Uskup Emeritus Torit di Sudan Selatan mengatakan orang Sudan Selatan perlu belajar 20 kata dan delapan frasa jika perdamaian abadi hendak dipulihkan di negara itu.
“Kata-kata itu adalah: Cinta, sukacita, perdamaian, kesabaran, kasih sayang, simpati, kebaikan, kebenaran, kelemahlembutan, penguasaan diri, kerendahan hati, kemiskinan, pengampunan, belas kasih, persahabatan, kepercayaan, persatuan, kemurnian, iman dan harapan. Ada dua puluh,” kata Mgr Paride Taban.
Sedangkan delapan frasa, lanjut uskup emeritus itu, adalah, “Aku mencintaimu, aku merindukanmu, saya berterima kasih kepadamu, saya memaafkan, kami lupa, sama-sama, saya salah, saya minta maaf.”
Uskup itu menegaskan bahwa, “Hanya dengan internalisasi kata-kata itu perdamaian permanen dapat kembali ke Sudan Selatan.” Karena sesuai pengamatannya, “segala sesuatu di dunia seperti para kaisar akan berlalu, tetapi cinta akan tetap selamanya.”
Uskup Taban berbicara kepada Dewan Tetua Jieng di Juba baru-baru ini. Dia meminta warga senior untuk mengingatkan generasi muda betapa mereka pernah hidup dalam perdamaian dan kerukunan tanpa memandang latar belakang suku.
“Sudan Selatan tidak pernah bersifat kesukuan seperti itu selama masa mudaku. Kita sekarat karena kita tidak tulus satu sama lain,” demikian gema pesan yang dikotbahkan uskup itu sejak konflik internal mulai terjadi tahun 2013.
Uskup Sudan Selatan itu adalah pemenang Penghargaan Sergio Vieira de Mello 2013. Penghargaan PBB itu diberikan sebagai pengakuan atas usahanya meningkatkan perdamaian.
Tahun 1999, Uskup Emeritus Taban itu memulai Desa Perdamaian Tritunggal Mahakudus di Khatulistiwa Timur, sebuah negara bagian di Sudan Selatan. Proyek, yang awalnya tanah pertanian contoh, kemudian diperluas tahun 2004 menjadi sebuah desa tempat orang-orang dari berbagai suku, bangsa dan agama tinggal dan bekerja bersama. (pcp berdasarkan Radio Vatikan)