Mengutip Injil Luk. 6:39-45, Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC mengatakan bahwa dalam masa Prapaskah ini “Yesus mengajak kita untuk merenungkan tiga kesombongan diri yang membutuhkan pertobatan,” yakni sok suci, sok pintar, sok benar.
Yesus mengundang kita merenungkan yang biasa terjadi dalam hidup sehari-hari dan bisa berakibat fatal saat orang, yang tidak tahu jalan kehidupan yang baik, memberi tahu bagaimana cara mencapainya, atau orang yang tidak sungguh dekat dengan Tuhan mau mengajari dan menunjukkan jalan Tuhan. “Itulah orang ‘sok pintar’,” kata Mgr Subianto sebagai yang pertama dalam Surat Gembala Prapaskah 2019.
Surat Gembala berjudul “Hati Bertobat, Hidup Jadi Berkat’ yang dibacakan dalam Misa 2-3 Maret 2019 itu dikaitkan dengan tema Aksi Puasa Pembangunan 2019 “Literasi Teknologi dan Keutuhan Ciptaan” yang mengajak umat “bertekad menjadi berkat dengan memanfaatkan teknologi sesuai nilai-nilai Kristiani guna memulihkan keutuhan ciptaan.”
Yang kedua, lanjut Mgr Subianto, Yesus mengajak kita untuk mawas diri, yaitu dengan rendah hati menyadari kelemahan diri sendiri agar tidak mudah menuduh dan menghakimi orang lain. “Kecenderungan manusia adalah mencari kelemahan dan mengungkit-ungkit kesalahan sesama guna menutupi kekurangan sendiri. Itulah orang yang ‘sok benar’,” kata uskup.
Untuk mengatasi kedua masalah di atas, lanjut Mgr Subianto, Yesus mengingatkan pentingnya meningkatkan kesucian hati. “Orang menjadi ‘sok pintar’ bagai orang yang tahu segalanya atau ‘sok benar’ bagai orang yang selalu benar karena itu ternyata ‘sok suci’, yaitu merasa saleh tanpa salah di hadapan sesama dan bersih tanpa dosa di depan Tuhan. Apa yang kelihatan keluar dari hati. Bagaimana mungkin orang suci bisa berkata dan berbuat sesuatu yang menyesatkan dan menghakimi sesama?” tanya uskup.
Menurut Mgr Subianto, “pemanfaatan teknologi yang sesuai tujuan keutuhan ciptakan hanya mungkin terjadi kalau orang memiliki hati suci yang tertuju kepada Allah.” Untuk itu, jelas uskup, kita harus terbuka untuk mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan teknologi yang kita manfaatkan, kita harus sadar bahwa apa yang secara teknis bisa belum tentu boleh secara moral, dan kita harus peka pada bimbingan Roh Kudus agar mampu mendengarkan bisikan suara hati dan memahami kehendak Ilahi dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi yang diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia bersama dan masa depan lingkungan alam.
“Lihatlah bagaimana kebutuhan ciptaan dan kehidupan sesama di sekitar kita. Masih ada orang miskin tanpa makanan cukup, pakaian pantas dan tempat berteduh aman dan nyaman. Lihatlah bagaimana alam, yang telah menghidupi kita, masih ada kerusakan di beberapa daerah. Apakah kita memahami hakikat teknologi secara utuh dan menyeluruh serta memanfaatkannya sesuai maksud penciptaan? Kita membutuhkan literasi teknologi yaitu proses yang membuat kita ‘melek teknologi’, memahami teknologi secara baik dan benar,” kata Mgr Subianto.
Uskup Bandung lalu mengajak umat dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran humanis dan ekologis serta mengembangkan gerakan literasi teknologi dan keutuhan ciptaan sebagai bentuk perilaku tobat kita dalam menanggapi panggilan untuk menjadi suci.
“Dengan mati raga dan puasa kita makin sadar untuk mengontrol diri agar tidak sok pintar dan sok benar. Dengan doa dan tanpa, kita makin peka akan penyelenggaraan ilahi agar kita tidak menjadi sok suci. Dengan amal dan kasih kita makin peduli pada sesama. Semoga dengan hati bertobat, hidup menjadi berkat!” Mgr Subianto mengakhiri suratnya yang ditandatangani di Bandung, 22 Februari 2019, pada Pesta Tahta Santo Petrus. (PEN@ Katolik/paul c pati)
Artikel Terkait:
Mgr Rolly ajak umat merenungkan literasi kerasulan sosial ekonomi dalam Prapaskah 2019
Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Agung Merauke singgung Papua Youth Day
Mgr Rubi minta umat untuk secara positif melihat, menilai dan bersikap terhadap sesama
Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Agung Jakarta: Kita berhikmat bangsa bermartabat
Selamat bertemu