Kendurenan HUT pemberkatan gereja dilaksanakan dengan cara Islam

3
5259

20141212_202908

Memperingati HUT ke-77 Pemberkatan Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kebon Dalem Semarang, 12 Desember 2014, Dewan Paroki Paroki Kebon Dalam menyelenggarakan kendurenan atau selamatan yang dipimpin oleh seorang modin, Kamidi, dengan cara Islam.

Selain pengurus dewan paroki dan sejumlah umat paroki, warga dari berbagai agama yang tinggal di sekitar gereja menghadiri kendurenan di pastoran paroki itu. Usai melantunkan doa, lebih dari 100 orang itu menyanyikan lagu ‘Tombo Ati’ dengan iringan musik keroncong dan saksofon yang dibawakan oleh Kepala Paroki Pastor Aloys Budi Purnomo Pr.

Kemudian, tumpeng yang ada di tengah-tengah warga itu pun dibagi-bagi dan disantap bersama. “Acara ini bisa menjadi tanda damai,” kata Zaeni, pengurus Masjid Al Taqwa, yang berdiri tak jauh dari gereja itu. Dia pun mengajak warga untuk saling menoleh ke kanan dan ke kiri mereka. “Mari kita saling tersenyum!” ajak Zaeni seraya berharap agar warga tetap rukun meski berbeda agama dan suku.

Menurut Wakil Ketua II Dewan Paroki Kebon Dalem Agus Handoyo, maksud penyelenggaraan kendurenan itu bukan saja untuk memperingati hari ulang tahun pemberkatan gereja, namun juga untuk “membangun kepedulian dengan warga di sekitar, membuka diri, dan menjadi semakin signifikan dan relevan seperti arahan Keuskupan Agung Semarang.”

Kendurenan adalah tradisi turun-temurun untuk berdoa memohon keselamatan yang dihadiri warga sekitar yang duduk di lantai mengelilingi tumpeng dan aneka jenis makanan. Setelah berdoa makanan itu dimakan bersama.

“Hari ini kami sangat gembira, karena bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian turut bersuka cita bersama kami di dalam merayakan syukur,” kata Agus Handoyo seraya berharap acara itu bisa mengakrabkan semua warga. “Gereja menjadi Gereja yang terbuka bagi bapak-ibu. Manakala kita akan berinteraksi, kita tidak usah sungkan-sungkan lagi. Bapak-ibu juga tidak perlu sungkan-sungkan,” lanjut Agus Handoyo dalam sambutannya.

Dalam acara malam yang diisi sajian musik keroncong itu, Pastor Budi Purnomo mengisahkan secara singkat sejarah Gereja Katolik Kebon Dalem yang awalnya merupakan rumah abu dan rumah dansa. Setelah berhasil dibeli melalui proses lelang, tanggal 16 Desember 1937, jelas imam itu, gereja yang berada di kawasan pecinan itu diberkati oleh Mgr Willekens SJ, Vikaris Apostolik Batavia waktu itu. Pastor Budi juga menyebut nama Pastor Simon Beekman SJ, salah seorang imam yang memiliki usaha besar dalam merintis keberadaan gereja itu.

Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, tegas Pastor Budi, ulang tahun pemberkatan gereja tahun ini dibuat berbeda. “Sebagai bentuk kesadaran bahwa kami bagian dari warga masyarakat di sini. Saya diijinkan oleh Dewan Paroki Kebon Dalem untuk mengundang warga sekitar, untuk duduk bersama kendurenan,  dan yang memimpin bukan romo, bukan suster, bukan bruder, bukan frater, tetapi Pak Modin,” jelas imam itu. (Lukas Awi Tristanto)

20141212_194149

3 KOMENTAR

  1. Kebablasan kayaknya.
    mbok ya, yang wajar saja kalau mau undang mereka.
    Undang saja sebagai tamu, makan bersama dengan penuh kehangatan. Saling mengenal dan membina percaya satu sama lain.

  2. SCaranya utk toleransi tdk sejauh itu, hrs bedakan urusan internal gereja dan bukan. Pemberkatan di sini dimaknai apa hanya perayaan rasa syukur, ya cukup makan bersama atau bagi2 makanan saja, bila pemberkatan dlm arti memakai acara yg ada unsur liturgi atau doa ya tentu bukan mudin, kalau keyakinan lain diminta juga mendoakan dgn caranya ya boleh2 saja, tapi bukan memimpin doa. Cara katolik dong didahulukan. Apalagi ini pemberkatan gereja, bukan rumah tempat tinggal. Saya pernah kontrak rumah dilingkungan muslim lalu saya tana budaya di sana kalau menempati rmh mereka bilang kenduren, ya ok pakai caranya tapi itu bukan rmh saya dan hanya tinggal 1 thn. Sekedar kulonuwun saja bhw saya menjadi warga setempat. Begitu Romo jangan kebablasanlah, itu bukan toleransi !

Leave a Reply to ediyanto abdurrohim Batal

Please enter your comment!
Please enter your name here