Untuk meningkatkan nilai persatuan di tengah kebhinekaan dan merekatkan persatuan dan kesatuan antarsesama anak bangsa dalam menjaga Pancasila, Kebhinekaan, NKRI, dan UUD 1945, sebanyak 53 mahasiswa-mahasiswi Universitas Ma Chung Malang bekerjasama dengan Polres Batu melakukan kegiatan Orientation Based on Reflection, Lintas Iman Obor 2, di Kota Batu.
Selama tiga hari, para mahasiswa-mahasiswi itu tinggal dan menjaga tujuh pusat keagamaan yang ada di Kota Batu yakni Vihara Dhammadipa Arama, Klenteng Kwam Im Tong, Pondok Pesantren Darus Solichin, Seminari Tinggi SVD, Biara Suster SSpS Santa Maria, Komunitas Hindu di Pura Giri Arjuna, dan Komunitas Institute Injil Indonesia.
Dengan didampingi dosen, staf, alumni dan mahasiswa fasilitator, mereka diberangkkan tanggal 24 Juli 2017 Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto dari ruang pertemuan utama (Rupatama) Polres Batu.
“Setiap agama pasti mengajari toleransi, saya minta selama dalam kegiatan, peserta menjaga dan menghormati setiap kegiatan yang dilaksanakan pada masing-masing tempat ibadah,” kata Kapolres Kota Batu Budi Hermanto.
Budi Hermanto memberikan apresiasi kepada Universitas Ma Chung yang sudah melakukan kegiatan untuk memperteguh kebhinekaan kepada mahasiswa dan mengacu pada Nawacita Presiden Jokowi, dan berharap kegiatan itu dikembangkan dan dilaporkan dengan bagus, “hingga bisa mendorong toleransi umat beragama di mana pun.”
Felik Sadwindu Wisnu Broto, Kepala Pusat Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan, Universitas Ma Chung mengatakan, kegiatan itu merupakan acara tahunan yang diimplementasikan lembaganya “untuk membentuk karakter mahasiswa yang berdaya cipta pada masyarakat dan menghidupkan karakter toleransi antar umat beragama.”
Kegiatan itu dilaksanakan bekerjasama dengan kapolres karena memiliki visi sama. “Kita mendapatkan dukungan dari Kapolres Batu, karena visi kita sama,” ujar Felik. Tiga lalu, kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Malang, tahun 2016 di Kota Malang dan tahun ini dilaksanakan di Kota Batu.
Dengan menginap selama tiga hari di pusat peribadatan, diharapkan mahasiswa menjadi tahu ajaran serta kegiatan rohani di tempat ibadat itu. Mahasiswa menginap di tempat peribadatan yang berbeda dengan keyakinannya.
“Kita berharap mahasiswa kita berpikiran luas, karena dulu ada yang mengira salah satu pusat keagamaan itu mengajarkan ajaran radikal, ketika mereka hidup di sana selama beberapa hari, baru mereka paham bahwa anggapan mereka selama ini salah,” ujar Felik.
Selain itu, lanjutnya, diharapkan usai dari kegiatan itu, para mahasiswa membuat tulisan refleksi yang akan dibukukan, “hingga menjadi kekayaan keilmuan untuk mahasiswa atau pun untuk masyarakat.” (Felixianus Ali)