ROMA, Pena Katolik – Banyak orang mungkin terkejut, bahkan merasa terganggu, saat melihat salib terbalik di dalam gereja. Dalam budaya populer — film horor, serial televisi, hingga novel misteri — simbol ini sering diasosiasikan dengan Satanisme atau Antikristus.
Namun, anggapan ini sesungguhnya keliru. Salib terbalik yang dikenal sebagai ‘Salib Petrus’ atau ‘Petrine Cross’, justru memiliki akar sejarah Kristen yang dalam dan makna spiritual yang sarat akan kerendahan hati.
Tradisi Kristen menyebutkan bahwa Rasul Petrus, salah satu murid utama Yesus, wafat sebagai martir di Roma pada masa penganiayaan oleh Kaisar Nero sekitar tahun 64 Masehi. Beberapa Bapa Gereja awal, seperti St. Klemens dari Roma, menulis tentang kematian Petrus meski tidak secara spesifik menyebutkan bagaimana atau di mana ia wafat. Dalam suratnya kepada jemaat Korintus, Klemens menyebut bahwa Petrus telah “menanggung banyak penderitaan” dan akhirnya “berpulang ke tempat kemuliaan yang layak baginya.”
Sementara Injil Yohanes pasal 21 mengisyaratkan jenis kematian yang akan dialami Petrus — “kamu akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikatmu dan membawamu ke tempat yang tidak kamu kehendaki” — tafsiran ini dianggap sebagai prediksi akan kemartirannya.
Cerita mengenai Petrus disalibkan dengan kepala di bawah baru muncul dalam teks-teks apokrif, khususnya “Martyrdom of Peter”, bagian dari Acts of Peter yang ditulis pada abad kedua. Dalam kisah tersebut, Petrus sendiri meminta agar disalibkan terbalik karena merasa tidak layak mati dengan cara yang sama seperti Yesus.
Meskipun sumber ini kurang kuat, dibanding tulisan Klemens atau Eusebius, narasi tersebut tetap menjadi simbol spiritual yang dihormati dalam tradisi Kristen, terutama Gereja Katolik.
Salib Petrus menjadi simbol kerendahan hati dan kesetiaan iman. Jika di beberapa gereja di Eropa ditemukan “salib terbalik”, ini bukan sebagai simbol iblis, melainkan sebagai pengingat akan kerendahan dan pengorbanan seorang rasul yang mati demi imannya.
