Home NUSANTARA Kalimantan Barat kehilangan seorang duta ekologi dan pemerhati sosial ekonomi

Kalimantan Barat kehilangan seorang duta ekologi dan pemerhati sosial ekonomi

0

p.jeremias ketika memimpin misa arwah di kerkop pemakaman katolik singkawang

“Kita telah kehilangan seorang duta ekologi dan pemerhati sosial ekonomi untuk masyarakat khususnya yang miskin di Kalimantan Barat.” Pernyataan itu diungkapkan Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus dalam Misa Requiem di Gereja Fransiskus Assisi Singkawang untuk mendoakan Pastor Jeremias Melis OFMCap yang meninggal dunia di Rumah Sakit Santo Vincentius Singkawang, Kalbar, 13 Maret 2018 pukul 17.20 WIB dalam usia 80 tahun.

Setelah Misa Requiem 14 Maret 2018 yang dipimpin Mgr Agus dengan konselebran Uskup Emeritus Mgr Hieronymus Herculanus Bumbun, Vikjen Keuskupan Agung Pontianak Pastor William Chang OFMCap, Provinsial Kapusin Pastor Herman Mayong OFMCap, dan puluhan imam lain itu, jenazah Pastor Jemerias dimakamkan di pemakaman Katolik yang berlokasi di Jalan Kridasana Singkawang.

Apa yang dikatakan Mgr Agus dalam Misa Requiem dibenarkan oleh beberapa tulisan dan buku serta pernyataan yang berhasil dihimpun oleh PEN@ Katolik, karena aneka karya pelayanan pastor itu khususnya di bidang ekologi, di tengah maraknya penebangan hutan secara liar dan eksploitasi alam. Pastor Jeremias bekerja bersama tim pemerhati lingkungan serta Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi dan Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Pontianak (PSE-KKP KAP) sebagai wujud pengabdian Gereja bagi umat dan masyarakat.

Selain aktif dalam gerakan pemerhati lingkungan dan sosial ekonomi, imam Kapusin asal negeri Belanda yang lahir 24 April 1938 dan resmi menjadi WNI tahun 1981 itu ikut memajukan dan mengembangkan perekonomian masyarakat Dayak Kalimantan Barat melalui Credit Union (CU) sejak 1992 hingga 2015.

“Seorang pencinta sejarah Kalimantan Barat telah berpulang,” tulis Indies Loner asal Singkawang yang kini berdomisili di Solo, Jawa Tengah. Rasa cinta yang mendalam, lanjut perempuan itu, membuat imam itu tidak berhenti mendalami dan menggali era kehidupan Borneo di masa lalu. “Ketekunannya menghasilkan beberapa karya buku, dengan tujuan agar masyarakat setempat tidak buta terhadap sejarah daerah mereka,” ungkap Indies.

Warta Paroki Singkawang menurunkan artikel tulisan Hes yang mengatakan, “Dengan ‘senjata’ tinta dan pena, maka sebuah nama mungkin saja akan kekal sepanjang masa. Dikenang karena sumbangsih berupa tulisan bagi dunia pengetahuan, pendidikan maupun kebudayaan yang tentu akan berguna baik di masa sekarang maupun masa depan. Ini pula yang tengah ditapaki oleh salah satu gembala kita. Meski karya-karyanya ia hasilkan tanpa tendensi apa-apa, namun publik boleh percaya bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu yang sia-sia dan besar pengaruhnya pada dunia pengetahuan, sejarah juga budaya.”

Sementara itu, Bruder Gregorius MTB  menceritakan bahwa Pastor Jeremias adalah sosok Fransiskan sejati yang sangat peduli dan mencintai lingkungan hidup, yang selalu menghimbau masyarakat untuk ikut memelihara dan menjaga kelangsungan hidup khususnya hutan. “Hutan merupakan paru-paru dunia. Hutan perlu dijaga dan ekologi perlu ditanamkan di hati masyarakat demi kelangsungan hidup anak cucu kita ke depan,” kata imam itu.

Lerry, yang pernah menjadi anak asrama binaan almarhum menulis, “Selamat jalan Pastor Jeremias OFMCap. Tak terasa 10 tahun telah berlalu. Ketika masih menjadi pastor paroki di Menjalin, engkau dengan penuh kesabaran dan kasih selalu menyayangi kami semua anak Asrama Putra Santo Petrus dan Paulus Menjalin. Setiap sore sesekali diselingi dengan gaya humoris yang mengocok perut. Engkau selalu bercerita tentang cinta kasih Kristus.

Ketika berbicara di hadapan umat  dalam kunjungan tim Komisi PSE-KKP KAP di Desa Subah, Kabupaten Sambas, 20 Mei 2011, Pastor Jeremias Melis OFMCap yang sudah menulis dan menerjemahkan beberapa buku mengatakan, seperti dikutip dalam blog Komisi PSE KAP, “Hentikan penghancuran Kalimantan, lestarikan alam dengan menjaga tanah, air, hutan dan udara yang ada di kampung kita. Kemajuan memang telah kita rasakan, namun itu hanya sementara untuk saat ini, tetapi di kemudian hari akumulasi persoalan atau gejolak sosial dalam memperebutkan tanah, air, hutan, akan membunuh anak cucu kita. Hal ini berarti hak paling asasi untuk hidup anak cucu kita pasti hilang.”(Suster Maria Seba SFIC)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version