Ketika secara lisan diundang hadir dalam Perayaan Paskah Kawanua Katolik Jabodetabek, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo langsung mengatakan akan datang, “karena saya yakin kalau berkumpul dengan keluarga Kawanua pasti akan ada kegembiraan dan suasana persaudaraan yang sangat kuat.”
Benar, uskup asli Jawa itu hadir memimpin Misa perayaan itu didampingi enam imam konselebran, bahkan hadir dan berperanserta hingga selesai acara di Gedung Sinema Pancoran, Jakarta Selatan, 15 April 2018 itu. “Saya datang untuk bersama-sama dengan keluarga besar Kawanua Katolik merasakan kegembiraan dan persaudaraan, namun ternyata bukan hanya itu yang saya rasakan. Dalam tarian-tarian (tradisional Minahasa) itu, meskipun saya tidak tahu bahasanya, saya juga merasakan ada nilai-nilai rohani yang sangat mendalam.”
Karena itu, Mgr Suharyo berterima kasih atas undangan itu, karena sekarang “nilai-nilai rohani, kekeluargaan dan persaudaraan sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat kita, dan saya yakin keluarga besar Kawanua Katolik akan menyebarkan semangat-semangat itu ke masyarakat luas.”
Mgr Suharyo mengatakan itu penting. “Karena saya sendiri kadang-kadang merasa lelah mendengar orang berkata-kata yang tidak baik, yang mengungkapkan kebencian dan kebohongan. Orang-orang seperti itu pasti hatinya panas terus, tidak pernah merasa gembira. Ketika mendengar orang berbicara mengenai permusuhan, mengungkapkan kata-kata benci, itu pasti merusak persaudaraan, dan di sini kita merasakan persaudaraan.”
Selain berterima kasih untuk pengalaman “yang sangat menyenangkan” itu, karena bagi diri Mgr Suharyo “ini adalah pengalaman Paskah, pengalaman rohani,” Uskup Agung Jakarta itu berterima kasih juga atas “baju baru yang saya pakai ini,” namun berharap dia tidak menjadi pribadi yang pecah karena kadang-kadang dia harus memakai pakaian (adat) yang lain.
Dalam perayaan setelah Misa dengan tema “Kristus Bangkit untuk Segala Suku” itu, Mgr Suharyo hadir dengan pakaian adat Minahasa, yang dihadiahkan panitia kepadanya, dan di atas panggung perayaan itu, Ketua Kawanua Katolik Stefi Rengkuan, yang ditemani Ketua Panitia Paskah Kawanua Katolik Ferdinand Djeki Dumais dan sembilan wakil pakasaan (anak suku) Minahasa yakni Tombulu, Tonsea, Bantik, Tolour, Tontemboan, Pasan, Ponosakan, Tonsawang, dan Babontewu, secara simbolis memakaikan baju adat Minahasa kepada Mgr Suharyo dengan menyematkan topi adat Minahasa.
Tema itu, lanjut Stefi Rengkuan, berdasarkan Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta dengan tema besar “Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia” yang tahun ini mendalami sila Persatuan Indonesia. “Kita semua dari pelbagai suku yang mencintai Indonesia. Kalau kita sepakat bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan, maka tidak ada lagi istilah mayoritas minoritas. Semua sama dan satu saja. Apapun latar belakang suku dan Gereja kita, kita bersatu dalam satu iman akan Yesus yang satu dan sama.”
Perarakan pembukaan dan persembahan dalam Misa itu mengungkapkan “Kita Bhinneka” yang disimbolkan oleh beberapa pasutri Kawanua dengan pakaian adat Betawi, Tionghoa, Dayak, Batak, Jawa, Timor, Flores, dan Toraja.
Menurut Ferdinand Dumais, sesuai semangat tema APP KAJ 2018 “Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia” maka menjadi jelas bahwa semua anggota Kawanua Katolik berkewajiban menjadi transformer ke arah yang lebih baik. “Habis Gelap terbitlah Terang, Mapalus harus menjadi DNA dan karakter setiap anggota Kawanua Katolik,” tegasnya.
Selain makan malam bersama, Lisa A Riyanto dan penyanyi cilik Angel menghibur sekitar 500 warga Kawanua yang hadir. Atraksi Kolintang, Tari Jajar dan Selendang Biru juga memberi warna budaya malam itu. Selain pemberian penghargaan untuk tokoh Kawanua yang berjasa dalam mendirikan Kawanua Katolik, serta bingkisan Paskah kepada semua anak-anak dan door prize, peserta mengakhiri acara itu dengan Tarian Polonaise Minahasa, dan Mgr Suharyo pun ikut dalam tarian itu.
Sehari sebelum perayaan itu, menurut Stefi Rengkuan, Pengurus Kawanua Katolik dan Panitia Perayaan Paskah Kawanua Katolik Jabodetabek mengunjungi Panti Anak Pondok Damai Kampung Sawah untuk berbagi sukacita. Sejak pendiriannya, 8 Januari 2018, Kawanua Katolik, yang digerakkan oleh alumni Seminari Menengah Santo Fransiskus Xaverius Kakaskasen Tomohon, sudah berperanserta dalam Festival Mapalus di Bali, memberi donasi kepada lima seminari yang ada di Minahasa, membantu panti anak berkebutuhan khusus di Woloan (Minahasa), memberi donasi kepada para imam MSC yang sakit dan lansia, membedah buku “Leluhur Minahasa” karya Weliam Boseke di beberapa tempat di Jakarta dan Sulawesi Utara.
Kawanua Katolik yang baru berusia tiga bulan itu sudah melakukan beberapa hal. Mgr Suharyo dalam homili menguatkan mereka bahwa apa pun peranan mereka, atau sekecil apa pun yang mereka lakukan, kalau itu mendorong perubahan atau transformasi di tengah keluarga, lingkungan atau komunitas dan tentu saja di tengah keluarga besar Kawanua ini, “Itulah Paskah.”(paul c pati)
Terimakasih, artikelnya sangat menarik sekali. jangan lupa untuk mengunjungi kami di Konveksi Kostum Drumband Akmil