Berdasarkan Kitab Nabi Yesaya Yes. 58:1-9a Paus Fransiskus mencela semua bentuk kemunafikan dan menjelaskan perbedaan antara realitas objektif dan formal. Kenyataan formal, kata Paus, adalah ungkapan dari kenyataan objektif, tetapi keduanya harus berjalan bersama, jika tidak akhirnya kita menunjukkan “penampilan,” kehidupan “tanpa kebenaran.”
Sederhana dalam penampilan, lanjut Paus, hendaknya ditemukan kembali terutama di masa Prapaskah, saat kita menjalankan puasa, amal dan doa. Umat Katolik, kata Paus, harus menunjukkan kegembiraan ketika melakukan pertobatan. Mereka harus bermurah hati dengan orang-orang yang membutuhkan tanpa “menyaringkan suara mereka bagaikan sangkakala.” Mereka, lanjut Paus, “harus berbicara kepada Bapa secara intim, tanpa mencari perasaan kagum dari orang lain.”
Di masa Yesus, jelas Paus, ini terbukti dalam perilaku orang Farisi dan pemungut cukai. “Kini, umat Katolik merasa mereka ‘adil’ karena mereka menghadiri Misa setiap hari Minggu, mereka merasa lebih baik daripada orang lain,” kata Paus dalam homili Misa di Casa Santa Marta 8 Maret 2019, seperti dilaporkan oleh Linda Bordoni dari Vatican News.
“Orang yang mencari penampilan tidak pernah mengakui diri sebagai orang berdosa, dan kalau kalian mengatakan kepada mereka: ‘kalian juga orang berdosa! Kita semua orang berdosa’ mereka menjadi orang benar,” kata Paus, dan mencoba untuk menunjukkan diri mereka “sebagai gambaran kecil yang sempurna, semua penampilan.” Ketika ada perbedaan antara kenyataan dan penampilan, lanjut Paus, “Tuhan menggunakan kata sifat: Munafik.”
Setiap individu tergoda oleh kemunafikan, kata Paus Fransiskus, dan masa yang membawa kita ke Paskah dapat menjadi kesempatan untuk mengenali ketidakkonsistenan kita, untuk mengidentifikasi lapisan-lapisan make-up yang mungkin telah kita gunakan untuk “menyembunyikan kenyataan.”
“Kaum muda,” kata Paus, “tidak terkesan oleh mereka yang memamerkan penampilan, maka mereka tidak berlaku seperti itu, terutama kalau kemunafikan ini dikenakan oleh orang yang menyebut dirinya “profesional agama.” Tuhan, kata Paus, meminta perpaduan.
Menurut Paus, “Banyak orang Kristiani, bahkan Katolik, yang menyebut diri Katolik yang menjalankan kewajibannya, mengeksploitasi orang!” Begitu sering, lanjut Paus, mereka mempermalukan dan mengeksploitasi pekerja mereka dengan memulangkan mereka di awal musim panas dan mengambil mereka kembali di akhir musim panas sehingga mereka tidak berhak atas pensiun. “Banyak dari mereka menyebut diri Katolik, mereka mengikuti Misa pada hari Minggu … tapi ini yang mereka lakukan.” Perilaku seperti ini, kata Paus, adalah dosa besar!
Paus mengakhiri homili dengan mengajak umat beriman untuk menemukan kembali keindahan kesederhanaan, keindahan dari kenyataan yang “harus menyatu dengan penampilan” dalam masa Prapaskah ini.
“Mintalah kekuatan dari Tuhan dan teruslah bersikap rendah hati, dengan melakukan apa yang kamu bisa. Tetapi jangan memakai make-up pada jiwa kalian, karena Tuhan tidak akan mengenali kalian. Mari meminta rahmat Tuhan untuk konsisten, jangan sombong, jangan ingin tampil lebih dari adanya. Mari meminta rahmat ini, dalam masa Prapaskah ini: perpaduan antara formalitas dan kenyataan, antara siapa diri kita dan bagaimana kita ingin tampil.”(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)