Home OPINI Paroki Majenang rayakan lustrum pertama dengan semangat sehati sejiwa

Paroki Majenang rayakan lustrum pertama dengan semangat sehati sejiwa

0

0. Penerimaan Sakramen Krisma dan Lustrum I Paroki 1 Okt 2015

Oleh Suster Charlie OP

——————————–

Cor Unum Anima Una (sehati sejiwa) adalah moto Paroki Santa Theresia Majenang. Sehati sejiwa menjadi inti dan jiwa paroki itu. Maksudnya, dengan kesatuan hati dan jiwa persekutuan umat beriman paroki bergerak dan terlibat aktif mewujudkan dan mewartakan kabar sukacita Allah, serta sehati sejiwa mewujudkan Gereja sebagai paguyuban yang hidup, dewasa, dan berdaya pikat di lingkungan Gereja dan masyarakat sekitar.

Paroki Santa Theresia Majenang merayakan HUT ke-5, 1 Oktober 2015. Perayaan syukur yang merupakan lustrum pertama itu dibuka dengan perayaan liturgi Pembukaan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) di awal September. Dalam perayaan ini, umat diajak menyatukan hati yang bersumber dan berdasar pada Kitab Suci, serta menghayati, menghidupi, dan memperjuangkannya setiap saat, di mana pun dan pada setiap insan dalam masyarakat sekitar

Dalam BKSN 2015, umat Paroki Majenang melaksanakan pastoral sesuai fokus pastoral Keuskupan Purwokerto yang menekankan pelayanan kerasulan pendidikan. Tema BKSN Keuskupan Purwokerto adalah “Keluarga melayani seturut Sabda, keluarga mendidik seturut Sabda.”

Dengan tema itu diharapkan pelayanan dalam keluarga menjadi proses pendidikan seluruh anggota keluarga. Keluarga yang mendidik dalam Sabda menjadi jalan ampuh untuk bertahan menghadapi berbagai tantangan. Harapan lain agar pelayanan yang terpancar keluar merupakan wujud dari proses pendidikan sejak dini dalam diri setiap anggota keluarga, yang bertumbuh dalam iman dan membangun persekutuan otentik yang berpijak pada Sabda, yang akhirnya memberi pelayanan terbaik bagi sesama dan masyarakat.

Menjelang puncak HUT itu, umat Paroki Majenang aktif mengikuti retret tiga hari atau triduum yang dipandu oleh Vincencius Cahyono Santoso dari Keuskupan Agung Semarang. Tema triduum, “Pergilah, Engkau diutus!” mengajak umat menyadari mujizat Tuhan dalam peristiwa hidup sehari-hari, terlebih yang sulit dan menyakitkan, yang sering kali berlalu dan kurang disyukuri.

“Sebenarnya ketika dibaptis dalam nama Bapa (disiram air … cuur), dalam nama Putera, cuur, dan dalam Roh Kudus, cuur,” jelas Vincen, “hidup kita dipenuhi kuasa Roh Kudus dan resmi diterima sebagai keluarga Kerajaan Allah, sehingga kita mengalami hidup baru dalam Tuhan. Maka, sebagai umat beriman kita percaya bahwa kematian adalah kepastian dan hidup adalah mujizat.”

Orang yang telah dibaptis, semestinya lebih tenang dan sukacita menghayati peristiwa hidup, karena Allah yang berkehendak. Dengan demikian, rasa syukur akan terpancar dalam sikap dan perbuatan pewarta Kabar Gembira (Injil) yang bahagia dan sukacita. Tapi, terkadang kita mengunci Roh Kudus di dalam hati dengan rasa ego, sombong, dan congkak, sehingga Roh Kudus tidak dapat berbuah melimpah melainkan  terbelenggu oleh keangkuhan kita.

Sebaiknya kita membiarkan Roh Kudus mengobarkan dan menggerakkan hati agar dapat berbuah dan pergi berbagi berkat dengan sukacita supaya banyak orang mengalami sukacita pula. Hidup itu indah jika terpancar dari kedalaman hati yang membuat kehidupan menjadi semarak dan berarti. Memang, hidup bermakna tidak selalu dari suasana hidup nyaman, bisa saja dari pengalaman ketidaknyamanan, kegagalan, kegelisahan, kelemahan, dan dosa yang akrab dalam kehidupan kita.

