Pria tamatan SMA Kanisius Jakarta tahun 2000 itu telah menamatkan pendidikannya di State University of New York (SUNY) Buffalo bahkan pada Desember 2004 dia menyandang gelar master di bidang geography information, namun dia tertarik dan menjadi seorang imam.
Buktinya, pria kelahiran Jakarta, 25 Januari 1982 yang ditahbis menjadi imam di Washington DC, AS, 24 Mei 2013 itu kembali ke Indonesia di bulan Juni untuk merayakan Misa Perdana di Paroki Santo Yakobus Kelapa Gading, dan Pondok si Boncel, Jakarta, Seminari Mertoyudan dan Gereja Ignatius, Magelang, dan di satu-satunya paroki di Indonesia yang dijalankan para imam Dominikan, Redemptor Mundi, Surabaya.
Namun, kini Pastor Edwin Bernard M Timothy OP, anggota Provinsi Dominikan Amerika itu, sudah kembali pulang ke AS dan diperbantukan di sebuah paroki di Youngstown, Ohio, kata Aloysius Sanjaya, ayah dari imam baru itu, kepada PEN@ Indonesia, 16 Agustus 2013.
Dijelaskan, sebenarnya sebagai orangtua dia tidak melihat tanda-tanda apa pun dari anaknya saat kecil bahwa mereka ingin menjadi imam, tapi ternyata Edwin pun masuk seminari. Kakaknya, Cornelius Leo Adrianus, yang juga sudah menyelesaikan pendidikan di AS kini sudah tahun sebagai frater di Community of Saint John di Perancis, lembaga keagamaan yang didirikan Pastor Marie-Dominique Philippe OP tahun 1975. Sanjaya dan Esther hanya memiliki dua anak itu. “Belum pasti apakah dia jadi imam atau apa, karena yang menentukan pimpinannya,” kata Sanjaya.
Menurut media Suara RM yang terbit baru-baru ini di Paroki Redemptor Mundi, sebenarnya Pastor Edwin sudah bekerja beberapa bulan di sebuah perusahaan di AS, tapi dia memutuskan masuk biara Dominikan (OP), dan menjalani masa postulan dan novisiat di Cincinnati, Ohio, tahun 2006, kaul pertama tahun 2007, serta studi filsafat dan teologi di Dominican House of Studies, Washington DC.
Dalam ramah tamah seusai Misa di Redemptor Mundi, 26 Juni 2013, Pastor Edwin bercerita kepada umat bahwa ketika di bangku SD mau pun SMP, dia tak pernah bermimpi bakal menjadi imam. “Tidak tahu, mengapa saya terpanggil menjadi pastor. Padahal, ketika masih anak-anak sampai remaja, saya tidak pernah terlibat dalam tugas-tugas di gereja, baik putra altar, misdinar atau pun rekat (Remaja Katolik),” kisah imam baru itu.
Orangtuanya juga tidak pernah mendorong dan tidak pernah melarang dia masuk seminari. “Tuhanlah yang menggerakkan hati saya untuk menjadi pastor,” kata Pastor Edwin.
Lalu, mengapa tertarik masuk Ordo Pewarta atau Ordo Pengkotbah (OP)? Di depan sekitar 1.000 umat yang hadir, Pastor Edwin bercerita, “Sewaktu kecil dan remaja, saya sering mengunjungi biara suster OP. Mungkin terlalu keseringan bertemu para suster OP, eh, malah tertarik. Itulah misteri panggilan. Tuhan sudah memanggil dan kita merespons,” kata imam itu.
Banyak orang heran mengapa Edwin memilih masuk seminari dan menjadi imam. Rahasianya, karena bapak dan ibunya tidak mempermasalahkan akan panggilan mereka, padahal kata orang setelah menjadi imam hubungan dengan orangtua jadi jauh.
“Bagi saya tidak. Justru yang jauh ketika saya masih kuliah di Washington DC. Saya jarang komunikasi, paling-paling kalau kantongnya menipis, telepon minta kirim uang. Justru setelah menjadi imam, rasanya ada kedekatan,” kata imam imam Dominikan kelima dari Indonesia itu.
Sanjaya dan Esther membenarkan, bagi mereka panggilan itu sebuah misteri dan itu sudah direncanakan Tuhan, sehingga mereka tidak memaksa atau melarang putranya masuk seminari dan menjadi imam.
“Semuanya sesuai rencana Tuhan. Siapa yang tahu akan panggilan, semua tidak ada yang tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Sebagai orangtua, kami menerima, semuanya berjalan seperti air mengalir.”
Pasangan suami istri itu lalu menegaskan jawabannya dengan menyanyikan lagu “Indah Rencana-Mu Tuhan,” disaksikan kepala paroki Redemptor Mundi Pastor Andreas Kurniawan OP bersama Pastor Nilo Lardizabal OP, Pastor Arthur Dingel OP, para ketua DPP, BGKP, para ketua lingkungan dan ketua wilayah, pengurus kelompok kategorial dan umat.
Pastor Edwin bersama keluarga digiring dari gereja menuju balai paroki. Di teras balai itu Pastor Edwin disambut dengan Tarian Gambyong yang dibawakan empat remaja Katolik. Dalam acara itu, Pastor Edwin diminta memotong tumpeng dan diserahkan kepada kedua orangtuanya. OMK dan anak-anak SMA Frateran menghiasi acara itu dengan lantunan lagu-lagu.***