Home RENUNGAN Kamis, 30 Juni 2016

Kamis, 30 Juni 2016

0

jesus-roof-paralytic-22

PEKAN BIASA XIII (H)
Santo Bertrandus; Santo Theobaldus;
Santa Giacinta Marescoti

Bacaan I: Am. 7:10-17

Mazmur: 19:8. 9. 10. 11; R:10

Bacaan Injil: Mat. 9:1-8

Pada suatu hari Yesus naik ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: ”Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: ”Ia menghujat Allah.” Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: ”Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”—lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu—: ”Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Dan orang itu pun bangun lalu pulang. Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.

Renungan

Kisah penyembuhan orang lumpuh dalam Injil hari ini menyadarkan kita bahwa cara pandang Allah sering kali berbeda dari cara pandang manusia. Umumnya, ketika ada yang sakit, seorang paramedis langsung melakukan diagnosa dan memberikan tindakan medis agar kesehatan pasien dipulihkan. Demikianpun yang dipikirkan oleh beberapa ahli Taurat ketika Yesus menyembuhkan seorang lumpuh di kota-Nya sendiri, yakni Kapernaum. Maka persoalan muncul ketika Yesus tidak melakukan tindakan medis yang lazim. Yesus malahan terlebih dahulu mengampuni dosa pasien tersebut. Hal ini semakin memancing emosi ahli Taurat. Yesus dianggap menghujat Allah karena berani-beraninya Dia melakukan tindakan pengampunan yang merupakan hak dan kuasa Allah. Namun, bagi Yesus kesembuhan fisik merupakan sesuatu yang bersifat lahiriah. Yang terutama adalah kesembuhan batiniah. Dengan mengampuni dosa si lumpuh, Yesus terlebih dahulu menyembuhkan jiwanya akibat dosa manusiawinya. Penyembuhan jiwa batiniah menjadi jalan lapang bagi kesembuhan fisik yang kemudian memampukan si lumpuh untuk bisa berjalan. Apa gunanya tampilan fisik lahiriah jika hati dan jiwa masih dililiti penyakit dosa dan kegelapan?

Kesehatan fisik-ragawi tentu amatlah penting bagi kita manusia. Bahkan orang rela meng­habiskan banyak uang untuk memperoleh kesembuhan. Berapa pun besar biaya rumah sakit atau pusat kebugaran, orang tidak pernah memperhitungkannya karena memang kesehatan fisik adalah harta yang melebihi segala-segalanya. Dan ini adalah benar. Namun, betapa timpangnya kehidupan kita jika di sisi lain kita mengabaikan kesehatan jiwa kita. Cacat jiwa akibat dosa sering kali lupa atau bahkan dilupakan. Padahal kita tidak perlu mengeluarkan duit serupiah pun. Gereja, melalui Sakramen Pertobatan, menyiapkan jalan lapang bagi kita untuk senantiasa memulihkan jiwa kita dari dosa dan kegelapan. Kita tahu, tetapi sering kali tidak mau tahu.

Ya Tuhan, sinarilah aku dengan kuasa Roh-Mu agar aku senantiasa disembuhkan dari sakit dan penyakit. Semoga aku setia menerima Sakramen Tobat sebagai sarana keselamatan yang memulihkan jiwa dan ragaku dari dosa dan kesalahanku. Amin. 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version