“Secara khusus selama masa Prapaskah tahun ini, bersama Panitia Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Surabaya kita berkomitmen untuk membangun keluarga sebagai sekolah iman yang penuh sukacita. Tema ini penting karena berkaitan dengan fokus perhatian pastoral ArDas Keuskupan Surabaya yang mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Keluarga dan Pendidikan.”
Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono menulis penetapan ini dalam Surat Gembala Prapaskah 2015 bagi Umat Katolik Keuskupan Surabaya yang bertema “Mewujudkan Keluarga sebagai Sekolah Iman yang Penuh Sukacita.”
Berkenaan dengan fokus pastoral yang pernah disampaikan uskup itu pada Surat Gembala ArDas di awal tahun 2015 itu, Mgr Wisaksono mengajak umatnya untuk merenungkan konteks keluarga masing-masing sebagai sekolah iman yang penuh sukacita.
“Sungguh menarik bahwa dalam kesempatan Sinode para Uskup tahun lalu Bapa Suci Paus Fransiskus mengingatkan kita agar menyadari pentingnya peran keluarga dalam pembaharuan hidup dunia dan Gereja,” tulis uskup yang melihat bahwa krisis relasi serta moral dan iman dalam keluarga, secara cepat atau lambat, akan mempengaruhi wujud masyarakat.
Keluarga adalah komunitas iman, harapan, dan kasih, tegas Mgr Wisaksono. “Karena itu keluarga bisa disebut juga sebagai Gereja Rumah Tangga. Keluarga pun merupakan sel masyarakat yang paling awali. Norma dan nilai keluarga adalah dasar hidup sosial. Keluarga merupakan sekolah untuk bermasyarakat dan menggereja (bdk. Kompendium KGK 456-457),” jelas Uskup Surabaya.
Masa Prapaskah 2015 adalah saat tepat untuk menegaskan kembali panggilan keluarga pada kekudusan dan peran kuncinya dalam memperbaiki masyarakat. “Sehubungan dengan panggilan keluarga kepada kekudusan, sesungguhnya keluarga kristiani adalah sekolah iman. Melalui keluargalah, pewarisan, penerusan ajaran dan penghayatan iman dari orang tua kepada anak-cucu secara real dilangsungkan.”
Wujud nyata penghayatan iman, jelas uskup, tampak pada aneka relasi, baik internal keluarga maupun antarkeluarga di tengah masyarakat. “Iman seseorang hanya berkembang dengan penuh dalam kebersamaan dengan orang lain, secara khusus berawal dari keluarga.”
Menurut Mgr Wisaksono, kesadaran akan peran keluarga sebagai sekolah iman menjadi semakin penting di tengah maraknya semangat individualisme jaman ini. “Semangat ini berpotensi memecah kesatuan keluarga menjadi pribadi-pribadi yang terisolasi dalam dirinya sendiri. Jika tidak disadari, semangat ini akan membawa anggota keluarga untuk berpikir bahwa dirinya berkembang hanya jika memenuhi keinginan dirinya sendiri yang dipandang absolut, juga dalam iman.”
Maka, Mgr Wisaksono mengajak seluruh keluarga Katolik, seirama dengan semangat tobat dalam masa Prapaskah, untuk meningkatkan jumlah dan mutu keterlibatan mereka dalam kehidupan iman bersama keluarga sehingga bisa menjadi agen perubahan masyarakat.
Uskup juga mengingatkan Seruan Apostolik “Evangelii Gaudium” Paus Fransiskus bahwa hakekat setiap pribadi kristiani, dengan demikian juga setiap keluarga kristiani, adalah menjadi misionaris sukacita Injil. “Inilah tantangan keluarga kristiani saat ini dan di hari-hari mendatang. Setiap keluarga kristiani dipanggil untuk menjadikan dirinya sekolah iman yang penuh sukacita dan mewartakan sukacita yang dialaminya.”
Keluarga kristiani lalu diajak menemukan dan memaknai sumber sukacita sejati. “Sukacita tumbuh dan mekar karena ada komunikasi yang intim dan hangat, perjumpaan antarpribadi yang bermutu, kesetiaan dalam doa bersama, pengampunan satu sama lain, kepedulian untuk saling mendewasakan iman, dan amal kasih. Itu semua bisa terwujud bila keluarga kristiani menyadari bahwa ikatan yang ada di antara anggota keluarga kristiani bukanlah semata ikatan sosial dan manusiawi. Ikatan yang mempersatukan anggota keluarga kristiani adalah ikatan iman: perjumpaan pribadi dengan Kristus yang menyelamatkan. Inilah sumber sukacita sejati keluarga kristiani,” tulis surat gembala itu.(paul c pati)