Pembangunan gedung bernama “Msgr William O’Brien & Fr Lambertus Somar Building” (Gedung Mgr William O’Brien dan Pastor Lambertus Somar) di Batangas, Filipina, sudah selesai dan diberkati serta diresmikan dalam Misa 20 Agustus 2019, yang diikuti konferensi internasional pertama Federasi Komunitas-Komunitas Terapeutik di Asia (FTCA) selama dua hari (21-22 Agustus) yang membicarakan tantangan perawatan para residen panti rehab dan pencegahan narkoba di Asia.
Panti rehabilitasi yang merupakan puncak kemitraan antara Self Enhancement for Life Foundation, Inc. (SELF) dari Filipina dan Yayasan Kasih Mulia dari Indonesia itu didirikan guna mengembangkan dan menyebarluaskan pendekatan Komunitas Terapeutik di seluruh Asia.
Gedung, yang diresmikan dengan gunting pita oleh Pastor Lambertus Somar MSC, Martin Infante, Harry Scott, Gunawan Jusuf, dan Phaedon Kaloterakis, diberkati dalam Misa yang dipimpin Pastor Edwin Soliva SDB, dengan konselebran Pastor Somar MSC, Pastor Eduardus Basembun MSC, Pastor Markus Reponata MSC, Pastor Yulius Christianto OSC, Pastor Patrisius Jeujanan MSC, Pastor Andrei Kurniawan OP, dan Pastor Samuel Maransery MSC.
Peresmian yang juga dihadiri beberapa donatur dari Indonesia dan kelompok Blessed Pilgrimage itu mendengarkan homili dari Pastor Edwin yang diawali cerita tentang seorang yang dari jauh kelihatan seperti melempar batu ke dalam laut tapi ketika didekati ternyata sedang melemparkan bintang laut yang hampir mati ke dalam laut karena airnya surut.
Kepadanya dikatakan bahwa melempar ikan-ikan kembali ke laut adalah tindakan percuma karena banyak sekali sudah mati dan dia tidak bisa menyelamatkan mereka semua, dia menjawab, “Dari yang kita selamatkan ini tidak ada yang sia-sia, mereka akan hidup dan berkembang, meski sedikit.”
Imam itu juga menyinggung Gideon dari Bacaan Pertama hari itu. Gideon dan Musa dipilih Allah untuk menyelamatkan bangsanya meski mereka memiliki banyak kekurangan. “Kita semua yang berkumpul di tempat ini, tanpa mengenal latar belakang, dikumpulkan karena kasih untuk mengasihi sesama yang membutuhkan, khususnya di tempat ini.”
Imam Salesian Don Bosco itu mengungkap penembakan massal di Amerika Serikat karena perbuatan satu orang jahat. “Apakah dengan demikian kita kehilangan harapan untuk menyelamatkan sesama kita, umat manusia?” tanya imam itu seraya mengajak melihat jawaban Gideon atas perkataan Malaikat, “Tuhan menyertaimu.”
Gideon menjawab, “Apakah itu benar? Kalau Tuhan ada, mengapa semua ini terjadi pada bangsaku, mengapa kita disiksa dan dibunuh?” Atau, lanjut imam itu, kita juga boleh bertanya “Apa yang bisa saya lakukan? Apakah orang seperti saya bisa berbuat sesuatu?” Kata Malaikat kepada Gideon, “Pergilah dengan kekuatanmu dan selamatkanlah Israel dari orang Midian dan ingat, Aku yang mengutusmu!”
Meski lemah dan sedikit talentanya, Gideon tetap pergi dengan kekuatannya. Pastor Edwin mengajak semua yang hadir, “Meski lemah dan sedikit talenta, kita harus mulai berkarya dengan kekuatan yang Tuhan berikan kepada kita untuk menyelamatkan banyak orang.”
