Sebanyak 49 perempuan Papua yang terdiri dari mama pasar, caleg, aktivis dan mahasiswa berdialog untuk menjaring aspirasi dan komitmen untuk memperjuangkan kepentingan perempuan dalam bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Menurut Ketua eL-AdPPer (Lembaga Advokasi Peduli Perempuan) Beatrix Mihiwag Gebze, kegiatan yang difasilitasi oleh lembaganya itu mengamati Pasar Wamanggu dan Pasar Mopah yang tak berpihak pada perempuan, serta korporasi (Merauke Integrated Food and Energy Estate) dari pemerintah pusat, yang telah menghilangkan tanah orang asli Papua.
Peserta diskusi berharap agar El-AdPPer memfasilitasi pertemuan para caleg di Merauke khususnya kaum perempuan. Beatrix setuju dengan meminta para caleg perempuan untuk tidak hanya tunduk pada kebijakan atau platform partai, tetapi memperjuangkan kepentingan perempuan.
Uskup Agung Merauke Mgr Nicolaus Adi Seputra MSC menyambut baik dialog itu karena kodrat lelaki dan perempuan itu berbeda meskipun hak mereka sama. “Lelaki memiliki ciri khas cepat bergerak dan tanggap, sementara perempuan lebih memelihara, tajam melihat keindahan, kerapian dan tanggungjawab,” kata Mgr Adi Seputra seraya menegaskan perlunya lelaki dan perempuan demi kesempurnaan.
Mgr Adi Seputra berharap agar perempuan di Papua Selatan memiliki dan menjalankan visi dan misi yang dewasa, cerdas, mandiri, dan kreatif dalam pembangunan. “Maka langkah-langkah strategis harus ada. Jangka pendek, misalnya, dengan menjadi anggota legislatif, langkah menengah dengan membuat kursus-kursus atau pelatihan, dan langka panjang dengan menyekolahkan semua perempuan.”
Bupati Merauke Romanus Mbaraka melihat pertemuan itu sangat positif karena bukan hanya menjadi ajang mencari caleg tapi menentukan komitmen untuk memilih perempuan di wilayah selatan Papua. “Diskusi seperti ini sangat bagus. Tapi lebih bagus bila pendidikan dan kualitas berpikir, keahlian kaum perempuan ditingkatkan,” ungkapnya.
Merauke sekarang sudah berumur 112 tahun tetapi sedikit sekali anak suku Marind mencapai pendidikan tinggi, menjadi dokter atau teknik sipil dan ahli ekonomi. Bahkan, lanjutnya, perempuan masih berjualan di lantai tanah belum memiliki kios. “Tetapi apa yang terjadi, generasi berganti namun hidup orang asli Papua tidak berkembang dalam bidang ekonomi,” kata bupati dalam dialog di Aula Bina Santo Fransiskus Xaverius di Merauke baru-baru ini.
Anggota Majelis Rakyat Papua Fransisca O Motte dalam sharing mengungkapkan kebersamaan kaum perempuan untuk bergabung dalam Pemilu 2014 sudah di ambang pintu. Persoalannya, kadang laki-laki sebagai ketua partai menempatkan mereka di nomor sepatu, padahal laki-laki pasti mengakui, mereka dilahirkan dari seorang perempuan.(Agapitus Batbual)