“Hari ini adalah hari keselamatan.” Tentu itu bahasa iman bukan bahasa politik. “Tetapi yang namanya keselamatan bukan konsep, bukan awang-awang, tetapi sangat konkret. Misalnya, kalau kita baca di media massa bahwa tahun-tahun terakhir ini pemerintah sangat memberi perhatian besar bagi pembangunan infrastruktur. Itu sebetulnya masalah sosial, politik dan kenegaraan, tapi dalam perspektif iman, inilah bentuk keselamatan, yakni berkembangnya infrastruktur yang lebih aman yang lebih baik.”
Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia Mgr Ignatius Suharyo yang didampingi Sekjen KWI Mgr Antonius S Bunjamin OSC dan Sekretaris Komisi Kerawam KWI Pastor Guido Suprapto Pr mengatakan hal ini kepada sekitar 25 wartawan wartawan cetak, elektronik dan internet dalam konferensi pers di ruang tamu KWI 10 November 2016.
Hari itu adalah hari pahlawan, namun Mgr Suharyo tidak mau mengatakan bahwa berakhirnya sidang KWI 2016 pada Hari Pahlawan sebagai sebuah kebetulan, “tapi dari sudut pandang Gereja Katolik, ini adalah Penyelenggaraan Ilahi.”
Kalau Sidang KWI ini berakhir di saat seluruh bangsa Indonesia mengenang jasa para pahlawan yang dalam perjuangan panjang dan tulus rela mengorbankan hidup demi Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka hari ini saya merasa yakin bahwa KWI mempunyai tanggung jawab sejarah.
“Kata ini bagi kami sangat penting. Dulu para pahlawan telah memberikan yang paling baik bagi negeri kita, dan sekarang KWI atau wakil dari umat Katolik seluruh Indonesia ingin ikut memikul tanggung jawab sejarah, ikut melibatkan diri dalam usaha menuju Indonesia yang lebih baik.”
Mgr Suharyo mengaitkan tanggung jawab ini dengan tiga dokumen yang dikeluarkan oleh Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang berlangsung 31 Oktober hingga 10 November 2016.
“Para uskup mengeluarkan tiga dokumen yang saling terkait yakni Pesan Natal dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan KWI berjudul “Hari ini Telah Lahir Bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di Kota Daud” (Luk 2:11), serta dua seruan pastoral yakni “Stop Korupsi! Membedah dan Mencegah Mentalitas serta Perilaku Koruptif” dan “Pilkada yang Bermartabat sebagai Perwujudan Kebaikan Bersama,” kata Uskup Agung Jakarta.
“Saya merasa perlu menyampaikan kaitan dokumen-dokumen itu satu sama lain,” kata Mgr Suharyo. Yang penting dari judul pesan natal itu, menurut ketua KWI itu adalah kata “Hari Ini,” karena dengan kata itu judul pesan itu tetap sama kalau dibaca besok pagi atau tahun depan. “Artinya kami mengajak seluruh umat Kristiani menyadari bahwa hari ini adalah hari keselamatan.”
Kalau pemerintah melalui KPK mengarusderaskan gerakan anti korupsi, Mgr Suharyo memberi contoh lain, “inilah keselamatan yang sangat konkret,” atau kalau kita diajak mengembangkan demokrasi yang elegan, “inilah bentuk dari keselamatan itu.”
Pesan Natal Bersama antara PGI dan KWI, jelas Mgr Suharto, bertujuan mengajak umat Kristiani di seluruh Indonesia agar sadar bahwa Natal tidak sama dengan 25 Desember, tidak sama dengan nyanyian Malam Kudus. “Itu juga, tetapi ‘hari ini’ telah lahir keselamatan. Realitas hari ini yang baik, itulah wujud keselamatan. Menurut iman Kristiani, kalau Yesus yang adalah Allah turun ke dalam dunia, konsekuensinya bagi umat Kristiani sangat besar.”
Dalam dokumen itu dikatakan bahwa Allah melibatkan diri dalam hiruk-pikuk kehidupan sejarah umat manusia, Yesus lahir di Betlehem, di Palestina, saat dijajah oleh Pemerintah Roma dengan segala macam sistem politiknya dan konsekuensi sosial dan ekonominya.
