Paus bertemu pemimpin Aliansi Injili se-Dunia untuk bahas kebebasan beragama

0
1412

Aliansi Injili seDunia

Paus Fransiskus bertemu dengan para pemimpin Aliansi Injili se-Dunia (World Evangelical Aliance, WEA), 14 Desember 2017. Mereka berada di Roma untuk membahas kerjasama yang lebih erat dengan Gereja Katolik, terutama mengenai isu-isu kebebasan beragama.

WEA adalah jaringan Gereja-Gereja Protestan di 129 negara yang mewakili lebih dari 600 juta umat Kristen Injili di seluruh dunia. Delegasi yang hadir dalam audiensi dengan Paus itu dipimpin oleh Sekretaris Jenderal WEA, Uskup Efraim Tendero. Mereka juga melakukan pembicaraan dengan Dewan Kepausan untuk Peningkatan Persatuan Umat Kristen.

Ketika berbicara dengan Philippa Hitchen dari Radio Vatikan, Uskup Efraim mengungkapkan harapannya untuk memperkuat kerjasama praktis dengan umat Katolik di negara-negara seluruh dunia. Uskup Efraim mengatakan, dia membawa kepada Paus “sebuah panggilan untuk kemitraan yang lebih erat” dalam melindungi kebebasan beragama, meningkatkan pembagian Alkitab dan menangani masalah-masalah keadilan sosial. “Kami ingin melihat dunia ini jadi tempat merajanya kedamaian, keadilan dan kebenaran, tempat setiap orang memiliki standar kehidupan layak, dan tempat Yesus Kristus diakui sebagai Tuhan atas semua.”

Juga dikatakan, WEA dan Dewan Kepausan baru saja menyelesaikan tujuh tahun dialog, yang berpuncak pada lahirnya dokumen bersama tentang Kitab Suci dan Tradisi. Meskipun masih tetap ada perbedaan teologis yang utama, lanjutnya, semakin penting “mencari agenda bersama,” bukan “fokus pada perbedaan dan pada hal yang membuat kita terpisah.”

Sebelum diangkat sebagai ketua WEA, Uskup Efraim bertugas selama 20 tahun sebagai Direktur Nasional Dewan Gereja-Gereja Injili Filipina dan sebagai Presiden Layanan Bantuan dan Pengembangan Filipina, yang bekerja untuk mendukung orang miskin dan orang yang membutuhkan.

Di negara yang beranggotakan 80 persen umat Katolik Roma itu, jelasnya, hubungan ekumenis berjalan sangat baik dan baru-baru ini dia diminta berbicara dalam sebuah retret untuk konferensi para uskup Filipina. Ada juga kerjasama praktis yang kuat mengenai isu-isu mencakup  perdagangan manusia, menghadapi perubahan iklim, memerangi korupsi, meningkatkan perdamaian, dan memberikan bantuan dan pengembangan bagi korban banyak topan yang mempengaruhi wilayah itu.

Pendeta Thomas K Johnson, Duta Besar Kebebasan Beragama untuk Vatikan, juga hadir dalam audiensi dengan Paus. Dia menjelaskan mengapa ada kebutuhan mendesak untuk ikut memberantas meningkatnya penganiayaan terhadap orang Kristen di seluruh dunia.

Johnson mencatat bahwa masalahnya tidak terbatas pada satu area tertentu di dunia ini namun dia mengatakan bahwa dalam tiga tahun terakhir mungkin telah terjadi penganiayaan terburuk sepanjang sejarah Gereja Kristen.

Dia mengingat konsultasi internasional, yang terjadi dua tahun lalu di ibukota Albania, Tirana, mengenai diskriminasi, penganiayaan dan kemartiran. Perwakilan dari WEA, Vatikan, Dewan Gereja-Gereja se-Dunia dan dunia Pentakosta membahas berbagai cara untuk menanggapi masalah tersebut “dengan cara yang terpadu.”

Meskipun Johnson mengakui masih ada masalah diskriminasi antara penganut Injili dan umat Katolik di beberapa negara, namun dia menambahkan bahwa umat Injili selalu merasa “disambut baik di Vatikan.”

Sebagai profesor filosofi dan spesialis hak asasi manusia, dia sangat khusus tertarik pada orang-orang Katolik dan Injili yang menerbitkan “materi-materi pendidikan yang telah kami kembangkan bersama.”

Dari pertemuan hari Kamis itu, dia mengatakan bahwa langkah-langkah kecil yang telah dilakukan bersama dapat menghasilkan “koalisi lebih luas untuk bertahun-tahun” dan memperkuat pesan bahwa, “Orang-orang Kristen dari semua keanekaragaman perlu saling melindungi di lapangan umum.” (pcp berdasarkan Radio Vatikan)

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here