Warna merah adalah warna yang identik dengan Imlek, yang dalam Gereja Katolik memiliki makna liturgis, yakni makna atau simbol kemartiran, kerelaan seorang saksi iman yang disebut martir untuk mati mencurahkan darahnya demi imannya kepada Kristus, dan sebagai pengikut Kristus warna merah melambangkan perjuangan, pengorbanan, penderitaan dan salib.
Pernyataan itu diungkapkan oleh Pastor Andreas Kurniawan OP dalam homili Misa Imlek di Katedral Santo Yosep Pontianak, 16 Februari 2018. Kepala Paroki Katedral Pastor Alexius Alek Mingkar Pr memimpin Misa itu disertai tujuh konselebran, Provinsial Ordo Kapusin Pontianak Pastor Hermanus Mayong OFMCap, Pastor Paulus Toni OFMCap, serta Pastor Orlando Morales OSM, Pastor Yosef Maswardi Pr, Pastor Fidelis Sajimin Pr, Pastor Ruben Ruruk Sandalajuk MSA, dan Pastor Andreas Kurniawan OP.
Lebih jauh Ekonom Keuskupan Agung Pontianak itu melihat salib sebagai “lambang kemenangan dan lambang keselamatan kita.” Oleh karena itu, meski dalam kehidupan selalu ada kejahatan dan kegelapan silih berganti, Pastor Andrei Kurniawan mengajak umat untuk tidak terpuruk dalam situasi itu, melainkan melihat sisi terang dan kebaikan bersama Tuhan. “Apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama kita tidak perlu khawatir, berikutnya kita harus bersyukur!” tegas imam itu.
Di hari penuh sukacita itu, umat Tionghoa mengunjungi sanak keluarganya. “Ini erat kaitannya dengan tradisi kue keranjang yang lengket namun manis,” kata Pastor Andreas Kurniawan yang menjelaskan bahwa kue keranjang yang dibagikan kepada seluruh umat setelah Misa Imlek itu “melambangkan rasa erat-keakraban dalam keluarga, bersatu dan menyatu dalam kegembiraan, keharmonisan dan kemanisan.”
Imam Dominikan keturunan Tionghoa itu tak lupa mengingatkan umat Tionghoa yang hadir untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan “sebab kegelapan, kejahatan, ketakutan, keputusasaan akan dikalahkan dengan sikap yang mampu bersyukur.” Namun selain bersyukur kepada Tuhan, imam itu mengingatkan untuk tidak lupa menghormati orangtua karena dengan demikian “berkat akan mengalir dengan sendirinya.”
Dalam Misa, Pastor Paulus Toni OFMCap mengajak umat dan para imam konselebran untuk ucapkan salam tahun baru kepada Tuhan, “sumber berkat bagi kita” dengan salam tradisional Tionghoa. “Tangan kanan untuk bekerja, tetapi juga untuk berkelahi atau melakukan kekerasan, sedangkan tangan kiri sebagai tanda damai dan cinta kasih. Maka, kepallah telapak tangan kanan dan katuplah dengan telapak tangan kiri. Ini simbol kedamaian, persahabatan, terima kasih dan syukur,” tegas Pastor Toni, dosen STT Pastor Bonus dan formator untuk frater-frater Kapusin di biara Lorenzo.
Kemudian Provinsial Ordo Kapusin Pontianak Pastor Hermanus Mayong OFMCap menggambarkan filosopi sukacita dan kedamaian dalam simbol pohon Mei Hwa. “Pohon itu akarnya adalah iman, batangnya adalah kasih, dahannya adalah pengharapan, daunnya adalah kesabaran, bunganya adalah sukacita dan buahnya adalah damai sejahtera,” ungkapnya.
Selain warna merah, Imlek juga disertai dengan beberapa simbol dan tradisi seperti shio, lampion, barongsai, angpau, pohon Mei Hwa, petasan, kembang api, jeruk, dan kue keranjang. Konon simbol-simbol atau tradisi Imlek itu, cerita Pastor Andreas Kurniawan OP, berasal dari legenda tentang raksasa bernama Nián dari pegunungan yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan penduduk desa.
Untuk melindungi diri, pada awal tahun penduduk menaruh makanan di depan pintu agar Nian memakan makanan yang disiapkan itu dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil panen. Namun suatu waktu, penduduk melihat Nian lari ketakutan setelah bertemu seorang anak kecil yang mengenakan pakaian berwarna merah. Percaya bahwa Nian takut warna merah, maka sehingga setiap kali tahun baru akan datang, mereka menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu, serta menggunakan kembang api untuk menakuti Nian.
“Semoga perayaan Imlek ini memberikan damai dan sukacita,” pesan Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus Pr kepada seluruh umat yang disampaikan dalam Misa itu oleh Pastor Alexius Alek Mingkar Pr.(Suster Maria Seba SFIC)