Paus mendesak para uskup baru untuk menjadi pria pendoa, pewarta, persekutuan

0
3046
cq5dam.thumbnail.cropped.750.422 (1)
Paus Fransiskus menemui uskup-uskup yang baru diangkat. Vatican News

Paus Fransiskus, pada tanggal 8 September 2018 di Vatikan, menemui 75 uskup yang baru diangkat di 34 negara Afrika, Asia, Amerika Latin dan Oceania, dan mendesak mereka untuk merawat ternak mereka seperti Gembala yang Baik, dengan menjadi pria-pria pendoa, pewarta dan persekutuan.

Para uskup baru itu sedang mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa di Vatikan, 3-15 September 2018, guna membantu mereka dalam pelayanan. Di antara mereka ada lima uskup dari Indonesia: Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko, Uskup Sintang Mgr Samuel Oton Sidin, Uskup Pangkalpinang Mgr Adrianus Sunarko OFM, Uskup Tanjung Selor  Mgr Paulinus Yan Olla MSF , dan Uskup Malang Mgr Henricus Pidyarto Gunawan OCarm.

Dalam pembicaraan dengan para uskup itu, Paus Fransiskus mengatakan bahwa uskup dibentuk untuk Kristus, Gembala yang Baik dan Imam yang tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan memberi hidup-Nya untuk domba-domba-Nya, terutama yang paling lemah, sebagian besar di antaranya berada dalam bahaya.

Sebagai pendoa, kata Paus, setiap hari seorang uskup membawa umat dan situasi-situasinya ke hadapan Tuhan dan menjadi seperti Yesus, “korban dan altar bagi keselamatan umat-Nya.”

Tugas kedua seorang uskup adalah pergi memberitakan Injil ke tempat-tempat di mana Tuhan tidak dikenal atau dihina dan dianiaya, bukan duduk terus di kantornya laksana manajer perusahaan atau pangeran. Dalam tugas ini, “dia harus menjadi saksi rendah hati terhadap Injil seperti Yesus, tanpa menyerah pada godaan kekuasaan, gratifikasi, keduniaan atau memproyeksikan diri sendiri, dan tanpa melemahkan Yesus yang disalibkan dan bangkit.”

Seorang uskup adalah orang yang mengumpulkan orang-orang guna mempererat persekutuan lewat keterlibatan yang rendah hati. “Dia berakar di wilayah itu, dengan menolak godaan untuk sering keluar dari keuskupannya untuk mencari kejayaan sendiri. Tanpa pernah lelah mendengarkan kawanan dan imam-imamnya,” kata Paus. Seorang uskup, lanjut Paus, meningkatkan persaudaraan dengan menunjukkan bahwa mereka adalah para gembala “bukan untuk prestise, karier atau ambisi tetapi untuk memberi makan kawanan domba Tuhan, bukan sebagai tuan tetapi sebagai model.”

Dalam hal ini, Paus mengingatkan para uskup untuk melawan krerikalisme, yang kata Paus, sangat umum dalam komunitas-komunitas yang memiliki persoalan pelecehan seksual, persoalan kekuasaan dan persoalan hati nurani. “Itu mengotori persekutuan, menghasilkan perpecahan dan melicinkan banyak kejahatan saat ini,” kata Paus. “Mengatakan tidak pada pelanggaran berarti tegas mengatakan tidak pada setiap bentuk klerikalisme,” tegas Paus.

Kecenderungan lain yang dikecam Paus adalah apa yang disebutnya “leaderism,” sikap berwibawa yang bisa nyaman dan menarik, tetapi tentu bukan dari Injil.

Dalam tugas mereka sebagai gembala, Bapa Suci mendesak para uskup untuk secara khusus memperhatikan keluarga-keluarga, para seminaris, kaum muda dan orang miskin.

Seraya mengingatkan bahwa keluarga-keluarga adalah sel-sel pertama setiap masyarakat dan Gereja-Gereja pertama, karena mereka adalah Gereja-Gereja domestik, Paus mendorong inisiatif persiapan pernikahan dan pendampingan bagi keluarga-keluarga. “Belalah kehidupan dalam kandungan seperti halnya para jompo, dukunglah orang tua dan kakek-nenek dalam misi mereka,” minta Paus.

Mengenai para seminaris, Paus menyerukan untuk menjamin adanya formasi yang sehat, terbuka, otentik dan tulus bagi mereka, dengan memberikan prioritas khusus pada discerment panggilan.

Seraya mengingatkan para uskup bahwa dunia yang lebih baik bergantung pada orang muda, Paus mendesak para uskup untuk mencari dan mendengarkan serta menerima mereka seadanya, bahkan saat mereka dipengaruhi konsumerisme dan hedonisme, dan berani memberikan Injil kepada mereka.

Akhirnya, Paus mendorong para uskup untuk melawan kemiskinan rohani dan material serta mendedikasikan waktu dan energi untuk orang paling kecil, tanpa takut tangan mereka menjadi kotor.

Paus memperingatkan para uskup agar tidak menjadi suam-suam kuku, biasa-biasa saja dan malas. “Kecenderungan yang menghindari pengorbanan menyebabkan intoleransi dan menjelekkan Injil,” kata Paus.

Paus mengingatkan bahwa iblis masuk melalui saku, dan mengakhiri sambutannya dengan berharap mereka mengalami “kegelisahan suci akan Injil, satu-satunya kegelisahan,” yang menurut Paus, “memberi kedamaian.” (paul c pati berdasarkan Vatican News)

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here