Sejarah yang dimasuki Yesus, jelas uskup, “bukan sejarah kosong, bukan sejarah awang-awang, tetapi sejarah yang sangat konkret.” Kalau demikian, “konsekuensinya umat Kristiani yang hidup pada jaman konkret tahun 2016 tidak di awang-awang tetapi di negeri kita Indonesia.” Maka pertanyaannya, hiruk-pikuk dunia seperti apa?
Dalam pembicaraan sidang tahunan itu para uskup lalu memilih secara khusus, korupsi. “Korupsi itu hiruk-pikuk yang bukan mainan, pengaruhnya sangat besar. Bahkan ada penelitian yang mengatakan akibat buruk korupsi jauh lebih besar daripada narkoba.”
Gereja Katolik pun ingin masuk dalam persoalan itu dengan peran berbeda-beda. “Peran hirarki, atau orang berjubah seperti uskup dan pastor, yang fungsinya kepemimpinan, adalah menyuarakan moral dan umat awam yang merupakan bentuk paling banyak dalam Gereja Katolik diharapkan terlibat di dalamnya untuk membuat pembaharuan dari dalam, maka rumusan dari seruan pertama adalah Stop Korupsi.”
Ditambahkan bahwa kaum awam diharapkan terjun dalam bidang politik “supaya politik dengan inspirasi iman Katolik semakin bermartabat, maksudnya sesuai dengan tujuan politik yang paling dasar yaitu kebaikan bersama. Demikian juga di dalam bidang kebudayaan dan bidang lain-lain. Ini adalah tugas dan peran kaum awam. Maka tidak ada pastor yang menjadi politikus, tidak boleh. Tak ada pastor yang menjadi bupati, tidak boleh, itu tugas kaum awam.”
Mgr Antonius Subianto menegaskan bahwa kalau KWI membuat seruan pastoral berarti seruan moral dan spiritual kepada umatnya, “dengan harapan kalau itu berguna bagi orang lain bagi bangsa kita bersyukur, karena masalah yang kita serukan bukanlah masalah Gereja semata tetapi masalah kemanusiaan.”
“Stop Korupsi!” misalnya. “Ada tiga sebab dikeluarkannya seruan itu, yakni kemiskinan yang harus diperbaiki dengan perbaikan gaji dan tunjangan sosial, kerasukan yang harus diperbaiki lewat pendidikan karakter dan pembinaan hidup beragama, dan ketidakpercayaan pada sistem maka perlu sistem transparan, kredibel dan akuntable.”
Semua itu, lanjut Uskup Bandung, berarah pada “ajakan kami agar orang makin takut akan Tuhan, karena dengan takut akan Tuhan seseorang makin malu kepada sesama dan makin merasa bersalah kepada masyarakat bangsa dan negara seandainya melakukan Korupsi. Bentuknya silahkan diterapkan sesuai tempat masing-masing.”
Namun para uskup menghimbau umat katolik untuk mulai dari diri sendiri, “maka para uskup berkomitmen mulai juga dari dalam Gereja sendiri, mudah-mudahan menyebar dan keluar ke tengah masyarakat.” Uskup itu yakin bahwa masyarakat sudah berjuang memberantas korupsi, tetapi masih terjadi, “maka diperlukan bentuk kerja sama, maka tegas kami berkata Stop Korupsi!”
Tentang seruan Pilkada, para uskup mengajak untuk berpilkada yang bermartabat baik sebelum proses pilkada, waktu kampanye, pencalonan, dan saat pilkada itu sendiri. “Kita tegaskan, pilihlah yang bijaksana yang menunaikan agama dengan baik dan benar dan keutamaan lain, siapa pun orangnya. Setelah terpilih dukunglah. Dan yang dipilih bukan hanya menjadi pemimpin daerah bagi partai atau kelompok yang mendukungnya tapi bagi masyarakat yang mandatnya diberikan kepada mereka.”
Tentang pesan Natal, Uskup Bandung berharap agar “Hari ini” keselamatan terjadi dengan tindakan-tindakan konkret. “Stop Korupsi! Jangan lakukan Money Politics, Pilih yang bijaksana baik dan benar dan saleh. Jabatan harus dianggap sebagai berkah dan amanah yang harus dijalankan. Mari konkretkan keselamatan, bukan besok, kemarin, tapi hari ini!” (paul c pati)