Jumat, November 22, 2024
25.4 C
Jakarta

Kaum muda lintas agama Semarang bertekad melawan radikalisme dan intoleransi

Srawung (3)

Hujan rintik yang masih turun di halaman Balaikota Semarang, 5 Maret 2017, tidak menghalangi sekelompok kaum muda dari berbagai agama mengucapkan Deklarasi Lintas Agama: “Kami, orang muda lintas agama Semarang untuk Indonesia menyerukan dan bertekad mengembangkan sikap hidup inklusif, inovatif, dan transformatif serta melawan setiap bentuk radikalisme dan intoleransi di muka bumi ini.”

Seruan yang diawali Leonardus Devi ditirukan kaum muda lainnya. Mereka juga bertekad “Mencintai dan menciptakan kerukunan dalam keberagaman untuk mewujudkan peradaban kasih bagi masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan beriman apa pun agama kami,” serta “Berjuang dengan siapa saja untuk terus membangun presaudaraan dan persahabatan sejati,” dan “Menjaga dan menegakkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”

Sejak pukul 09.30, sebanyak  2314 kaum muda dari 71 komunitas lintas agama di Semarang menggelar acara Srawung Kaum Muda Lintas Agama. Selebrasi bernuansa kebhinekaan itu berisi atraksi kesenian dalam bentuk Tari Janger, Tari Saman, Tari Sufi, Seni Rebana, dan lagu-lagu bertema kebangsaan.

Srawung diselenggarakan oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, Persaudaraan Lintas Agama Semarang serta UIN, Unwahas, Unisula, Unes, dan Unika.

Menurut ketua panitia Lukas Awi Tristanto, acara srawung itu diadakan dalam rangka membangun persaudaraan sejati dan menolak intoleransi. “Beragama di Indonesia adalah beragama bersama orang lain yang berbeda-beda agama,” katanya kepada PEN@ Katolik.

Sebelum menyampaikan deklarasi itu, peserta mendengarkan refleksi kebhinekaan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh agama KH Ubaidillah Achmad, Pastor Aloys Budi Purnomo Pr, Sumarwanto, Pendeta Tjahjadi Nugroho, Pandita Aggadhammo Warto, I Nengah Wirta Darmayana dan Andi Tjiok. Penyair Joko Pirnubo dari Yogyakarta turut membacakan syair yang dilengkapi dengan refleksinya.

Andi Tjiok dari Khonghucu mengatakan, Tuhan menciptakan kita berbeda. “Tidak ada sesuatu yang sama persis. Jadi ketika berbicara Tuhan kita berbicara perbedaan,” katanya. Sedangkan Pandita Aggadhammo Warto berpesan kepada kaum muda supaya bangkit, maju bersama dalam membangun persaudaraan. “Lihatlah perbedaan itu sebagai kekuatan, sebagai penyeimbang dalam kita melangkah bersama, maju bersama untuk membangun Indonesia ini,” kata tokoh Buddha itu.

Tokoh Hindu I Nengah Wirta Darmayana mengatakan, walaupun berbeda, kita adalah anak-anak bangsa Indonesia. Negara ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan negara agama, maka “kalau kita saling menghargai dan toleransi akan terjalin persatuan dan kesatuan bangsa.”

Ubaidillah Achmad mengatakan, agama yang hanya mengedepankan ideologi dan mengabaikan keragaman sebenarnya bukan agama. Karena, menurutnya, “prinsip dasar agama selain ketuhanan dalam hal kebangsaan adalah keragaman itu sendiri.”

Pendeta Tjahjadi mengajak kaum muda supaya bersyukur bahwa Indonesia bisa bertahan menghadapi radikalisme, terorisme, dan intoleransi. Menurutnya, tanda bersyukur adalah “menjaga bangsa dan negara kita.”

Menurut tokoh penghayat, Sumarwato, orang yang intoleran adalah orang yang belum bisa memahami esensi Ketuhanan yang universal, yang “masih menganggap dirinya paling benar, paling baik.”

Setelah membaca syair, Joko Pinurbo mengatakan bahwa dalam dunia sastra, toleransi sudah tumbuh di dalam diri pengarang. Salah satunya Chairil Anwar, orang Islam namun menulis puisi Isa. “Sastra melatih imajinasi menjadi lebih fleksibel, lebih luwes sehingga cara berpikir pun lebih terbuka, lebih merdeka,” katanya. Selain imajinasi, sastra melatih empati supaya lebih peka terhadap nasib orang lain, lanjutnya.

Pastor Aloys Budi Purnomo Pr mengatakan perlunya membangun persaudaraan sejati dan masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan beriman apapun agamanya. Walikota Semarang Hendrar Prihadi meminta kaum muda menjaga situasi yang kondusif. “Kalau ada yang tidak puas silakan pindah ke negara lain,” katanya.

Acara Srawung, yang diisi kegiatan sosial donor darah itu, juga dihadiri para biarawati, yang tanpa sungkan berbaur dengan kaum muda dari berbagai agama. (LAT)

Srawung (5)

Srawung (2)

Srawung (4)

Srawung (1)

Srawung

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini