Setelah prosesi Salib, penghormatan Salib, dan Misa, Uskup Manado Mgr Estephanus Benedictus Rolly Untu MSC mencanangkan Tahun Yubileum, setahun menjelang perayaan 150 tahun Umat Katolik ditemukan kembali atau hidup kembali di wilayah misi yang kemudian menjadi Keuskupan Manado.
Perayaan dan pencanangan, yang dilaksanakan di Gereja Katolik Stasi Kema, Paroki Santo Paulus Lembean, Sulawesi Utara, 14 September 2017 itu, ditandai dengan pemukulan tetengkoren (bambu yang digunakan sebagai komunikasi tradisional masyarakat Sulawesi Utara) dan pelepasan 63 balon simbol 63 paroki di Keuskupan Manado.
“Tanggal 14 September 1993, kita telah merayakan 125 tahun Gereja Katolik Kembali dan Berkembang di Keuskupan Manado. Ada banyak saksi di sini sekarang, saksi-saksi hidup, pastores, umat, juga panitia waktu itu, ada juga saksi lain yaitu salib yang diarak 25 tahun lalu, yang tadi diarak dari Tountalete ke sini bersama dengan obor,” kata Mgr Rolly dalam pencanangan itu, seperti dibagikan oleh Komsos Keuskupan Manado.
Tanggal 14 September 2018, “kita akan merayakan 150 tahun Gereja Katolik Kembali dan Berkembang di Keuskupan Manado, 25 tahun kemudian dari perayaan 25 tahun lalu,” kata Mgr Rolly seraya mengutip sambutan Uskup Emeritus Mgr Josephus Suwatan MSC saat mencanangkan Tahun Yubileum 125 Tahun Keuskupan Manado, 14 September 1992, bahwa perayaan itu adalah kesempatan bagus untuk “aggiornamento” yaitu pembaharuan hidup menggereja dan penataan kembali karya-karya pastoral Keuskupan Manado.
Maka dilakukanlah kegiatan-kegiatan untuk mengenal diri dalam konteks sejarah, mawas diri dalam realita masa kini, dan menata diri menuju masa depan. “Sejak Perayaan Tahun Yubileum 125 Tahun itu, saya mencatat tiga pertemuan penting yang telah menentukan langkah-langkah strategis Keuskupan Manado sampai tahun ini. Pertama, Musyawarah Pastoral Keuskupan Manado tahun 1993, kedua Sinode Keuskupan Manado tahun 2000, dan ketiga lokakarya tahun 2011 untuk menyusun Rencana Strategis Pastoral Gereja Katolik Keuskupan Manado 2012-2016,” kata uskup.
Selain itu, Mgr Rolly memperhatikan peristiwa-peristiwa penting lain yang ikut menentukan perjalanan Keuskupan Manado seperti pertumbuhan panggilan imam diosesan yang semakin banyak. Dalam kepemimpinan Uskup Emeritus Suwatan, dicatat 161 tahbisan, 91 di antaranya imam diosesan. “Suatu perkembangan yang luar biasa,” tegas uskup baru itu.
Mgr Roilly juga mencatat pemekaran paroki dan pembentukan kevikepan, kehadiran tarekat-tarekat baru, keterlibatan awam yang semakin bervariasi dalam hidup menggereja, Indonesian Youth Day tanggal 1-6 Oktober 2016, dan tahun ini, tahbisan dirinya sendiri sebagai uskup baru, 8 Juli 2017, 27 tahun setelah tahbisan Mgr Suwatan.
“Sebagai Uskup Manado, saya mengajak umat Katolik Keuskupan Manado untuk menyambung cerita ini, menyambung kisah perjalanan kita bersama, mulai hari ini 14 September 2017 sampai dengan 14 September 2018, mulai di Kema, di stasi ini.
Menurut catatan sejarah yang dibagikan Pastor Albertus Sujoko MSC, tanggal 14 September 1868 Pastor Jan de Vries SJ berangkat dari Batavia (Jakarta) dan mendarat di pantai Kema. Pastor Jan de Vries diutus oleh Vikaris Apostolik Batavia, Mgr P Vrancken Pr (1847-1874) untuk memenuhi undangan Daniel Mandagi, pensiunan tentara KNIL yang sudah menjadi Katolik di Jawa, dan ingin membaptis anaknya. Waktu itu tidak ada satu pun imam Katolik di wilayah Sulawesi Utara karena semua wilayah dikuasai oleh pendeta Protestan. Sisa-sisa umat Katolik dari karya misi tahun 1500-an juga sudah menjadi Protestan.
Mgr Suwatan kebetulan menemukan surat dari Daniel Mandagi itu. Surat yang diserahkan oleh Pastor Jocobus Wagey Pr (Imam diosesan Manado tertua yang saat ini berusia 82 tahun) itu diperoleh dari ketua umat di Desa Tintjep, Paroki Sonder, tempat Pastor Wagey berkarya saat itu.
Menyadari hal itu, Mgr Suwatan lalu membuat perayaan besar di tahun 1993 dengan penghormatan Salib Tuhan Kita Yesus Kristus yang diarak berkeliling seluruh wilayah Keuskupan Manado. Saat itu juga dilaksanakan gerakan penulisan sejarah permulaan dari setiap paroki.
Pastor Katolik baru bisa sampai di Manado tanggal 14 September 1868, demikian catatan Pastor Sujoko. Sejak itu, secara berkala ada pastor datang ke Manado dari Surabaya. “Kalau saya tidak salah ingat, di buku baptis Paroki Pineleng ada nama Pastor Jan van Meurs SJ, pastor paroki di Surabaya yang sekitar tahun 1886 setiap setahun sekali mengunjungi stasi-stasi di sebelah utara Surabaya, yaitu Makassar dan Manado untuk memberikan pelayanan kepada umat Katolik,” tulis imam itu.
Hujan mewarnai Kema saat pencanangan tahun yubileum yang disebut oleh Mgr Rolly Untu sebagai “Pesta Iman Kita Bersama” itu. Walaupun ada hujan-hujan sedikit “tetapi kita melihat dengan penuh iman, ini hujan berkat bagi kita sekalian menandai perjalanan satu tahun ke depan. Mari kita berjalan terus sesuai moto saya: Dalam terang-Mu kami melihat terang.”(paul c pati)