Home SOSIAL Melakukan gerakan cinta bumi wujud iman, bukan iman hafalan

Melakukan gerakan cinta bumi wujud iman, bukan iman hafalan

0

IMG_0020

Melakukan gerakan cinta terhadap bumi adalah wujud iman, bukan iman hafalan. Iman kita hidup ketika melakukan tindakan. Iman kita adalah iman tindakan, antara lain tindakan untuk mencintai lingkungan hidup yang sedang rusak di bumi saat ini.

Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran-Perantau dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Pastor Paulus C Siswantoko Pr berbicara dalam seminar ekologi di Gereja Santa Theresia  Bongsari, Semarang, 14 Desember 2014.

Menurut imam yang akrab dipanggil Pastor Koko itu, melestarikan keutuhan ciptaan adalah melaksanakan kehendak Allah dengan tulus dan sepenuh hati demi kelangsungan hidup semua makhluk. “Jadi bukan karena alasan ekonomis, hedonis, dan pragmatis, tetapi sebuah pilihan iman yang hidup”.

Sebagai sakramen keselamatan, lanjut Pastor Koko, Gereja dipanggil untuk melaksanakan kehendak Allah khususnya untuk menjaga, memperbaiki dan melindungi keutuhan ciptaan, “karena Allah menciptakan semua ciptaan dengan kasih-Nya.”

Sekitar 100 orang mendengarkan masukan dari putra kelahiran Sendangsono itu. Pastor Koko menegaskan bahwa sampai hari ini hanya bumi yang jadi tempat hidupnya makhluk-makhluk hidup. “Meskipun ada yang lain, belum dapat dibuktikan bahwa di luar bumi ada kehidupan. Bumi yang satu ini  sebenarnya adalah sebuah komunitas kehidupan, karena di dalamnya ada manusia, ada hewan, ada tumbuhan.”

Mengomentari keadaan bumi yang rusak saat ini, Pastor Koko tegas mengatakan bahwa penyebab utama dari kerusakan alam-bumi adalah tindakan manusia, yang serakah, rakus. “Meskipun bencana alam juga bisa merusak, tetapi efek kerusakan yang jauh lebih kuat disebabkan oleh tindakan manusia,” kata imam itu, seraya menambahkan bahwa Gereja Katolik pun terlibat.

Maka, dalam seminar bertema “Gereja Terlibat Melestarikan Bumi” itu, Pastor Koko menyalahkan Gereja yang tidak mengolah sampah dengan baik dan membiarkan sampah begitu saja atau cuek. “Dalam situasi kerusakan seperti itu, Gereja Katolik sebagai pemegang dan pelaksana kehendak Sang Pencipta berkewajiban mengajak umat Katolik untuk berbuat baik terhadap lingkungan hidupnya.”

Yang utama, tegas imam itu: “Gereja perlu melakukan pertobatan ekologis.” Manusia, jelasnya, harus menyadari bahwa mereka tidak di atas, tetapi merupakan bagian dari makhluk yang lain. “Kalau di atas, manusia bisa berbuat semena-mena terhadap alam, dan kalau manusia menjadi bagian dari alam, bagian dari orang lain, maka bumi akan tetap terpelihara, tetap hijau, damai, tenteram.”

Peserta juga mendengarkan masukan wakil Kementerian Lingkungan Hidup yakni Agus Sukandar, dan dari Dewan Paroki Bongsari yakni Untari. Menurut Untari, paroki itu telah melakukan beberapa kegiatan terkait dengan pelestarian keutuhan ciptaan, di antaranya tebar benih ikan di sungai dekat gereja, pembagian bibit tanaman, pengolahan sampah, dan percontohan ternak cacing.

Pastor Agustinus Sarwanto Pr, moderator seksi lingkungan hidup Paroki Bongsari, berharap agar dengan seminar itu hati umat yang tertutup menjadi terbuka untuk sungguh ikut serta melestarikan bumi. “Bukan hanya melestarikan lingkungan hidup tetapi melestarikan bumi,” tegas imam itu.(Lukas Awi Tristanto)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version