Home OPINI Mgr Aerts minta para suster TMM menyiapkan tempat untuk tanam jeruk

Mgr Aerts minta para suster TMM menyiapkan tempat untuk tanam jeruk

4

IMG_5003

Oleh Paul C Pati

Sebagai Vikaris Apostolik Belanda New Guinea yang berkedudukan di Langgur, pada suatu hari Mgr Johannes Aerts MSC pulang dari Papua dan meminta  para suster di Novisiat Tarekat Maria Mediatrix (Maria Bunda Pengantara) yang disingkat TMM untuk menyiapkan tempat guna menanam bibir jeruk manis yang dia bawa dari Papua.

Pemimpin novisiat lalu meminta para novis untuk menggali lubang, kemudian tanggal 29 Juli 1942, para suster datang ke biara MSC menemui vikaris apostolik itu untuk meminta bibit jeruk manis untuk mereka tanam di lubang yang sudah mereka gali. “Tapi, beliau bilang nanti dia bawa sendiri untuk ditanam,” demikian cerita Suster Petronella Renyaan TMM, muder Biara Suster TMM Langgur.

Malam harinya, tepatnya tanggal 20 Juli 1942, tentara Jepang mendarat di Kepulauan Kei, dan mengeksekusi Mgr Aerts di pantai, tepatnya di tempat yang kini dibangun salib Yesus di Taman Ziarah Mgr Aerts di Langgur.

“Waktu itu, suster-suster sudah lari ke rumah Bapak Raja. Lalu Suster Maturbongs dengan Suster Resubun memberanikan diri untuk datang ke pantai. Di sana mereka melihat jenazah Bapak Uskup terdampar, dan mereka tarik. Kemudian mereka melapor kepada Bapak Raja yang kemudian datang bersama beberapa bapak lainnya,” lanjut Suster Petronella.

Ketika bapak-bapak itu bertanya di mana Mgr Aerts akan dikubur, para suster bercerita bahwa Mgr Aerts meminta mereka menyiapkan satu tempat untuk menanam jeruk manis. Mereka pun menyepakati agar Mgr Aerts dimakamkan di lubang itu meski sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh tentara Jepang.

Makam pertama Mgr Aerts adalah makam di sebelah Biara Suster TMM Langgur itu. Semua tulang Mgr Aerts baru dipindahkan ke Taman Ziarah Mgr Aerts di tahun 1950, “tapi darah dagingnya di sini,” tegas Suster Petronella kepada PEN@ Katolik di saat beberapa imam diosesan peserta Munas XI Unio Indonesia mengadakan live-in di Langgur di awal Oktober 2014.

Tarekat Maria Mediatrix adalah kongregasi pribumi pertama di Indonesia. Mgr Aerts mendirikan TMM di tahun 1927. “TMM adalah hasil pertama Mgr Aerts datang ke sini. Tahun itu ada beberapa anak gadis dididik di asrama oleh suster-suster Belanda. Satu di antaranya, Olive Fofid, mengungkapkan kepada para suster bahwa dia mau menjadi suster. Mereka membawa dia ketemu uskup, tapi uskup minta menunggu sampai ada empat calon,” cerita suster itu.

Ketika ada tiga temannya yang bertambah, uskup menerima mereka, tapi uskup mengatakan tidak akan mengirim mereka ke Novisiat Belanda. “Dia mau mendirikan satu tarekat di sini. Jadi dia buka novisiat baru, mendirikan suatu tarekat baru untuk suster-suster pribumi, tanggal 1 Mei 1927. Nama tarekat itu Maria Mediatrix,” jelas suster.

Keempat gadis yang kemudian menjadi suster TMM pertama adalah Olive Fofid dari Ngilngof dengan nama Suster Petronela, Tekhla Resubun dari Ngilngof dengan nama Suster Aloysia, Leonora Kasihiuw dari Haar dengan nama Suster  Theresia, dan Maturbongs dari Kolser dengan nama Suster Clementina.

Peristiwa eksekusi mati Mgr Aerts MSC bersama lima imam MSC dan delapan bruder MSC di Pantai Langgur itu terjadi saat tarekat itu sudah memilih lebih dari 10 calon suster. Kini TMM sudah berkembang dan memiliki 100 lebih anggota yang tersebar di seluruh Indonesia dengan pusatnya di Ambon.

Tempat pemakaman pertama dari Mgr Aerts kini menjadi sebuah monumen. “Kami membuat monumen  ini di sini sebagai peringatan akan pendiri kami yang rela mati di sini untuk kami.

Ketika diangkat sebagai pemimpin novisiat di tahun 1980, Suster Petronella merumuskan satu doa untuk menghormati Mgr Aerts. Doa yang kemudian menjadi doa umum untuk seluruh keuskupan itu berbunyi antara lain, “Ia telah wafat seperti Kristus, dan berkat darah dagingnya, kami umat-Mu semakin bertumbuh dan berkembang dengan suburnya. Demi cinta kepada-Mu dan kepada kami, ia telah rela mengorbankan hidupnya. Maka dengan perantaraannya, dengarkanlah permohonan kami ini …”

Para suster sudah menganggap Bapak Pendirinya sebagai “martir” bahkan sebagai “orang kudus.” Memang suster itu belum belum mendengar mujizat yang terjadi karena perantaraan Mgr Aerts, “tetapi kalau saya membutuhkan sesuatu dan saya datang berdoa di sini, maka doa itu tercapai,” kata Suster Petronella yang mengimani bahwa Mgr Aerts betul-betul mendoakannya, karena kalau ada masalah sulit dan dia minta penyelesaiannya selalu tercapai atau dikabulkan.

“Kalau kita mengalami kesulitan, saya minta suster-suster untuk bersama berdoa novena kepada Bapak Pendiri,  mungkin dia bisa membantu, … dan setelah itu kita dengar ada orang yang mau membantu 500 juta. Saya merasa itu luar biasa. Saya hanya percaya lewat doa,” suster itu berkisah.

Pernah Mgr Aerts membawa bibit anggur dan minta para suster menanamnya di tanah tandus di biara itu. Para suster merasa tidak mungkin menanam anggur di tanah berbatu dan tandus itu, tetapi ternyata berbuah. “Anggur saja bisa tumbuh, apalagi TMM, pasti bisa tumbuh subur,” Suster Petronella yakin.***

4 KOMENTAR

  1. selamat siang, maaf minta tolong tanya. alamat dari susteran maria mediatrix jogja dimana ya, min? ini ada saudara saya yang sedang sakit dan membutuhkan pengobatan. klo bisa, tolong cantumkan nomor yang bisa dihubungi. terima kasih

    • Alamat Susteran Maria Mediatrix di Jogja di mana??? Ada saudara saya yang membutuhkan pertolongan karena sudah orprasi 2x tetapi kanker malah sudah menjalar sampai ke paru-peru

      • alamat susteran Maria Mediatrix
        Taman KT I RW VIII RT 33
        No.307 Patehan, Kraton
        Yogyakarta 55133
        0274 – 372116

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version