Bila dalam surat gembala KWI menjelang Pemilu 1999 para uskup mengatakan bahwa mengikuti Pemilu hanya merupakan hak dari umat Katolik, maka di tahun 2014, para uskup mengajak umat Katolik melihat Pemilu sebagai kewajiban untuk diikuti.
Pastor rekan dari Paroki Santa Odilia Citra Raya Tangerang Pastor Tony Blikon SSCC mengatakan hal itu ketika membuka Sarasehan Kebangsaan bertema “Mengawali Perjalanan Bangsa Dengan Cerdas Mengunakan Hak Pilih” yang dilaksanakan di Ruang Damian dari paroki itu, 9 Maret 2014.
Melihat perjalanan dan kemajuan bangsa banyak mendapat kontribusi dari banyak tokoh Katolik, imam itu mengajak seluruh umat Katolik untuk terlibat dalam Pemilu. “Mari terlibat membangun dan memajukan bangsa ini,” Pastor Tony Blikon mengajak sekitar 200 utusan seksi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) se-Dekenat Tangerang. Pastor Siparianus Smakur SSCC dari paroki itu juga hadir.
Sarasehan itu menghadirkan pembicara Thomas Aquino Legowo, peneliti dan mengamat politik serta pegiat Forum Pemantau Parlemen Indonesia (FORMAPPI), serta calon legislatif (caleg) Katolik Stefanus A Wahana, Hermawi Taslim, Li Claudia Candra, Ardi Susanto dan Hotman Tua Sinaga.
Tantangan besar caleg beragama Katolik dalam Pemilu 2014 adalah jumlah pemilih Katolik setiap daerah pilihan (Dapil) yang tidak merata. Maka, mereka diharapkan tidak hanya menjaring suara melalui umat Katolik tapi juga dari umat agama lain, kata Thomas dalam sarasehan yang diselenggarakan oleh Seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) paroki itu.
Namun, Thomas atau juga dipanggil Tommy itu mengajak seluruh umat Katolik untuk menjadi pemilih yang cerdas sesuai anjuran surat gembala para uskup Indonesia. Dia juga menyetir seruan Konsili Vatikan II agar umat Katolik “terlibat aktif atau melibatkan diri dalam urusan politik yang rumit tapi mulia itu.”
Pemilih Katolik, lanjutnya, perlu menghindari partai yang tidak memiliki semangat nasionalis, memilih partai yang menjunjung tinggi pluralitas dan pilar-pilar kebangsaan, dan tidak memilih caleg dengan wawasan sempit. “Sebaiknya sebelum memilih, pemilih Katolik mempelajari rekam jejak politikus itu.”
Dalam sarasehan itu sejumlah peserta “menggugat’ caleg Katolik dengan bertanya apa usaha mereka saat menghadapi sulitnya mendapatkan IMB gereja Katolik serta sulitnya pengajaran agama Katolik di SMP dan SMA/SMK negeri di Tangerang.
Menurut Ananta Wahana mekanisme IMB gereja sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri yang melibatkan Forum Komunikasi Antarumat Beragama (FKUB), dan pengajaran agama Katolik di sekolah negeri perlu diselesaikan dengan komunikasi terus-menerus. “Perlu pendekatan terus-menerus sehingga pihak lain bisa juga menyadari bahwa setiap warga negara perlu memperoleh pelayanan pendidikan agama di sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah.”
“Apa yang dilakukan caleg Katolik selama ini?” Hermawi F. Taslim menanggapi dengan mengatakan bahwa menceritakan kebaikan yang telah dilakukan rasanya tidak pas karena terkesan menyombongkan diri. Sebagai pengacara ia mengaku mendampingi korban-korban hukum. “Pada intinya pekerjaan advokat berarti pernah melakukan sesuatu untuk masyarakat yang terpinggirkan,” katanya.
Ardy Susanto mengatakan, umat perlu mendukung figur yang cocok untuk mewakili aspirasi mereka. Sedangkan Caludia dan Sinaga hanya memohon doa restu dari umat Katolik. (Konradus R Mangu)