Untuk pertama kalinya, nampak begitu banyak umat dengan pakaian adat melakukan prosesi selama tiga jam sambil membawa obor dan lilin bernyala mengelilingi Kampung Baru, Kampung Tengah dan Kampung Lama sepanjang 2,5 kilometer menuju gereja sambil berdoa serta menyanyi dalam bahasa daerah dan menari dengan iringan alat musik tradisional.
Hampir seluruh umat Katolik, dari orangtua, dewasa dan anak-anak dari Kampung Otakwa terlibat dalam kegiatan Prosesi Patung Bunda Maria dengan bergoyang (menari) sepanjang jalan sambil berdoa Rosario. Mereka memakai busana adat Suku Kamoro. “Seluruh umat sangat antusias dan menikmati acara prosesi ini,” kata Ketua Dewan Stasi Santo Lukas Otakwa, Paskalis Owatiwi, kepada PEN@ Katolik, seraya berharap iman umat bertambah dan berkembang lewat devosi kepada Bunda Maria.
Prosesi itu dilakukan oleh umat Stasi Otakwa di Distrik Mimika Timur Jauh, Kabupaten Mimika, Papua, untuk menutup Bulan Rosario, 31 Oktober 2018. Di dalam prosesi dengan iringan gendang tifa (alat pukul khas Papua), umat bernyanyi dan menari seka (tarian khas Suku Kamoro sebagai ucapan syukur) dalam Bahasa Kamoro). Menurut Dewan Adat Suku Kamoro Sempan, Tadeus Awula, berbagai lagu yang dinyanyikan sepanjang prosesi merupakan pujian untuk Bunda Maria dalam Bahasa Kamoro Sempan.
Selama bulan Rosario, umat setiap kampung mengadakan Doa Rosario dari rumah ke rumah dan umat serta ketua dewan dan frater pembina stasi bersepakat menutup bulan Rosario itu dengan perarakan Patung Bunda Maria.
Patung Bunda Maria dijemput dari rumah pastoran dengan upacara adat yakni pukulan gendang tifa, sebagai tanda penerimaan tamu, oleh Dewan Adat Kamoro Tadeus Awula. Setelah prosesi, Patung Bunda Maria juga dikembalikan ke gereja dengan memukul tifa.
Stasi Otakwa merupakan bagian dari Paroki Imanuel, Mapurujaya, Timika, yang digembalakan oleh para imam Fransiskan. Kampung Otakwa terletak di sebelah Timur Jauh dan berjarak 60 KM dari Kota Timika. Kampung Otakwa memiliki penduduk sekitar 400 jiwa yang terletak di pinggiran pantai selatan Kabupaten Mimika. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di kampung nelayan asli Papua dari Suku Kamoro Sempan itu adalah mencari ikan dan mencari karaka (kepiting) yang diekspor ke luar negeri dan berbagai rumah makan di Ibukota Jakarta. (PEN@ Katolik/Vincent Budi)