Warna merah dalam pakaian dan hiasan, di luar dan dalam gereja hingga, altar mendominasi suasana Misa di Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda (HSPMTB) Tangerang, 4 Februari 2014, dan seorang pastor keturunan Tionghoa menjelaskan bahwa warna itu melambangkan suka cita.
Pastor Dismas Tulolo SJ, pastor rekan di Paroki HSPMTB, menjelaskan bahwa warna, yang identik dengan Imlek atau perayaan peralihan dari musim dingin ke musim semi, adalah warna merah. “Warna merah sesungguhnya melambangkan suka cita atau kegembiraan, dan kalau diperhatikan, ketika merayakan Imlek warna favorit warga Tionghoa adalah warna merah.”
Dalam homili Misa Inkulturasi Imlek atau Tahun Baru Cina 2014 di gereja itu, Pastor Dismas mengajak orang yang mengikuti atau menjadi murid Yesus untuk “selalu suka cita dan selalu bergembira dalam melakukan pelayanan.”
Misa Imlek sebagai perayaan syukur itu bertema “Berbagi berkat dan syukur agar semakin bersemangat dalam melayani sesama.” Imam itu mengajak agar warga Tionghoa di paroki itu serta umat dari etnis lain untuk menjalani tema itu dalam hidup keseharian mereka.
Seperti sembilan Misa Imlek di tahun-tahun sebelumnya, Misa Imlek 2014, yang dimeriahkan dengan Koor SMP dan SMAK Kanisius Jakarta, ditandai juga dengan “tanda syukur” berupa pembagian jeruk, kue dan angpao kepada seluruh umat yang hadir.
Sekitar 4000 umat keturunan Tionghoa dan etnis lain dari Paroki HSPMTB Tangerang menghadiri Perayaan Ekaristi bernuansa Imlek yang dipimpin Pastor Yohanes Heru Hendarto SJ dari Kolese Kanisius Jakarta yang didampingi kepala paroki Pastor Ignatius Swasono SJ, serta empat imam lainnya.
Dalam Misa itu terlihat juga pernak-pernik Imlek seperti kue keranjang dan jeruk Mandarin yang rata-rata manis rasanya serta angpao. “Ini juga melambangkan bahwa hidup sebagai orang Katolik harus manis, dalam kata-kata dan perbuatan,” kata imam itu.
Imam itu juga berharap agar di Tahun Kuda ini sekitar 17.000 umat Paroki HSPMTB “semakin kuat beriman kepada Yesus dan meneladani kesetiaan Yesus, yang mengikuti Bapa-Nya di surga, sampai wafat dan bangkit.”(Konradus R Mangu)***