Serangan di Quetta tak manusiawi, kata para uskup seraya ajak umat berdoa bagi perdamaian

0
1489
Penyelematan bagi yang terluka akibat bom bunuh diri di Gereja Metodis Quetta, Pakistan. Foto oleh AFP/Banaras Khan
Penyelamatan bagi yang terluka akibat bom bunuh diri di Gereja Metodis Quetta, Pakistan. Foto oleh AFP/Banaras Khan

“Pembunuhan kejam terhadap orang-orang yang tak berdosa meningkat di Pakistan. Mari berdoa kepada Tuhan kita Yesus Kristus agar, sebagai sebuah bangsa, Dia dapat memberi kita kekuatan, kebijaksanaan, toleransi dan kedamaian. Semoga Tuhan memberikan kepada keluarga para korban kekuatan untuk sabar menanggung hilangnya orang yang mereka cintai dan agar yang terluka bisa segera pulih,” kata Ketua Konferensi Waligereja Pakistan Mgr Joseph Arshad.

Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Pakistan dan juga Uskup Agung Islamabad itu berbicara setelah terjadi serangan bunuh diri mengerikan di hari Minggu, 17 Desember 2017, yang melanda Gereja Methodis Bethel di Quetta, ibu kota Provinsi Beluchistan, dan menyebabkan kematian 13 orang dan lebih dari 56 lainnya cedera.

Dalam pernyataan Komisi “Keadilan dan Perdamaian” yang dikirim ke Agenzia Fides, ditandatangani bersama oleh Mgr Joseph Arshad, Direktur Nasional Pastor Emmanuel Yousaf dan Direktur Eksekutif Cecil S Chaudhry, Gereja di Pakistan dengan keras mengutuk “serangan pengecut dan tidak manusiawi terhadap Gereja dan orang yang tidak berdosa.”

Agenzia Fides dalam laporan 18 Desember 2017 menegaskan bahwa para uskup mengungkapkan belasungkawa terhadap para korban, dan mengatakan “sangat menghargai tanggapan cepat dari polisi dan pasukan keamanan yang membantu memastikan kehidupan sekitar 400 umat beriman di gereja itu” dan memastikan doa untuk keluarga keluarga dari umat beriman yang tewas dan terluka.

Komisi itu meminta agar institusi-institusi “membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan, dan menangani akar penyebab intoleransi ini,” seraya menekankan perlunya “memperkuat langkah-langkah untuk melindungi semua warga negara, terutama selama masa Natal ini.” Para Uskup meminta semua warga negara untuk secara sukarela mengamankan institusi-institusi Kristen.

Komisi juga mengutip keputusan Mahkamah Agung tanggal 19 Juni 2014, yang meminta pemerintah mengadopsi serangkaian tindakan konkret guna melindungi kelompok minoritas agama, dan mengharapkan pelaksanaannya yang efektif. Juga disoroti Rencana Aksi nasional melawan terorisme sebagai :prioritas maksimum untuk menghapuskan ekstremisme dari negara itu.”

Di antara suara-suara masyarakat sipil Pakistan, Nasir Saeed yang beragama Kristen dan menjabat direktur LSM CLAAS, mengatakan kepada Fides, “Menyerang umat beriman, terutama selama masa Natal, adalah tindakan pengecut. Kebencian dan kekerasan semacam itu tidak akan membantu siapa pun untuk mendapatkan tempat di surga.”

Pemimpin itu mengamati, “orang Kristen adalah komunitas yang paling damai dan juga paling rentan di Pakistan, dan telah berjuang dengan semua warga negara lainnya untuk kemerdekaan Pakistan, dengan memainkan peran penting dalam pembangunan bangsa.”

Saeed menambahkan, “Adalah tanggung jawab negara untuk memberikan perlindungan kepada warganya dan khususnya kaum minoritas. Pemerintah gagal memberikan jaminan keamanan dan gagal menyelesaikan masalah mereka. Sebagian besar orang Kristen kecewa dan tidak melihat masa depan mereka di Pakistan. Banyak yang melarikan diri dari negara tempat mereka bertempur bersama Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan.” (pcp berdasarkan laporan PA daro Agenzia Fides)

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here