“Ya, pertobatan bukanlah sekedar menyesali kesalahan. Tidak cukuplah kita menyesali kekeliruan yang telah kita lakukan atau menangisi dosa-dosa kita. Hal itu belum merupakan pertobatan sejati. Itu barulah penyesalan. Pertobatan adalah berbalik kepada Tuhan. Dasar pertobatan bukan pertama-tama penyesalan atas kekeliruan, melainkan justru kesadaran akan kerahiman Tuhan.”
Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono menulis hal itu dalam Surat Gembala Prapaskah 2019 Keuskupan Purwokerto tertanggal 2 Maret 2019. Maka, Mgr Tri Harsono meminta umatnya, “Berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (YL 2,13).
Kesadaran akan sifat Allah yang demikian itulah, tulis uskup, yang menjadi dasar pertobatan. “Kesadaran itu mengantar kita kepada kesadaran lain yaitu bahwa kita selama ini telah berulang kali menyia-nyiakan rahmat yang Dia tawarkan. Itulah dosa, yaitu ketika kita tidak membalas kasih Allah kepada kita namun justru memutusnya.”
Pertobatan, menurut Mgr Tri Harsono, selalu dimulai dari kesadaran akan kebaikan Allah yang demikian agung dan akan penolakan kita terhadap kasih-Nya itu. “Dari kesalahan itulah, kita digerakkan untuk kembali kepada Bapa dan mengalami kasih-Nya,” tegas uskup.
Maka bagi umat Katolik, lanjut Uskup Purwokerto, pertobatan bukanlah sekedar soal memperbaiki perilaku hidup. “Perubahan cara hidup menjadi semakin baik adalah buah dari pengalaman akan kasih Allah. Ketika orang menyadari kasih Allah dalam dirinya dan berusaha tetap tinggal dalam kasih itu, maka akan terjadi transformasi hidup dalam dirinya dan hidupnya akan menghasilkan buah-buah yang berlimpah. Itulah pertobatan.”
Mgr Tri Harsono menjelaskan, pertobatan sejati selalu mengandung dimensi sosial, sehingga Gereja mengadakan Aksi Puasa Pembangunan (APP) , “supaya aksi pertobatan kita juga menghasilkan buah yang yang bisa dirasakan masyarakat pada umumnya.”
Namun, tegas uskup, wujud pertobatan yang kita usahakan dalam masa Prapaskah tidak terbatas pada gerakan APP. “Secara khusus untuk tahun ini, bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi dengan Pemilihan Presiden dan anggota legislatif yang kebetulan jatuh pada Pekan Suci, 17 April 2019. Peristiwa ini kiranya perlu dilihat tidak hanya sebagai peristiwa politik, namun juga sebagai hal yang tidak bisa dilepaskan dari panggilan kita sebagai orang beriman,” tulis uskup.
Bahkan ditegaskan, senyatanya tidak ada pertentangan antara menjadi orang Katolik dan menjadi warga negara Indonesia. “Alm Mgr Albertus Sugiyopranoto pernah menekankan bahwa jati diri kita adalah 100% dan 100% Indonesia. Oleh karenanya, pertobatan yang menjadikan orang semakin menghayati iman Katoliknya mestinya juga menjadikan orang Katolik semakin mencintai negara kita,” tulis uskup yang menegaskan bahwa usaha terus-menerus untuk semakin melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara juga merupakan salah satu wujud nyata dari pertobatan yang mempunyai dimensi sosial itu.
Maka, lewat surat itu, secara khusus Mgr Tri Harsono mengajak semua orang Katolik yang mempunyai hak pilih untuk menggunakannya sebaik-baiknya. “Kita harus ikut menentukan masa depan bangsa ini. Jangan golput! Datanglah ke TPS untuk memilih presiden dan wakil kita di lembaga legislatif.”
Uskup berharap umatnya mempertimbangkan sungguh-sungguh pilihan mereka. “Pilihlah orang-orang yang sungguh-sungguh bisa memperjuangkan kebaikan umum, menjunjung tinggi martabat dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa kita,” tulis uskup. (PEN@ Katolik/paul c pati)
Artikel Terkait:
Surat Prapaskah Mgr Sudarso ajak umat selamatkan keutuhan ciptaan dan kelestarian NKRI
Mgr Subianto minta umat bertobat dari tiga kesombongan, sok suci, sok pintar, sok benar
Mgr Rolly ajak umat merenungkan literasi kerasulan sosial ekonomi dalam Prapaskah 2019
Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Agung Merauke singgung Papua Youth Day
Mgr Rubi minta umat untuk secara positif melihat, menilai dan bersikap terhadap sesama
Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Agung Jakarta: Kita berhikmat bangsa bermartabat