Di depan altar dalam Misa itu, ada prasasti dalam bahasa Inggris yang artinya, “Dengan rahmat Allah, Surojo Jusuf dan Theresia Bernadette Rachmiwaty, mempersembahkan fasilitas ini guna memberi harapan dan inspirasi bagi generasi masa depan untuk menjadi sehat dan kuat dalam ‘Tubuh, Pikiran dan Roh,’ 20 Agustus 2019.”
Gunawan Jusuf, anak dari pasangan suami-istri itu mengatakan, dia hadir dalam perayaan itu untuk menghormati bapak dan ibunya yang sudah meninggal dan untuk berterima kasih kepada semua yang “berkumpul dan menyatu untuk satu misi, menyelamatkan kehidupan dan jiwa-jiwa, khususnya kaum muda.”
Sebelum memulai program dengan Pastor Somar, jelasnya, untuk melanjutkan misi Mgr William O’Brien di awal 1990-an yang mengatakan “Tuhan mengatakan kepada saya untuk memberitahukan kepada kalian agar kalian melayani kaum muda.”
Pastor Somar, jelasnya, memulai program TC untuk kaum muda tahun 1997, saat sekitar 300 hingga 400 ribu orang di Indonesia menjadi korban narkoba yang hanya bisa diobati dengan rehabilitasi mental dan rohnya.
“Program itu menuntut kepedulian yang sungguh merupakan karunia, tekad luar biasa, dan upaya besar untuk memberikan diri guna merawat jutaan penghuni panti rehab, sekali lagi kaum muda, khususnya,” kata Jusuf seraya menambahkan, sekarang di Indonesia ada sekitar 5 juta orang korban narkoba.
“Indonesia yang tadinya transit point sekarang market. Dan tak ada yang bisa kita lakukan selain menyatukan semua upaya kita. Begitu kecil yang saya lakukan, tapi hari ini institusi yang pertama dibangun di dunia ini menjadi dasar institusi yang lebih besar yang akan menghasilkan ratusan bahkan ribuan penasehat terdidik dan penuh dedikasi,” katanya.
Menurut situs SELF, biaya pembangunan gedung itu, serta furniture dan peralatan disediakan oleh Yayasan Kasih Mulia dan para sponsor, sementara biaya tanah dan manajemen proyek oleh SELF dengan dukungan asosiasi keluarga dan teman-temannya.
Pembangunan panti rehabilitasi itu dimulai sejak Martin Infante, pendiri dan presiden SELF, berupaya membersihkan diri dari narkoba. Setelah selesai merehab diri sendiri, Martin memutuskan, cara terbaik untuk tetap bersih dari narkoba adalah mendirikan dan menjalankan komunitas terapeutik (TC) dan membantu orang mengupayakan langkah yang sama. Dengan dukungan anggota staf dan orangtua penghuni SELF, TC itu berdiri 1992.
Tantangan berikutnya adalah menemukan panti permanen. Setelah melewati tantangan-tantangan berat, disertai keinginan dan tekad Martin serta dukungan keluarga, teman, dan para pelindung, fasilitas tempat tinggal Tall View House diresmikan tahun 2000 di Batangas, Filipina. Karena bermimpi menjadikan SELF sebagai TC kelas dunia, tahun 2002 ia menetapkannya sebagai misi institusional selama 10 tahun.
Sementara itu, di Indonesia, Pastor Somar menemukan mimpinya sendiri. Ketika melihat kesengsaraan dan penderitaan akibat kecanduan narkoba, imam itu berupaya membangun tempat aman di mana mereka bisa sembuh. Imam itu mulai menyelusur ke seluruh dunia mencari bentuk perawatan yang sesuai dan memilih TC sebagai yang terbaik. Mimpinya membuahkan hasil ketika Agnes Wirjanto menerima ajakannya untuk bermimpi bersama dan mereka mendirikan Yayasan Kasih Mulia tahun 1998.
Itulah kekuatan mimpi. Beberapa tahun kemudian, seperti memang sudah takdir, Martin dan Pastor Somar bertemu dalam pertemuan Federasi Komunitas Terapeutik Asia di Bangkok. Mereka mulai menjalin kemitraan, bertukar praktik dan memberi pelatihan guna meningkatkan kapasitas pelaksana rehabilitasi dalam menjalankan TC yang tepat.
