Dalam homili Misa hari Rabu, 17 Januari 2017, di Temuco, tanah leluhur masyarakat adat Mapuche, Chili, Paus Fransiskus mengajak masyarakat adat Chili untuk mengupayakan persatuan seperti dikatakan Yesus: “Supaya mereka semua menjadi satu (Yoh 17:21).”
Paus juga berbicara tentang keindahan wilayah Araucania yang dihuni masyarakat adat Mapuche, seraya berterima kasih kepada Tuhan yang mengizinkannya mengunjungi tempat itu dan menemui orang-orangnya. “Pemandangan ini membawa kita sampai kepada Tuhan, dan mudahlah melihat tangan-Nya di setiap makhluk. Banyak generasi pria dan wanita mencintai tanah ini dengan penuh syukur,” kata Paus.
Setelah berhenti sejenak Paus secara khusus menyalami anggota-anggota masyarakat adat Mapuche, dan juga masyarakat adat lainnya yang tinggal di negeri selatan itu yakni Rapanui (dari Pulau Paskah), Aymara, Quechua dan Atacameños, dan banyak lagi yang lain. Mereka, lanjut Paus, merayakan Ekaristi dalam suasana syukur tapi juga “sedih dan duka.”
“Kami merayakannya di Aredrome (tempat pesawat mendarat atau lepas landas) Maqueue ini, yang merupakan lokasi terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia. Kami mempersembahkan Misa ini untuk semua orang yang menderita dan meninggal, dan bagi mereka yang setiap hari menanggung beban dari banyak ketidakadilan itu. Pengorbanan Yesus di kayu salib menanggung semua dosa dan penderitaan bangsa kita, guna menebusnya,” kata Paus.
Kemudian Paus memperingatkan dua godaan yakni persatuan dengan keseragaman yang membingungkan dan persatuan melalui kekerasan yang memaksakan. “Yesus tidak meminta kepada Bapa-Nya supaya semua sama atau serupa, karena persatuan tidak dimaksudkan untuk menetralisir atau membungkam perbedaan.”
Persatuan, kata Paus, “bukanlah hasil integrasi paksa; persatuan bukanlah kerukunan yang dibeli dengan mengesampingkan beberapa orang.” Persatuan yang ditawarkan dan dicari Yesus termasuk semua budaya, dan mengakui sumbangan-sumbangan unik mereka “bagi negeri yang penuh berkat ini.”
“Persatuan adalah keragaman yang diselesaikan perbedaannya, karena tak akan membiarkan kesalahan pribadi atau komunitas diperbuat atas namanya,” kata Paus.
Paus Fransiskus juga berbicara tentang dua jenis kekerasan yang mengancam persatuan. “Pertama, kita harus waspada terhadap kesepakatan-kesepakatan ‘indah’ yang tidak akan pernah dilaksanakan.” Kekerasan seperti itu, kata Paus, “menghalangi harapan.”
Kedua, tegas Paus Fransiskus, “budaya saling menghargai tidak boleh didasarkan pada aksi-aksi kekerasan dan penghancuran yang berakhir dengan mengambil nyawa manusia.”
Kedua godaan untuk bersatu melalui kekerasan, menurut Paus, “seperti lahar gunung berapi yang menghapus dan membakar segala sesuatu yang ada di jalannya, seraya meninggalkan di situ keruntuhan dan kebinasaan semata.”
Jalan yang benar menuju persatuan, kata Paus, terletak pada “gaya aktif non-kekerasan, sebagai gaya politik untuk perdamaian.’”
Akhirnya, Paus mengajak masyarakat adat Chili untuk berdoa kepada Bapa bersama Yesus, “semoga kita juga menjadi satu; menjadi perajin persatuan.”(pcp berdasarkan Vatican News)