Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 29 Agustus 2013 yang meneguhkan keputusan KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), NTT, atas kemenangan pasangan Markus Dairo Talu dan Ndara Tanggu Kaha, mengakibatkan bentrok antarwarga di kabupaten itu.
Menanggapi peristiwa itu, Uskup Weetebula Mgr Edmund Woga CSsR mengimbau masyarakat SBD untuk menghentikan pertentangan dan proaktif membangun ketenangan bersama, serta meminta semua pihak menghentikan provokasi, pembakaran, pencurian dan isu-isu yang memanas-manasi situasi.
Mgr Edmund Woga menyampaikan imbauan itu saat bertemu dengan Bupati SBD dr Kornelius Kodi Mete, Bupati SBD terpilih periode 2013-2018 Markus Dairo Talu SH, Kapolres SBD Drs AKBP Lilik Aprianto dan Dandim 1613 Sumba Barat Letkol ARH Deni Kusmawan, di Keuskupan Weetebula, 3 September 2013.
Bentrok itu telah menelan tiga korban jiwa dan mengakibatkan lebih dari dua puluh rumah warga hangus dibakar. Sebagian masyarakat ketakutan dan mengungsi ke tempat-tempat yang dinilai aman.
“Gereja telah mengambil peran. Bapa Uskup sudah mempertemukan Kornelis Kodi Mete dan Markus Dairo Talu. Bapa uskup sudah meminta agar dua tokoh ini mencegah pendukung masing-masing untuk menghentikan pertikaian di Sumba Barat Daya,” kata fasilitator pertemuan itu, Pastor Mikael Keraf CSsR, mengutip pernyataan Mgr Edmund Woga.
Dalam pertemuan itu, lanjut imam itu, Kodi Mete dan Markus sepakat mengimbau masyarakat SBD agar tidak lagi mengungsi, dan yang telah mengungsi segera kembali ke rumah dan tempat kerja masing-masing. Mereka juga menegaskan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentraman dan keamanan menjadi hak dan tanggung jawab aparat keamanan.
Pertemuan itu menyerukan agar tidak ada lagi pengelompokan berdasarkan pasangan calon kepala daerah tertentu dan tidak ada lagi warga yang dikotakkan dalam kelompok-kelompok pendukung pasangan yang ikut dalam Pilkada SBD.
Selain itu, kata imam itu, mereka sepakat untuk “mendesak semua pihak terlibat untuk menghentikan pembicaraan lisan maupun isu-isu tertulis dalam media apa pun terkait suku, agama, ras dan antargolongan yang bersifat provokatif dan meresahkan masyarakat.”
Juga disepakati pembangunan posko-posko keamanan bersama di beberapa tempat strategis seperti Watu Kanggorok, Matakapore, Lolo Ale dan beberapa tempat yang akan ditentukan kemudian, serta razia barang-barang tajam seperti parang, tombak, panah dan lembing.
Andre Graff, warga negara Prancis yang bekerja di Sumba sebagai penggali sumur untuk warga miskin, mengaku khawatir melihat warga yang mengacung-acungkan parang terhunus dari atas truk terbuka saat menjemput calon masing-masing di Bandara Tambolaka. Dia berharap agar aparat keamanan segera memulihkan keadaan agar masyarakat kembali tenang bekerja dan menikmati hidup.***