Sungguh mengagumkan menikmati kehidupan setelah berhasil melintasi sederet kesulitan. Semua peristiwa kelam tidak akan menghancurkan keindahan hidup karena bersama Yesus kita mampu mengolah segala situasi hidup yang melingkupinya. Dari kegelapanlah kita bisa mengagumi secercah cahaya, dan hanya dari kematian akan terjadi kebangkitan. Maka, kita perlu mengakrabi dan memproses hidup yang tidak mengenakkan bersama Yesus, supaya hidup menjadi indah dan membawa sukacita. Inilah kelebihan menjadi Katolik, bukan muka yang dilipat dan makian, tetapi senyum merekah, supaya orang lain mengalami sukacita itu sendiri.

Triduum juga bermaksud untuk mempersiapkan hati umat dalam menantikan kuasa Roh Kudus dalam Misa Novena Santa Theresia selama sembilan hari menjelang perayaan puncak pada HUT paroki. Di saat persembahan, umat yang mempunyai ujud maju ke depan untuk membakar doa permohonan pribadi di tembikar yang disiapkan. Lagu “Utuslah Roh-Mu Ya Tuhan” yang lembut nan syahdu mengiringi langkah mereka.

Dalam sambutannya, ketua panitia Benedictus Kukuh Sanyoto dari Bidang Pewartaan DPP Paroki Majenang mengatakan, “Gereja bukanlah tempat mencari uang atau makan, melainkan pengabdian atau pelayanan. Hendaklah kita sebagai umat bersyukur dengan mau terlibat dalam setiap gerak paroki.”

Puncak lustrum adalah Misa Krisma bagi 42 krismawan dan krismawati. Uskup Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ yang memimpin Misa mengawali khotbahnya dengan menyapa umatnya dengan salam, “Assalamu Allaikum.” Umat pun menjawab, “ Walaikum Salam, Bapak Uskup!” Uskup Sunarka memang banyak bergaul dan dekat dengan umat Muslim, terlebih dengan para kyainya.

Dalam khotbahnya, uskup menghimbau agar umat meneladani sikap misioner Santa Theresia yang memiliki hati misioner, meskipun hidup dalam biara kontemplatif. “Santa Theresia selalu berdoa untuk dunia supaya Yesus menyelamatkan,” tegas uskup.

Theresia Kanak-Kanak Yesus menyerahkan diri kepada Tuhan, seperti kedekatan seorang anak dengan ibunya. Sebagai manusia umumnya, Santa Theresia mempunyai keraguan, kekacauan, dan kegalauan, namun dia menyerahkan diri kepada Tuhan. Uskup pun berharap para krismawan dan krismawati serta semua umat tetap dekat dengan Tuhan, sehingga semakin lama semakin dewasa dan mandiri.

Mgr Sunarka berharap kerasulan pendidikan menjadi perhatian utama, karena dunia pendidikan menjadi sarana strategis dalam menyampaikan warta gembira. Berbicara tentang himbauan Paus Fransiskus untuk peduli pada kelestarian alam dan penghijauan sebagai perwujudan iman, Uskup Purwokerto menyarankan agar tanah kosong milik paroki ditanami pohon bringin, mangga, sukun dan nangka.

Pada HUT paroki, panitia menggagas acara ramah lingkungan dengan jalan sehat yang dikemas dalam “Bersih Kota” yakni berjalan sambil menyapu dan memungut sampah. Pembagian doorprize menutup acara itu.

Selain triduum dan jalan sehat, selama BKSN 2015 dan menjelang lustrum juga dilaksanakan donor darah, lomba anak-anak, novena, baksos, lomba lektor, pendalaman Kitab Suci, penjualan dan pameran buku rohani, bulan bakti pendidikan dengan Rosario, dan Misa Inkulturasi Satu Suro.

Mgr Sunarka bukan hanya berterimakasih kepada Pastor Martinus Ngarlan Pr yang mempersiapkan Gereja Santa Theresia resmi menjadi paroki sejak 1 Oktober 2010, namun mengutus Pastor Agustinus Agung Pralebdo Pr ke Paroki Majenang untuk menggantikan Pastor Geovanni Dody Kurnianto Pr yang ditugaskan ke Seminari Mertoyudan. Pastor Agung adalah gembala sederhana dan bersahaja. Seperti halnya Mgr Sunarka, imam baru di paroki ini suka blusukan untuk lebih dekat dengan warga dan umat.

Dengan penuh percaya diri dan bangga dengan mobil butut “yang konon harganya lebih murah dari laptop,” pastor itu pergi ke stasi dan mengunjungi umat yang rumahnya sangat jauh dari tempat ibadat. Pengalaman blusukan menjadi inspirasi khotbahnya dan dituangkan dalam bahasa ringan, lucu, tetapi menyentuh hati, dalam bukunya.***

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version