Minggu, November 24, 2024
33.8 C
Jakarta

Mgr Sunarka tidak tahu tanggal kelahirannya tapi menjadi biji mata Tuhan

P1150323

“Siapakah aku ini Tuhan, jadi biji mata-Mu, dengan apakah kubalas Tuhan selain puji dan sembah Kau?” Lantunan lagu ciptaan Ir Niko Njotoraharjo itu terdengar dalam sebuah Misa di sebuah rumah retret di Keuskupan Purwokerto.

Yang melantunkan lagu itu di Rumah Retret  Hening Griya Baturaden adalah Uskup Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ yang sedang merayakan 50 tahun menjadi Yesuit, di hari Minggu 8 September 2013.

Didampingi  tiga imam seangkatan novisiat, Pastor Padmo Seputra SJ, Pastor Mangun Hardjana SJ, dan Pastor Michael Sastrapratedja SJ, bahkan Pastor A Sudiarja SJ yang merayakan 40 tahun menjadi Yesuit , Mgr Sunarka menjawab alasan mengapa lagu itu dia nyanyikan.

Menurut Uskup Purwokerto, dirinya tidak berpikir akan jadi uskup. “Wong saya itu anaknya petani klutuk. Simbokku (Ibuku) buta huruf. Bapakku buta huruf. Simbokku tidak tahu tanggal lahir saya.” Kalau bertanya tanggal lahirnya kepada ibunya, ibunya hanya menjawab, “Ah, mbuh, pokoke le, kowe lahir seko kene iki (Entahlah, pokoknya, kamu lahir dari sini!)”

Teman-teman seangkatan novisiat yang memilih panggilan menjadi awam ikut mendengarkan kesaksian itu bersama sanak saudara dan sejumlah imam dan biarawati yang berkarya di Keuskupan Purwokerto.

Meskipun berjauhan dan sudah berpisah selama beberapa puluh tahun, jelas Mgr Sunarka, teman-temannya baik yang imam maupun awam,  “masih mempunyai hubungan yang erat dengan penggembalaan saya di Keuskupan Purwokerto ini.”

Mgr Sunarka sudah menginjak 73 tahun. Berarti dua tahun lagi ia pensiun dari jabatan uskup. Semoga Keuskupan Purwokerto bisa secara cepat mendapatkan penggantinya tanpa harus menunggu terlalu lama seperti beberapa keuskupan lain di Indonesia. Itu harapan Mgr Sunarka yang mengaku sudah menyiapkan imam-imamnya yang sudah siap menjadi uskup.

Di usia yang semakin tua, Mgr Sunarka prihatin melihat banyak umat di Keuskupan Purwokerto juga sudah berusia tua, sementara yang muda bekerja di luar wilayah keuskupan itu. “Umat Katolik Jakarta yang dari Keuskupan Purwokerto, kira-kira ada 25-an ribu,” kata uskup itu.

Namun uskup tidak sedih atau menyalahkan melainkan berbahagia karena Keuskupan Purwokerto sebenarnya telah melakukan kaderisasi. “Jadi 25 ribu orang yang aktif di mana-mana itu, dikader di Keuskupan Purwokerto. Maka dari itu, penggembalaan saya adalah kaderisasi, menggembleng yang muda-muda,” jelas uskup.

Saat ini Keuskupan Purwokerto memiliki 75 imam. Ketika Mgr Sunarka datang ke Purwokerto, imam praja di keuskupan itu hanya 11 orang. Setelah 13 tahun berkarya, jumlah imam praja menjadi 43 orang.

Biarawan Yesuit itu sedang berusaha mengembangkan keuskupan itu menjadi mandiri, artinya memiliki imam praja yang kuat. “Maka, saya menyakini, Yesuit yang ditugasi di keuskupan tertentu perlu mengembangkan imam praja yang kuat.”

Tanggal 8 September 2013, Mgr Sunarka memasuki tahun ke-13 masa penggembalaannya sebagai uskup. Kehadiran satu uskup dari Serikat Yesus di wilayah Keuskupan Purwokerto sudah memberi warna dan corak yang sungguh menyegarkan. Itu menurut Vikaris Jenderal Keuskupan Purwokerto Pastor Tarcisius Puryatno Pr.

Yang menyegarkan itu, jelas Pastor Puryatno, adalah “berbagai macam gagasan baru, ide baru, karya pastoral baru yang sungguh inspiratif bagi kami para imam untuk digulirkan  dan dikembangkan sehingga Keuskupan Purwokerto sekalipun disebut sebagai keuskupan kecamatan, tetap dikenal banyak orang.”***

Komentar

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini