Home MANCANEGARA Dua paroki relakan gereja jadi tempat tinggal dan tempat tidur tunawisma

Dua paroki relakan gereja jadi tempat tinggal dan tempat tidur tunawisma

0
Foto dari Proyek Gubbio
Foto dari Proyek Gubbio

Di lingkungan Tenderloin dan Mission di San Francisco, tak ada tempat bagi orang-orang yang sangat miskin untuk bisa tidur beberapa jam dengan tenang dan aman, dan karena keadaan itu mereka menjadi tidak terkendali. Namun hal itu hanya berlangsung sampai tahun 2004, karena saat itu Shelly Roder dan Pastor Louis Vitale memulai Proyek Gubbio.

Proyek Gubbio dijalankan di dua paroki, Santo Bonifasius di Tenderloin dan Santo Yohanes Penginjil di distrik Mission dengan tiga tujuan. Pertama, untuk menyediakan tempat tinggal yang aman bagi para tunawisma di siang hari, kedua memperhatikan kesejahteraan fisik, sosial, psikologis dan spiritual para tamu tunawisma, dan ketiga, menjalin hubungan antara umat dan tetangga mereka yang tunawisma.

Proyek itu dijalankan untuk menghadapi salah satu masalah kesehatan paling kritis yang dialami sebagian besar orang tunawisma yakni kurang tidur. Maka, mulai pukul 6 pagi, sementara sepertiga bagian depan gereja sedang disiapkan untuk Misa harian, proyek itu menyambut para tunawisma dan  memberi mereka tempat di dua pertiga bangku gereja bagian belakang. Di situ mereka bisa bersantai dan tidur sedikit. Agar semua bisa bebas masuk, gereja tidak bertanya apa-apa atau meminta nama mereka. Semua dipersilakan masuk.

Gereja-gereja itu menyediakan selimut, kaus kaki segar, perlengkapan kebersihan dasar, perawatan kaki, layanan kapelan (imam), rujukan ke sumber-sumber daya di luar, bahkan layanan pijat. Saat berkunjung, para tunawisma dibiarkan tidur sendiri, berdoa, atau sekedar duduk dan bersantai.

Dengan demikian, para tunawisma tetap berada dalam gereja dan umat paroki mengingat bahwa mereka ini adalah tetangga mereka. Cara-cara itu juga diharapkan terjalin hubungan dan pengertian antara yang punya rumah dan yang tidak punya rumah, sesuai arahan Paus Benediktus bahwa kita harus memperlakukan saudara dan saudari kita dengan martabat manusiawi dan mengingatkan mereka bahwa, “Baiklah (mereka) ada.”

Sambil mengingatkan umat paroki bahwa para tunawisma menempati tempat dalam gereja itu, perayaan Misa di sekitar orang-orang yang sedang mengalami kesulitan itu mengingatkan mereka juga  bahwa mereka tidak sendirian. Proyek itu memberikan peluang bagi kedua kelompok untuk saling berinteraksi dan saling memperhatikan kebutuhan mereka.

Nama Proyek Gubbio berasal dari sebuah kota di Italia. Menurut legenda, di kota itulah Santo Fransiskus menegosiasikan perdamaian antara sebuah kota yang ketakutan dan seekor serigala. Situs web dari proyek itu menjelaskan:

Fransiskus mengatur kesepakatan antara kedua pihak yang berkonflik dengan mengakui bahwa lewat komunikasi mereka bisa menemukan titik temu. Di lingkungan Tenderloin dan Mission di San Francisco, orang miskin yang bekerja tinggal bersebelahan dengan orang yang sangat miskin dan kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dan konflik. Proyek Gubbio adalah tanggapan kreatif terhadap situasi ini — membantu umat paroki yang punya rumah dan pengunjung gereja terjalin dengan tetangganya yang tak punya rumah. (PEN@ Katolik/pcp berdasarkan laporan J-P Mauro/Aleteia)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version