Panggilan adalah mutlak karya Allah. Maka, meskipun selalu ada keraguan dari pihak manusia, Tuhan selalu meneguhkannya. Misionaris Serikat Sabda Allah (SVD) punya keterikatan total mengikuti Kristus Sang Sabda. Mengikuti amal dan kesetiaan Bunda Maria dalam proses perjalanan hidup panggilan layak diteladani semua orang khususnya yang ingin membangun masa depan Gereja di Tanah Papua.
Itulah inti homili Pastor Yohanes Djawa SVD (Pater Yan) dalam Misa Syukur 50 Tahun Hidup Membiara dan HUT ke-72 dirinya di Aula Santo Yosef Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru, Abepura, Jayapura, 8 Desember 2019. Pastor Yan You Pr dan Pastor Medardus Puji Harsono Pr menjadi konselebran Misa Hari Raya Santa Maria Dikandung Tanpa Noda bertema “Setia mengikuti Sabda Allah dan menyatu dengan umat” itu.
“Tuhan menawarkan panggilan-Nya kepada kita seperti panggilan Bunda Maria. Panggilan Maria ini penuh dengan rahmat Allah meskipun Maria merasa tidak mampu dan tidak layak. Ada tawaran misi khusus dari pihak Allah. Namun, sedikit keraguan Maria membuat dia mengatakan, ‘Bagaimana mungkin hal itu terjadi?’ Namun, ketegasan diberikan oleh Tuhan melalui Roh Kudus yang menaungi seluruh hidup Maria. Sehingga akhirnya Maria pun menjawab ‘Ya’,” kata Pater Yan dalam homilinya.
Dalam Misa, yang dimeriahkan oleh koor para konfrater Keuskupan Manokwari-Sorong, Keuskupan Agats dan Keuskupan Timika, itu juga diadakan pembaharuan kaul kebiaraan dari perwakilan komunitas para biarawan-biarawati yang tergabung dalam Ikatan Religius Jayapura-Kerom (Orjarom), yaitu para Suster PRR, JMJ, SSpS).
Setelah menjadi misionaris di berbagai tempat (Bali, Ende, Malang, Jakarta, Sorong), sejak 6 Agustus 2015 Pater Yan menjadi pembina rohani untuk para frater di Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru, Jayapura.
Menjawab pertanyaan PEN@ Katolik tentang kesan sebagai pembimbing rohani di dapur para pemimpin Gereja di Tanah Papua itu, Pater Yan mengatakan perlunya kerja sama dari para formator dan formandi dalam bimbingan rohani.
“Dalam diri masing-masing orang Papua sudah ada spiritualitas alam yang terkandung dalam kearifan lokalnya, sehingga dalam pengolahan rohani tinggal mempertemukan antara spiritualitas alam dengan Spiritualitas Kristiani,” kata imam itu.
Pater Yan yang lahir di Bajawa, NTT, 8 Desember 1947, menyelesaikan SMP dan SMA Seminari Matoloko (1960-1967), Novisiat SVD di Ledalero (1968-1969), Filsafat dan Teologi di STFT Ledalero, NTT (1970-1976) dan mengucapkan kaul kekal di Ledalero, 6 Januari 1977. Setelah tahbisan diakon 19 Maret 1977 dia ditahbiskan imam di Bajawa, 10 Juli 1977, oleh Mgr Donatus Djagom SVD.
Pater Yan awalnya bertugas di Paroki Hati Kudus Yesus, Palasari, Bali Barat (1978-1981), kemudian belajar spiritualitas di Roma, Italia (1982-1984), menjadi prefek di Seminari Tinggi SVD di Malang (1985-1989), dan Kepala Paroki Santo Yoseph, Matraman, Jakarta (1989-2000).
Setelah kursus penyegaran di ARFI, Antipolo, Filipina, Pater Yan pindah ke Flores dan bertugas sebagai prefek para frater probanis di Ladelero (2001-2006), sekaligus sekretaris Misi Provinsi SVD Ende (2003-2006).
Tahun 2006, Pater Yan menjadi misionaris di Sorong, Papua Barat, sebagai pembina dan pengajar di Seminari Menengah Petrus Van Diepen (2006-2008), Pastor Pra-Paroki Santo Yohanes Pembaptis, Klasaman (2006-2008), dan Kepala Paroki Sangto Petrus, Remu (2008-2015). Kemudian, sejak Agustus 2015, Pater Yan pindah ke Abepura, Jayapura, menjadi pendamping rohani dan pembina di Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru.
Mewakili rektor Seminari Tinggi Interdiosesan Yerusalem Baru, Pastor Yan You berterimakasih atas pelayanan dan dedikasi Pater Yan SVD selama ini. “Satu hal yang saya kagumi dari Pater Yan adalah semangat misionernya, mau belajar, mau mendengarkan, mau mengenal budaya kita di sini. Ini semangat misioner yang patut dicontoh bersama dalam karya dan perutusan kita,” tegas Pastor Yan You.
Mengakhiri rangkaian acara itu, Pater Yan berterimakasih kepada semua pihak yang mendukung perjalanan hidup membiaranya hingga kini. Ia berpesan kepada seminaris agar “peka dan menghargai relasi dengan Tuhan, sesama dan alam, sehingga menjadi kekuatan perutusan.”(PEN@ Katolik/Frater Fransiskus Batlayeri dan Frater Vincent Budi)