Tahun 2012, Yayasan Kasih Mulia menjadi tuan rumah Konvensi Komunitas-Komunitas Terapeutik Sedunia (WFTC) ke-25 di Bali. Dengan kekuatan penuh, SELF hadir mendukung yayasan itu. Martin membagikan kemajuan SELF dalam memperkuat program perawatan dan rehabilitasi dan dengan demikian mencapai misinya untuk menjadi TC kelas dunia.
Sesudahnya, tulis situs itu, Martin dan Pastor Somar mulai merevitalisasi dan menyebarkan TC di Asia, dan selesailah pembangunan “Msgr William O’Brien & Fr Lambertus Somar Building” dalam kompleks Tall View House di Filipina yang akan menjadi tempat Institut Komunitas-Komunitas Terapeutik Internasional.
Mgr William O’Brien adalah salah satu pendiri Desa Daytop, satu dari program perawatan menetap yang berhasil bagi korban narkoba dan alkohol di Amerika Serikat. Dia meninggal di Scarsdale, New York, 19 Oktober 2014 pada usia 90 tahun.
Dalam peresmian yang dimeriahkan oleh anak-anak korban narkoba itu terungkap bahwa pembangunan institut itu karena keinginan Pastor Somar untuk mewujudkan janjinya kepada Mgr O’Brien “untuk tetap melanjutkan misi dan visi Mgr O’Brien,” yang ditemuinya beberapa bulan sebelum meninggal.
Cita-cita pembangunan institut itu berhasil terwujud karena kerja sama Pastor Lambertus Somar, Martin Infante, Harry Scott, Gunawan Jusuf, dan Phaedon Kaloterakis dan dengan selesainya pembangunan itu, “banyak orang bisa belajar mengerti dan memahami Program TC secara komprehensif dan benar.”
Peresmian dan pemberkatan 20 Agustus dipilih karena tanggal itu, 59 tahun lalu, Pastor Somar masuk biara. Tahun depan Pastor Somar akan merayakan ulang tahun “Pesta Imamat ke-56, HUT ke-88, dan hidup membiara ke-60.”
Konferensi Pertama
TC telah luas diterima luas di Asia selama lebih dari empat dekade terakhir bahkan diterima berdasarkan keluarga dan komunitas dan dijiwai dengan dimensi spiritual yang merupakan inti dari identitas Asia. Namun, sadar bahwa pelatihan tentang pendekatan TC masih kurang dan banyak panti rehab mengadopsi tanpa pemahaman tepat akan metode dan praktiknya, peserta sepakat perlu pelatihan guna membantu pelaksana mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap guna menjalankan TC secara efektif.
Kebutuhan itu mendorong terbentuknya FTCA yang sudah diakui oleh WFTC. FTCA dibentuk untuk memberikan program pelatihan komprehensif tentang model TC melalui bidang pelatihannya, yakni Institut Internasional Komunitas-Komunitas Terapeutik, yang akan beroperasi di gedung yang baru itu.
Guna menciptakan standar minimum bagi semua TC di Asia, maka tanggal 21-22 Agustus di gedung baru itu dilaksanakan Konferensi FTCA pertama di mana peserta menghargai berbagai tantangan yang dialami para pelaksana panti rehab di lapangan dalam tahun-tahun terakhir, membicarakan cara mengembangkan metode-metode dan praktik-praktik TC guna mengadaptasi kebutuhan-kebutuhan yang teridentifikasi terkait kebutuhan bio-psiko-socio-spiritual anggota-anggota mereka, dan menentukan tujuan-tujuan tentang cara perubahan-perubahan bisa diimplementasikan dalam setting Asia tanpa kompromi dengan budaya TC dan dengan mempertahankan elemen-elemen pendekatan yang pokok. (PEN@ Katolik/pcp/aop)