Di pintu lembaga pemasyarakatan terlihat 29 pasangan suami istri (pasutri). Saat itu mereka siap dibebaskan. “Anda semua siap terbebas dari cengkeraman ‘penjara’ kehidupan duniawi dengan menerima Sakramen Perkawinan.”
Kepala Paroki Santo Yoseph Naikoten Pastor Sebast Wajang SVD dan Pastor Sebast Kefi dari Paroki Sancta Familia Sikumana memberikan Sakramen Perkawinan kepada pasangan-pasangan itu dalam Misa yang dirayakan di Paroki Santo Yoseph Naikoten tanggal 5 Juni 2013.
Posisi para pasutri saat di pintu lembaga pemasyarakatan dan siap untuk dibebaskan itu hanyalah ibarat yang digunakan Pastor Sebast dalam homili. Namun, kata imam itu, setelah dibebaskan mereka jadi “lilin yang siap diutus ke tengah masyarakat, menjadi terang dalam masyarakat di mana Anda berada.”
Para pasutri yang menerima Sakramen Perkawinan itu datang dari dua paroki yakni Paroki Santo Yoseph Naikoten sebanyak 13 pasutri dan Paroki Sancta Familia Sikumana sebanyak 16 pasutri. Turut disahkan pula akte kelahiran atas 21 anak yang terlahir dari para pasutri itu.
Untuk tahun 2013, pemerintah Kota Kupang melaksanakan program nikah massal bagi 283 pasutri. Dari jumlah itu, 95 pasutri beragama Katolik. Pemberkatan nikah mereka dilaksanakan tanggal 5 Juni 2013 di tiga paroki, yakni Paroki Katedral Kristus Raja sebanyak 30 pasutri, Paroki Santa Maria Assumpta sebanyak 36 pasutri, dan Paroki Santo Yoseph Naikoten sebanyak 29 pasutri.
Menurut Pastor Sebast, perkembangan iptek yang kian mengglobal memunculkan berbagai fenomena menarik yang sekaligus menjadi ancaman setiap hari di mana-mana bagi keutuhan keluarga termasuk keluarga-keluarga Katolik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pisah ranjang, dan ancaman bercerai.
Sementara itu, lanjut imam itu, “pengampunan, maaf, saling pengertian, dan lain-lain sudah menjadi barang langka yang mulai sulit ditemukan di masyarakat kita.”
Untuk menghindari prahara dan badai, Pastor Sebast mengatakan, “Luangkan waktu untuk berdoa bersama, tidak marah pada waktu yang bersamaan, kalau marah tidak berteriak, bertengkar tidak lebih dari lima menit, jangan mengungkit masa lalu, jika bersalah mintalah maaf, selalu berterima kasih, keluarga bukan kebun binatang, miliki telinga yang besar dan mulut yang kecil.”
Dengan melakukan hal-hal sederhana seperti yang dikutip dari pendapat para pakar itu, kata Pastor Sebast, “keluarga bahagia yang didambakan setiap orang akan mudah ditemui di mana-mana.”
Wakil Wali Kota Kupang, Dokter Hermanus Man, yang hadir dalam pemberkatan nikah di Paroki Naikoten berharap para pasutri tetap mempertahankan ikrar dan janji suci yang telah diucapkan di hadapan Tuhan, umat dan pemerintah “sehingga mewujudkan rumah tangga yang langgeng.”
Harapan lain agar mereka dapat mewujudkan keluarga bahagia dan berkualitas melalui optimalisasi setiap potensi yang ada, dan “meningkatkan taraf hidup keluarga demi terciptanya ketahanan keluarga yang ideal, memelihara toleransi, saling menghargai dan menghormati antara suami istri.”
Lewat program nikah massal, jelasnya, pemerintah ingin mewacanakan dan mewujudkan konsep hidup sederhana, efisien tetapi berkualitas. “Konsep pernikahan tidak harus dengan biaya tinggi, pesta pora dan seremonial meriah yang menyita banyak waktu, pikiran, tenaga dan biaya,” katanya.
Selain itu, katanya, “Kehidupan masyarakat yang serasi, selaras, dan seimbang adalah modal sosial yang sangat berharga dan terus dikembangkan demi kelangsungan proses pembangunan daerah.”
Usai memberikan sambutan, Hermanus Man menyerahkan secara simbolis akte perkawinan kepada salah satu pasutri.***