan Arab yang turun dari perahu-perahu layar dan berlabu di Pelabuhan Muara Djati dan menjelajah Cirebon. Bendera warna-warni kemudian bendera Merah Putih yang dibawa beberapa pemain menghiasi dermaga dan tembang puisi tradisional Jawa di atas tongkang.
Tarian, parade, dan aneka pakaian adat Nusantara juga disuguhkan dalam konser yang digarap dalam bentuk konfigurasi musikal dengan tampilan kolosal yang melibatkan kesenian tradisi maupun modern yang berkembang di masyarakat. Konser ini mewakili seluruh ragam budaya, tradisi, rasa, suku, agama yang tumbuh di kota Cirebon yang disatukan dalam kebhinekaan.
Paduan seluruh olah bahasa dan gerak, bunyi benda-benda ikonik dan ruang pemaknaan masing-masing diramu dalam satu kesatuan tampilan yang lengkap dan utuh. Pergelaran penuh sukacita itu menghasilkan peristiwa budaya gebyar, agung, inspiratif dan khas.
Menurut penulis naskah, Suster Maria Albertine Padmo OP, konser yang merupakan gagasan dari Yayasan Santo Dominikus Cabang Cirebon bekerja sama dengan para Seniman Nusantara itu ingin melestarikan semangat budaya luhur yang dikemas kekinian.
“Kebhinekaan merupakan bentuk repertoar alur pagelaran untuk menginspirasi kedamaian, kebersamaan dan kerukunan seluruh manusia Nusantara dalam bentuk hidup bernegara tanpa ada celah pemisah. Kesejukan dan kebahagiaan suasana dalam Suluh Nusantara diharapkan memberikan energi positif bagi semua elemen bangsa Indonesia,” jelas suster.
Konser itu dilaksanakan di Pelabuhan Muara Djati Cirebon oleh 1865 pemain karena sesuai yang tertulis pada mercusuar yang masih berdiri, pelabuhan itu didirikan tahun 1865 dan karena pelabuhan itu ramai dan berperan sebagai alur utama transportasi laut yang menyebabkan masyarakat Cirebon tampil dengan keterbukaan.
“Cirebon jadi tempat persinggahan setiap budaya, gerakan dan pemikiran. Perkembangan pelabuhan itu paling pesat terjadi abad ke-19 bersamaan dengan berlangsungnya era kolonialisme. Pemilihan lokasi itu berdasarkan korelasi historis kekinian dan tumbuh kembangnya kebhinekaan,” jelas suster.
Konser itu mendapat dukungan Walikota dan Wakil Walikota Cirebon, Sekda Kota Cirebon, Ketua DPRD Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, Dinas Pendidikan, Dinas Komunikasi, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Damkar, KSOP, MeSTi, IAIN Syeh Nurjati, ISIF Cirebon, Kapolres, TNI, Danlanal, Universitas Muhamadiyah Cirebon, Ikatan Alumni Santa Maria, segenap orang tua murid, RSIA PAD, RS Sumber Kasih, dan segenap civitas Santa Maria.
Walikota Cirebon Nashrudin Azis dalam pengantarnya di buku kenangan konser itu mengatakan, “Tanah Cirebon dengan ragam budaya, tradisi, suku, bahasa, ras dan agama merupakan miniatur perwujudan majemuknya bangsa Indonesia. Perbedaan itu tumbuh subur di belahan Nusantara, khususnya Cirebon.”
Lahir dan berkembangnya berbagai suku, rasa, agama, budaya seiring dengan tumbuhnya cikal bakal generasi penerus bangsa. Mulai dari keturunan Arab, Cina, India, Jawa, Sunda, Madura, Papua, NTT dan beberapa suku lainnya tumbuh dan berkembang di Cirebon.
Agama Islam, Budha, Hindu, Protestan, Katolik, maupun Konghucu, lanjutnya, hidup berdampingan di tanah wali ini. “Hal tersebut didasari pada awal masuknya pertukaran budaya, agama dan bahasa melalui media transportasi Pelabuhan Muara Djati Cirebon. Sejarah menyebutkan, tahun 1865 di Cirebon berdiri menara pelabuhan sebagai pertanda bukan hanya ruang transportasi tapi muara pertukaran budaya, ras, suku bahasa, bahkan masuknya berbagai agama dan keyakinan.”
Memori itu, lanjut Walikota, “dibuka kembali oleh aktivitas seni bertajuk Konser Kebhinekaan Suluh Nusantara” yang digelar dan dimotori oleh Yayasan Santo Dominikus Cabang Cirebon dengan menggandeng Majelis Seni dan Tradisi (MeSTi) Cirebon. Mereka “memadukan nilai-nilai civitas academica dengan Seniman Nusantara yang menjadikan pelabuhan sebagai ruang terbuka untuk masyarakat, serta menanamkan nilai kebhinekaan yang ada dalam ruang pendidikan untuk dimaknai oleh anak-anak dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,” jelas walikota .
Gagasan itu, “sungguh cerdas dalam pesan perdamaian, kerukunan, kebersamaan,” kata walikota yang berterima kasih kepada Yayasan Santo Dominikus “karena ini memberikan aura positif untuk Kota Cirebon sebagai kota aman, nyaman, damai dan tenteram.”(PEN@ Katolik/paul c pati)
Artikel Terkait:
Konser Kebhinekaan: Buah kontemplasi Tahun Pewarta Sekolah Santa Maria Cirebon
Pimpinan Produksi Konser Kebhinekaan: Kami salut dan sambut ide suster Katolik